ChapterReview
1
Indonesia sudah 68 tahun merdeka,
tapi tingkat pendidikan dan kesenjangan sosialnya masih belum merata. Hal ini
berbanding terbalik dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan batang tubuhnya
yang memberikan jaminan hukum tertulis untuk terbentuknya sebuah masyarakat
yang berperadaban.
Dalam UUD 1945 terdapat kata-kata
“Mencerdaskan kehidupan bangsa, Meningkatkan kesejahteraan rakyat”. Tapi
kenyataannya di Indonesia masih banyak sekali kemiskinan, kelaparan, korupsi
dan bahkan dari segi pendidikan orang tua siswa, Indonesia menempati tempat
paling rendah (46%) dibanding dengan negara-negara lain. Hal ini menunjukan
bahwa Indonesia belum benar-benar merdeka.
Ciri-ciri Bangsa yang Cerdas:
1. Dalam
kehidupan sosial budaya, berjiwa kreatif.
2. Mantapnya
tatanan kehidupan sosial politik yang demokratis.
3. Terbentuknya
struktur kehidupan sosial ekonomi yang adil dan merata.
Jadi
Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara lain. Selain dari
faktor-faktor diatas literasi Indonesia
seperti, membaca dan menulis masih sangat lemah dan kurang sekali. Sedangkan,
literasi seseorang tampak dalam keterampilan membaca, menulis, menghitung dan
berbicara atau berbahasa.
Bahasa
adalah salah satu bagian terpenting bagi manusia karena dengan bahasa
orang-orang dapat berkomunikasi dan berhubungan antar suku yang memiliki bahasa
sendiri-sendiri. Bahasa itu sangat sangat pentinguntuk makhluk hidup karena
dimanapun kita tinggal pasti m,enggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bagi
mayoritas penduduk, bahasa Indonesiaadalah bahasa kedua karena bangsa Indonesia
menggunakan berbagai ragam bahasa daerah, seperti Sunda, Jawa, Bali, Batak,
Madura, Aceh, Minahasa dan sebagainya.
Fungsi
Bahasa (Language Function):
Dalam
bahasa Indonesia, fungsi bahasa dibagi menjadi dua yaitu :
1. Sebagai
bahasa Nasional, berfungsi
-lambang kebangsaan
nasional
-lambang identitas
nasional
-alat pemersatu
bangasa, dan
-alat penghubung antar
daerah dan antar budaya.
2. Sebagai
bahasa Negara, berfungsi
-bahasa resmi negara
-bahasa pengantar
didalam dunia pendidikan
-alat penghubung pada
tingkat nasional.
Jadi dengan adanya perbedaan bahasa
itu tidak menjadi penghalang untuk berkomunikasi karena Indonesia disatukan
dalam bahasa pemersatu (bahasa Nasional) yaitu bahasa Indonesia. Begitupun
dengan menulis membutuhkan unsur bahasa didalamnya. Menulis akademik adalah
bagian dari literasi yang harus dikuasai oleh para calon sarjana. Di Indonesia
menulis akademik dijadikan sebagai ajang untuk mengasah kemampuan dan keteampilan
menulis.
Zaman akan terus berkembang dan berkembang, semua orang harus memiliki
literasi tingkat dunia. Literasi tingkat ini bergantung pada dua hal,
yaitu penguasaan teknologi informasi
(ITC literacy) dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi. Dengan
adanya literasi tingkat dunia ini membuat penduduk sadar untuk lebih
meningkatkan pemahaman tentang ilmu pengetahuan. Meskipun teknologi sekarang
mudah diakses seiring dengan perkembangan zaman tapi siswa Indonesia masih jauh
tertinggal oleh siswa-siswa negara lain. Artinya pendidikan Nasional kita belum
berhasil menciptakan warga negara literat yang siap bersaing dengan sejawatnya
dari kalangan negara lain. Tapi ini
wajar karena negara-negara lain sudah maju dan berkembang, sedangkan Indonesia
dilihat dari pendapatan per kapita, pendidikan orang tua, fasilitas belajar,
lama belajar dan sebagainya. Masih belum memadai. Sedangkan di Amerika,
misalnya sejak jenjang pendidikan dini, anak sudah di perkenalkan dengan konsep
buku dan berdialog dengan teks dan gambar. Di jenjang sekolah dasar, siswa dikondisikan untuk
belajar memperkarya kosa kata dan menumbuhkan daya analisis mereka menggunakan
bacaan berjenjang (leveled reading) yang disesuaikan dengan tingkat kognitif
dan kematangan mereka. Ditingkat menengah, siswa akan terbiasa mendiskusikan
buku beragam genre dan teks beragam bentuk. Pada akhirnya, keterbiasaan dengan
buku akan menumbuhkan cinta mereka terhadap membaca.
Menulis sangat bergantung pada
kemampuan membaca. Tanpa kegiatan membaca banyak orang sulit menjadi penulis.
Namun, membaca juga tidak menjamin orang rajin menulis. Di Indonesia hanya
tercatat 2% siswa yang berprestasi membacanya masuk katagori membacanya sangat
tinggi, 19% masuk kedalam katagori menengah dan 55% masuk kedalam katagori
rendah. Artinya 45% siswa Indonesia tidak dapat mencapai skor 400. Sehingga
Indonesia menempati urutan ke-5 dari bawah. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia
mempunyai literasi yang masih sangat lemah.
Untuk menjadi literat pada zaman
sekarang, orang tidak cukup mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks
alfabetis, melainkan juga harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks
cetak, visual dan digital. Literasi membekali manusia dengan kemampuan menjadi
warga negara yang efektif, yaitu warga negara yang mampu mengubah diri,
menggali potensi diri, serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan
masyarakat.
Tujuan pengajaran bahasa adalah
untuk menjadikan siswa mampu berkomunikasi dalam target, mulai dari komunkasi
terbatas sampai dengan komunikasi spontan dan alami. Dalam komunkasi manusia
tidak sekedar memproduksi ungkapan yang komunikatif tetapi komunikasi pun harus
bernalar. Seperti halnya berpikir kritis atau kreatif.
Penelitian Setiadi (2010) menemukan kenyataan sebagai berikut :
1. Dalam pembelajaran
membaca dan menulis, para guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku
paket untuk materi ajar dan metodologi mengajarnya.
Di Indonesia pengajaran pembelajaran sangat tergantung kepada buku paket atau
LKS. Dalam proses pembelajaran lebih sering menggunakan LKS, sehingga siswa
tidak bisa menulis berupa uraian atau essay karena mereka terbiasa menjawab
pilihan ganda. LKS atau buku paket ini disalah artikan, sebenarnya LKS
digunakan untuk dirumah sebagai panduan untuk belajar, tapi kenyataanya LKS
atau buku paket digunakan untuk pembelajaran di sekolah.
2. Pemodelan dalam
kegiatan membaca dan menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru.
Guru hanya memberikan tugas dan tugas. Mereka tidak mengajarkan tentang
bagaimana menulis yang baik.
3.
Walaupun
kualifikasi akademik para guru memadai, mereka tidak mendapatkan pelatihan yang
memadai dalam kegiatan mereka mengelola kelas.
Mereka memerlukan pelatihan
tambahan untuk meningkatkan kerja
mereka.
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal adalah situs pertama untuk membangun literasi yang pada umumnya disokong oleh
pemerintah dengan menggunakan dana publik, dan dengan demikian mudah
diintervensi oleh berbagai kebijakan, inovasi dan preogram uji coba pemerintah.
Karena itu wajar jika proses dan hasil pembelajaran bahasa di sekolah sering
dijadikan rujukan dalam upaya mengukur tingkat literasi.
Literasi
tidak sederhana sekedar menguasai alfabet atau sekedar mengerti hubungan antara
bunyi dengan simbol tulisannya, tetapi simbol itu juga difungsikan secara
bernalar dalam konteks sosial. Dan kualitas literasi berkembang seiring dengan
kematangan diri. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi tingkat literasi
seseorang. Jika, pendidikannya berkualitas tinggi maka menghasilkan literasi
yang berkualitas tinggi pula.
Kesimpulan:
Literasi
tidak hanya berisi kemampuan Baca-Tulis, tapi juga berkaitan dengan pendidikan,
pengetahuan, teknologi serta mampu memanfaatkan kekayaan budaya dan daya guna
media. Untuk menjadikan masyarakat Indonesia yang sehat dan kuat, serta
memiliki cita-cita untuk membangun negara sebagaimana yang dicita-citakan dalam
Undan-Undang Dasar (UUD) 1945, kita harus lebih meningkatkan kemampuan dan
keterampilan literasi di Indonesia. Supaya tidak tertinggal oleh negara lain
yang maju dan berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic