Pada teks wacana
satu yang berjudul “Bukan Bangsa Penulis” ini, penulis sangat prihatin mengenai
Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia tentang membuat karya ilmiah. Menurutnya,
Drijen Pendidikan Tinggi Swasta adalah orang pertama yang bertanggung jawab
untuk mengawal publikasi ilmiah dikalanga perguruan tinggi. Ia merasa kesal dan
jengkel, karena mayoritas atau sebagian dari mahasiswa yang sarjana lulusan
perguruan tinggi banyak yang tidak bisa menulis. Jangankan mahasiswa, dari
sebagian dosennya pun banyak yang belum bisa menulis. Nah, ini juga salah satu kasus
yang harus segera diperbaiki lagi.
Dari wacana
tersebut, Indonesia itu masih tertinggal disbanding dengan Negara Malaysia.
Kalau rata-rata terbitan buku di Indonesia sekarang sekitar delapan ribu
pertahun, maka Indonesian harus bisa menerbitkan buku sepuluh kali lipat dari
sebelumnya. Yaitu, delapan puluh ribu pertahunnya, jika untuk bisa mengimbangi
Negara Malaysia.
Skripsi, tesis dan
disertasi adalah salah satu contoh genre tulisan akademik (academic writing).
Dengan menulis skripsi, mahasiswa akan belajar akademik, dengan menulis tesis, mahasiswa
belajar meneliti, dan dengan disertasi, mahasiswa akan membangun teori atau
rumus baru. Ketiga-tiganya itu akan melaporkan hasil telaahan, pengamatan, atau
eksperimennya. Oleh karena itu dengan menulis skripsi, tesis maupun disesrtasi
itu merupakan salah satu cara untuk mengasah ketrampilan kita dalam menulis
akademik.
Berbeda dengan
Indonesia, semua perkuliahan di Perguruan Tinggi di Amerika Serikat,
mahasiswanya diwajibkan untuk menulis essai seperti laporan observasi,
ringkasan bab, dan lain sebagainya. Dengan tugas-tugas tersebut itu selalu
dikembangkan dengan komentar dosennya, sehingga nalar dan argument tulisan
mahasiswa betul-betul terasah. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban menulis
skripsi, tesis, maupun disertasi atau artikel jurnal lainnya. Dengan kata lain
kita harus membiasakan diri untuk menulis agar kemampuan menulis kita selalu
terasah. Dari penelitian krashen (1984) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
penulis produktif adalah mereka yang selama di sekolahnya banyak membaca,
berlangganan Koran atau majalah, dan di rumahnya itu terdapat perpustakaan. Itu
berarti untuk menjadi seorang penulis itu tidak mudah, yakni harus
banyak-banyaklah membaca buku dan juga melatih menulis (praktek menulis). Oleh
karena itu ada pepatah yang mengatakan bahwa “ A good writer is a good
reader”. Jadi tidak mungkin ada seorang penulis yang tidak suka membaca.
Dalam teks wacana
yang kedua ini lebih membahas mengenai masalah-masalah seorang pembaca. Harus
diakui bahwa sebagian besar dari kita, banyak orang yang membaca, tetapi mereka
tidak faham dan mengerti dengan apa yang mereka baca. Hal itu bukanlah suatu
permasalahan yang baru muncul, namun sudah ada dari dulu. Teks tersebut
menyebutkan beberapa alas an-alasan terkait dengan pertanyaan “ jika anda tidak
memahami teks yang anda baca, apa alasannya? Bukan hanya itu, beberapa pendapat
orang lain mengenai jawaban dari pertanyaan di atas tersebut.
Di bawah ini
adalah alasan-alasannya yaitu, kurang konsentrasi ketika membaca, tidak
memiliki latar belakang pengetahuan yang sama dengan penulis, bahasa dari
seorang penulis sangat tinggi, sehingga saya tidak memahami apa tujuan atau
makna dari buku tersebut, dan lain sebagainya.
Antara pembaca dan penulis itu lebih unggul dari penulis dibandingkan
membaca. Karena jika ada seorang yang sedang menulis, itu sudah pasti dengan
membaca. Sedangkan jika ada seorang yang sedang membaca, itu belum tentu bisa
menulis. Ada istilah mengungkapkan “menulis sudah pasti membaca, sedangkan
membaca belum tentu menulis.”
Bagi mereka
pembaca yang membaca buku atau lainnya, namun ia tidak memahami apa isi buku
tersebut, kemudian si pembaca itu mengulangnya untuk membaca kembali, maka ia
disebut dengan pembaca pasif. Ada beberapa hal mengenai bagaimana pendidikan
bahasa terjadi di Negara ini, antara lain:
a.
Pendekatan
koneksi membaca menulis percaya bahwa tingkat membaca anda menentukan
kekuatan tulisan anda. Karena pengetahuan terakumulasi melalui membaca,
sementara menulis adalah menuangkan atau mencurahkan pengetahuan atau
pengalaman tersebut ke dalam kertas (berbentuk tulisan).
b.
Pendidikan
bahasa kami telah menghasilkan membaca berorientasi dari pada menulis.
c.
Membaca
berorientasi siswa tidak akan terjadi intelektual menulis.
Berorientasi,terlepas dari keahlian mereka masing-masing. Itu berarti bukan
hanya menulis yang butuh kejelian, ketepatan, focus dan hati-hati. Agar supaya
kita terlatih dalam bidang membaca dan menulis.
Pembaca dan penulis sebagai
seseorang yang telah mengenal dengan yang namanya belajar dan mengajar.
Mmungkin kata menulis tidak bisa dipisahkan oleh membaca, dan kata belajar
tidak bisa dipisahkan oleh mengajar. Karena antara satu sama lainnya itu saling
berkaitan.
Kita semua berbagi tanggungjawab
mengenai meningkatkan kualitas pemikiran kritis di negara ini bahwa banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis dan membaca teks akademis, baik
tertulis dalam bahasa Indonesia atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
atau disajikan kepada mereka dalam bahasa inggris, pasti tak terbantahkan.
Menurut pandangan saya, dari semua
wacana atau teks tersebut semuanya membahas mengenai membaca dan menulis atau
penulis dan pembaca. Pokoknya pembahasan ketiga wacana tersebut tidak jauh dari
topic mengenai menulis dan membaca.
Dalam kehidupan sehari-hari saja,
menulis dan membaca itu penting, apalagi bagi orang yang menuntut ilmu baik di
sekolah-sekolah, maupun diperguruan tinggi, tentu saja kita sebagai mahasisawa
dituntut untuk berlatih membuat makalah-makalah dan tugas-tugas lainnya.
Seperti membuat skripsi untuk jenjang S1, tesis untuk jenjang S2, dan disertasi
untuk jenjang S3.
Dari pembahasan
ketiga wacana tersebut menjelaskan bahwa membaca dan menulis itu sangatlah
penting. Oleh karena itu, pendekatan koneksi membaca dan penulis bahwa tingkat
membaca akan menentukan kekuatan tulisan anda sendiri. Menulis itu susah,
apabiala kita tidak terbiasa menulis. Kalau kita sudah terbiasa menulis, maka
itu akan terasa mudah. Jadi, biasakanlah dalam membaca dan menulis, agar
menulis terasa mudah untuk dilakukan setiap waktu di manapun dan kapanpun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic