We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 24 Februari 2014

usman (Critical Review)


Problematika Bangsa
Dunia pendidikan merupakan salah satu sarana atau wadah dalam mencetak generasi bangsa yang berkualitas, khususnya pendidikan formal. Dalam pendidikan formal saat ini, kualitas seorang siswa hanya dilihat dari kemampuan ketika mengerjakan soal ujian nasional. Ketika seorang siswa tidak lulus maka seorang siswa tersebut telah dianggap gagal dalam menempuh dunia pendidikan. Dan yang lebih miris lagi ketika kita melihat siswa-siswi yang dinyatakan lulus dalam ujian nasional. Untuk merayakan kelulusannya, para siswa berpesta ria dengan segala penyimpangan yang sangat sering terjadi, seperti pesta miras, konvoi di sepanjang jalan yang ujung-ujungnya hanya mengakibatkan pertikaian antara para pelajar, dan bahkan yang lebih miris lagi mereka melakukan pesta free sex yang sesungguhnya merugikan masa depan mereka sendiri. Maka disinalah peran seorang pendidik untuk terus mengembangkan kemampuannya dalam mengajar.
Pada zaman modern ini, seorang pendidik bukan lagi berarti sebagai orang yang mampu mentransformasi  ilmunya kepada peserta didik, akan tetapi lebih mengarah pada kemampuan untuk mengetahui jati diri seorang murid. Ketika seorang pendidik mengajarkan ilmu dalam bidangnya, dan hanya seglintir murid saja yang mengerti akan pelajrannya, lalu apakah pantas seorang pendidik tersebut memarahi para peserta didik yang tidak mengerti apa yang diajarkan. Padahal kalau kita ingat-ingat bahwa setiap insan dibekali suatu potensi untuk mampu mengembangkan kehidupannya dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. 
Jika dilihat dari segi keberhasilan maka disinilah seorang pendidik berperan penting sebagai actor utama dalam mensukseskan pendidikan yang dicanangkan, selain pada itu terdapat beberapa fungsi dan tuigas lain dari pada pendidik, yaitu sebagai educator, leader, facilitator, motivator, administrator, dan evaluator.
1.      Teachers as educator
Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama. Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsive terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru. Disamping itu, mepelajari karakter, moral, dan dedikasi seorang guru juga penting sabagai actor dominan kelak dalam mengawal proses belajar mengajar yang membutuhkan kesabaran, keteladanan, dan keuletan. Sehingga akan tercipta sebuah kegiatan di ruang kelas yang kondusif dan terarah.
2.      Teachers as  leader
Pendidik juga berperan sebagai pemimpin kelas. Karena itu, ia harus bisa mengusasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, pendidik harus terbuka, demokratis, egaliter, dan menghindari cara-cara kekerasan.
3.      Teacher as facilitator
Sebagai fasiliator, pendidik bertugas menfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia membutuhkan eksperimentasi amksimal, latihan terus menerus, dan evaluasi rutin. Negara-negara maju sangat cerdik dan cerdas mengenal potensi unik anak didiknya, dengan latihan dan pembinaan intensif dari pihak keluarga, sekolah, dan lembaga sosial kemasyarakatan
Menurut E. Mulyasa (2008),  pendidik sebagai fasilitator setidaknya memiliki tujuh sikap seperti yang diidentifikasi oleh Rogers (dalam Knowles, 1984) berikut ini:
a.       Tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinan atau kurang terbuka.
b.      Dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
c.       Mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif, dan kreatif, bahkan yang sulit sekalipun.
d.      Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan pembelajaran.
e.       Dapat menerima komentar yang positif maupun negative sebagai pandangan yang rekonstruktif diri dan perilakunya.
f.       Toleran terhadap kesalahan peserta didik selama proses pembelajaran, dan
g.      Menghargai prestasi peserta didik.

4.      Teachers as motivator
Sebagi motivataor seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemaghan anak  didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya. Kisah orang sukses mampu menjadi inspirasi murid dalam mengukir cita-citanya, menapaki jejak kehidupannya. Guru harus jeli memberikan kisah hidup orang sukses kapada murid-muridnya, sehingga mereka bangkit dari keterpurukan, dan keputusasaan. Betindak sebagai motivator, guru adalah psikolog yang diharapkan mampu menyelami psikolog anak  didiknya, sehingga mengetahui kondisi lahir batinnya.
5.      Teachers as administrator
Sebagai seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya, dari mulai melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat keputusan yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Dalam mengajar guru harus mengabsen terlebih dahulu, mengisi jurnal . kelas dengan lengkap, mulai dari nama, amteri yang disampaikan, kondisi siswa, dan tanda tangan dan semuanya yang berkaitan tentang catatan.
6.      Teracher as evaluator
Sebaik apapun pembelajaran, pasti ada kelemahan yang perlu dibenahi ddan disempurnakan. Disinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini guru bisa menggunakan banyak cara, dengfan merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lenih objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain, dan murid-muridnya. Khusus untuk para murid, guru bisa menggunakn bahasa lisan, namun lebih objektif kalau menggunakan tulisan dengan menggunakan questioner berupa pertanyaan-pertanyaan kritis dalam lembar khusus yang berisi masukan bebas dengan tanpa identitas muridnya.
Disinilah diperlukan jiwa besar guru dalm menerima segala bentuk kritikan dari murid-muridnya, tidak semosional. Justrru semua masukan dan kritikan itu dijadikan sebagai media evaluasi untuk pembenahan diri.
Selain itu guru juga dituntut untuk mampu menjadi guru yang ideal dan inovatif, dan mempunyai sikap disiplin yang tinggi, karena dengan kemampuan dan sikap tersebut maka seorang guru akan mampu membentuk pribadi para peserta didik menjadi lebih meningkatkan keinginan belajar mereka didalam kelas, dan mampu menjadi pribadi pelajar yang bersikap lebih baik dalam masyarakatnya. Berikut adalah kiat menjadi guru yang ideal dan inovatif:
1.      Menguasai materi pelajaran yang mendalam
Ini merupakan syarat utama menjadi guru yang ideal. Denagn menguasai materi, kepercayaan diri terbangun dengan baik, tidak ada rasa was-was, ,dan bimbang terhadap pertanyaan murid. Dengan konteks ini, sudah seharusnya guru mengajar materi sesuai dengan eahliannya sebagaimana pepatah “the right man on the right place”, manusia yang benar berada ditempat yang benar.
2.      Mempunyai wawasan yang luas
Sebagai contoh adalah KH. Ahmad Mu’adz Thohir, beliau mengajarkan ilmu psikolog di perguruan tinggi Matholi’ul Falah, Kajen, Pati. Beliau sering diundang mengisis acara ceramah, diskusi, seminar, dan sejenisnya, ketika mengajar, materi diajharkan dengan sistematis dan efektif. Wawasan yang luas membuat para siswa semakin penasaran terhadap keterangan beliau. Pengalamannya diberbagai forum ilmiah dan organisasi lintas sektoral sering disampaikan kepada murid-muridnya, sehingga antusiasme mereka semakin membara. Bacaan yang kuat, mobilitas yang tinggi, dan relasi sosial yang luas membutnya energik, terbuka, dan pemikirannya luas. Gagasan-gagasan sering terlalu maju, namun menarik dan selalu segar dikonsimsi siswa.
Cara mengemas materi dan menjelaskannya yang santai, dan penuh variasi membuatnya bebas mengirim umpan dan kail kepada anak didiknya supaya mereka bertanya dan beliau menjawab dengan memuaskan atau terlempar kepada murid yang lain untuk menjawab.
3.      Komunikatif
Guru yang suka menyapa dan memperhatikan kondisi muridnya lebih diterima dari pada guru yang yang egois, yang datng hanya untuk menerangkan pelajaran. Ia tidak mau peduli persoalan anak didiknya. Yang penting ia datang mengajar sampai batas waktu yang ditentukan.
Salah satu guru yang komunikatif adalah K.H. Ali Fatah Ya’qub. Cara beliau mengajar sangat ramah, suka suka menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan murid. Di luar mengajar belaiu malah lebih akrab, seperti tidak ada jarak antara guru dan murid.
Murid akan merasa senang jika disapa oleh gurunya. Ia juga kagum dengan guru semacam ini. Efek positifnya, murid-murid akan senang diajar guru tersebut. Ada keakraban perasaan saling menyayangi dan mengasihi. Keterlibatan emosi ini sangat penting sehingga aspek lahir batin siswa dapat diarahkan oleh guru.
4.      Dialogis
Ingat, tugas guru tidak hanya mengajar tetapi juga menggali potensi besar yang dimiliki oleh muridnya. Tugas ini sangat sulit terlaksana jika dalam mengajar, seorang guru hanya mengandalkan metode ceramah, sekadar memberikan materi an sich, tanpa ada ruang dialog. Oleh karena itu, dalam metode dialog interaktif ini, guru tidak boleh merasa paling benar, paling pintar dan paling tahu segalanya.
5.      Menggabungkan teori dan praktik
Praktik sangat diperlukan sebagai media menburunkan, mengendapkan dan meletakkan pemahaman. Materi pada otak anak didik, praktik bisa dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan atau sekedar ke laboratorium.
Dengan praktik, ilmu akan berkembang dengan pesat. Anak-anakpun terlatih untuk menerapkan ilmu yang dipelajari. Dari sisnilah anak akan mengevaluasi pemahamannya terhadap materi yang diajarkan. Dan hal ini akan mendorongnya untuk mendengarkan dan berusaha memahami keterangan gurunya.
6.      Berharap
Belajar ilmu adalah bertahap, dari satu dua dan seterusnya. Bertahap ini meniscayakan pentingnya materi yang disampaikan harus urut, tidak meloncat-loncat. Dalam konteks ini, ketika mengajar seorang guru harus bersikap arif dan bijakasana. Jangan memberikan semua pengalaman dan ilmu kepada anak didik dalam satu kesempatan. Berilah sedikit demi sedikit apa agar anak didik bisa menerimanya dengan baik. Sebab, jika diberikan sekaligus akan cepat hilang.
7.      Mempunyai variasi pendekatan
Dalam satu kesempatan seorang guru bisa menggunakan pendekatan ceramah. Di lain kesempatan, dia juga bisa menggunakan pendekatan dialogis interaktif, atau juga bisa menggabungkan teori monoligis dan dialogis dalam satu kesempatan. Seperti micro teaching, club duscussion, small groups dan student categrories sebaiknya perlu dicoba.
8.      Tidak memalingkan materi pelajaran
Seorang guru harus membuat rencana pembelajaran, target pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Hal-hal tersebut bisa digunakan sebagi ukuran dan pengingat kelalaian yang bisa datang sewaktu-waktu secara tidak terduga. Manusia tetap manusia yang terkadang melakukan kesalahan.
9.      Tidak perlu menekankan dan memaksa.
Guru yang memiliki tipe seperti ini adalah KH. Nurhadi Kajen, Pati. Beliau ketika mengajar selalu santai, teratur, dan sangat ramah. Tidak memaksa murid. Dengan pendekatan psikologis yang hebat, beliau mampu menggugah dan menancapkan cita-cita besar pada anak didiknya. Konsistensi, kearifan, dan kebijaksanannya dalam mendidik murid membuatnya menjadi figur yang melekat pada siswa-siswanya.
10.  Humoris tapi serius
Humir bukan tujuan, sekedar alat menyegarkan fikiran dan menghilangkan kepenatan berfikir. Dengan waktu pengajaran yang sangat lama, tentu beban fikiran pada pelajaran-pelajaran akhir sangat berat. Disinalah peran guru  dalam mengatur irama, ritme, dan menghilangkan beban pelajar anak didik diperlukan. Seorang guru dapat memberikan humor-humor yang mendidik yang dapat menggugah semangat belajar, memberikan motivasi dan inspirasi pada siswa agar mempunyai cita-cita tinggi.  
Sungguh tugas dan amanat yang sangat berat yang diemban oleh para pendidik. Bukan hanya pandai dalam suatu bidang ilmu, tapi juga harus mampu mengakltualisasikan segala bentuk syarat dan kewajibannya. Belum lagi sebuah masalah yang sangat sudah menjadi tradisi bagi para pendidik saat ini, yaitu ketidaksiplinannya dalam mengembankan tugas dan amanatnya.
Menanggapi masalah tersebut, alangkah baiknya jika kita melihat kepada sosok guru yang sangat kharismatik yaitu KH. MA Sahal Mahfudz (alm). Ulama besar asal Kajen, Pati ini adalah sosok guru yang sangat disiplin menjalani hari-harinya. Waktunya tidur, makan, shalat, menerima tamu, dan mengajar ditentukan dengan tepat dan dijalankan dengan tepat pula.
Ketika mengajar, belaiu sudah datang terlebih dahulu sebelum waktunya tiba. Karena itu, ada rasa segan yang memancar dari wajah kiai ini berdampak kepada murid-muridnya. Ketika belaiu mengajar, murid-murid sudah datng pagi-pagi benar. Ia takut terlambat didahului oleh gurunya.
Keteladanan kiai besar seperti ini dalam hidup displin juga ditunjukkan dalam hal makan. Beliau selalu makan sesuai dengan jadwal waktu yang ditentukan. Beliau sangat menjaga kesehatan. Menurut beliau, salah satu tanda kebugaran fisiknya adalah disiplin makan, istirahat, dan beraktifitas, tidak memaksakan diri, dan mengorbankan diri sendiri. Hasilnya sungguh spektakuler. Belaiu tampil sebagai pemimpin puncak lembaga Nahdlatul Ulama, sebagai rais ‘Am; dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai Ketua Umum Pusat.
Semua penjelasan diatas merupakan sebuah gagasan penting yang harus dimiliki oleh seorang guru khususnya dan bagi para calon guru umumnya. Dan hal tersebut merupakan sebuah senjata bagi para pendidik dalam mnyelesaikan Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama khususnya.
Urgensi penanaman pendidikan karakter sejak dini
Secara harfiah karakter artinya “kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi”. Dalam kamus Psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relative tetap. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Dari uraian diatas sudah jelas bahwa pendidikan karakter sangat urgent dalam pelaksanaannya. karena pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good (suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga berakhlak mulia). Disinilah kelemahan bangsa kita dalam mengelola sumber daya manusianya. Peran para elit politik tidak mampu memberi pengaruh besar terhadap bangsa kita bahkan mereka sendiri yang merusak tatanan moral dinegara ini, kepentingan perut didahulukan kepentingan rakyat ditinggalkan, dan yang sangat memalukan lagi adalah ketika para anggota parlemen dari berbagai macam elit politik saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak sopan dalam sidang yang disiarkan langsung di seluruh negeri. Mengharapkan kemajuan untuk Negara kita seakan hanya jadi impian yang tak pernah sampai, bahkan kita hanya dijadikan sebagai kambing hitam yang dengan sangat mudah diperdaya oleh bangsa lain. Inilah potret kehidupan bangsa kita. Kemudain apakah kita sebagai penerus bangsa harus terus menerima takdir yang seperti ini? Maka dari sinilah timbul pentingnya penanaman pendidikan karakter sedini mungkin.
            Menanamkan ilmu pengetahuan sejak dini harus bersifat continue dan coherence demi terciptanya para generasi yang berkualitas. Karena menanamkan pendidikan karakter sedini mungkin merupakan kunci utama membangun bangsa. Bahkan akhir-akhir ini sudah banyak terbentuk lembaga-lembaga yang menawarkan sebuah pendidikan usia dini, seperti Play Group, PAUD, TK, dan sederajatnya. Lembaga-lembaga tersebut sudah banyak bermunculan dikalangan masyarakat kita. Semuanya bertujuan untuk mendidik anak usia dini agar mampu menanamkan karakter yang bermoral dalam ruang lingkup berakhlak mulia, karakter jiwa sosial dengan berinteraksi sesama teman, karakter pemahaman tentang agama dari dasar, dan lain sebagainya. Bahkan dalam agam kita pun sudah ditetapkan dalam hadist, “Uthlubul Ilma minal mahdi ila lahdi” yang berarti carilah ilmu dari mulai lahir sampai liang lahat. Inilah yang harus menjadi pedoman bagi kita semua para calon pendidik agar senantiasa peduli terhadap para generasi masa depan bangsa.
Konflik Agama
Ditinjau dari berbagai macam bahasa, agama memiliki arti:
1.      Agama berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti ‘tradisi’.
2.      Dalam bahasa latin, agama adalah hubungan antara manusia dengan manusia super(Srrvius)
3.      Dalam bahasa Eropa, agama adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai hanya dengan tenaga akal dan pendidikan saja.
4.      Dalam bahasa Arab, agama adalah din, yang artinya:
-          Takut dan setia
-          Paksaan
-          Tekanan
-          Perendahan diri
-          Pemerintahan
-          Kekuasaan
-          Siasat
-          Balsan
-          Adat
-          Pengalaman hidup
-          Perhitungan amal
-          Hujan yang tidak tetap turunnya
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas bahwa, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam penegrtian agama terdapat tiga unsur, ialah manusia, penghambaan, dan Tuhan.
Sebagai manusia yang berada pada suatu negara yang mempunyai dasar pancasila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dituntut untuk selalu hidup rukun anatar suatu penganut agama dengan penganut agama yang lainnya. Namun hal seperti ini merupakan sebuah komitmen yang sangat sulit dijalani.
Selama hampir tiga dekade, Abudrrahman menulis mengenai perlunya toleransi dan saling pemahaman antar umat beragama. Abdurrahman secara tegas menolak segala bentuk prasangka, intoleransi, dan kekerasa. Tahun-tahun terakhir avad ke-20 Indonesia doiwarnai oleh kekerasan, baik kekerasan etnik maupun keagamaan. Babak akhir rezim soeharto dihiasi, tentu tidak secara terus menerus, oleh pecahnya kekerasan anatar komunitas yang agaknya mengandung perseteruan unsur etnik dan agama. Suatu keharusan untuk merefleksikan respons Badurrhaman terhadap persitiwa-peristiwa tersebut ketika ia menjabat sebagai ketua NU. Ia secara konsisten memberi sumbangan yang sangat berarti untuk meredakan ketegangan dilapangan dan mendorong masyarakat untuk menyelenggarakan dialog dan penguatan hubungan sehingga kekerasan dapat dihentikan dan tidak muncul kembali. Hal ini sangat jelas misalnya dalam kasus pembakaran Gereja di Situbindo pada tahun 1996 dan lebih jelas lagi dalam peristiwa pembunuhan besar-besaran di Banyuwangi, Jawa Timur 1998.
Sementara sebagian besar kekerasan yang terjadi di Indonesia selam tahun terakhir dikatakan spontan dan disebabkan secar mendasar karena situasi Ekonomi dan sosial yang serba sulit dan bercampur dengan ketegangan, agaknya tidak demikian halnya dengan kasus Banyuwangi pembunuhan yang konon dilakukan para ninja berpakaian hitam-hitam itu telah memakan korban kurang lebih 200 orang. Bukti anekdotal disekitar lokasi pembantaian yang berlangsung selama berbulan-bulan pada paruh kedua tahun 1998 itu menegaskan bahwa orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan ini memiliki pendidikan militer dan terorganisir dengan baik. Lebih dari itu, ada bukti kuat bahwa siapapun yang berada dibalik pembunuhan ini pasti menginginkan kerusuhan sosial dimasyarakat. Sangat penting untuk dicatat bahwa sebagian besar korban peristiwa itu adalah anggota NU yang mempunyai kedudukan sebagai ulama atau pemimpin NU di daerah mereka.
Respon Abdurrohman dalam pembunuhan ini adalah dengan mengunjungi Banyuwangi dan mendorong para tokoh agama lokal untuk menahan diri dari godaan untuk merespon kekerasan ini dengan kekerasan. ‘ siapapun dibalik pembunuhan ini’, katanya, ‘agaknya mengharapkan kita merespon kemarahan mereka dengan kemarahan. Oleh karenanya mereka menggunakan target para ulama. Sadar akan hal ini’. Dia melanjutkan,’kita arus menaksir provokasi ini dengan tetap mengkampanyekan perdamaian’. Mudah dibayangkan bahwa pembantaian banyuwangi dapat membangkitkan kesusahan yang berskala luas karena teror itu telah melahirkan kekerasan kengerian, dan tekanan pada titik maksimum bagai masyarakat tyang mengalaminya. Bagi masyarakat tidak merespon dengan kekerasan adalah kredit poin bagi masyarakat ini dan kepemimpinan NU secara keseluruhan, termasuk otoritas Abdurrahman Wahid.
Dengan ini sudah jelas bahwa dalam permasalahan konflik antar Agama alangkah baiknya kita menengok sosok yang pernah memimpin kita yaitu Abdurrahman Wahid yang senantiasa menjunjung tinggi pluralisme dalam menjalani hidup beragama.

1.      Wahyu, Ramdani. 2008. “Ilmu Budaya Dasar”. Bandung: Pustaka Setia
2.      Samani, Jamal Ma’nur.2012.”Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif”.Jogjakarta: Diva Press
3.      Suaedy, Ahmad. 2010.”Gila Gus Dur”. Jogjakarta: PT LKIS Printing Cemerlang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic