APPETIZER
Menulis dan menulis. Mungkin kita sudah belajar menulis sejak SD atau
bahkan sejak TK. Tapi menulis ketika SD dengan menulis ketika di perkuliahan
atau kampus jelaslah berbeda. Bedanya ketika di SD kita diajarkan tata cara
menulis huruf yang baik dan benar. Tapi di perkuliahan ini bukankah para
mahasiswa sudah pandai menggoyangkan pena diatas kertas?
Sebagai
mahasiswa, sekarang ini bukan saatnya lagi belajar menulis yang tidak hanya
sekedar menulis, memainkan pena diats kertas, melukiskan kisah di masa lalu,
ataupun sebagainya. Sekarang ini saatnya untuk lebih berfikir bagaimana membuat
tulisan yang bisa memperbaharui pengetahuan kita. Ketika kita menulis, otomatis
kita dituntut untuk lebih aktif berfikir dan beranalisis. Secara tidak langsung
jika kita ingin menulis tentu kita harus mencari ide, inspirasi atau referensi
agar dapat memproduksi sebuah tulisan yang baik. Dengan itulah secara tidak
langsung menulis dapat mempertajam daya fikir dan analisis kita.
Dalam
tiga teks yang sudah di baca [(bukan) bangsa penulis, powerful writers versus
the helpless readers, dan learning and teaching process: more about readers and
writers] memiliki kesamaan pada intinya yaitu tentang writing. Pada teks
pertama yang berjudul (bukan) bangsa penulis dijelaskan bahwa negara Indonesia
ini tertinggal oleh negara tetangga yaitu Malaysia. Selain unggul dalam hal
pamor, ternyata Malaysia juga unggul dalam karya ilmiah. Sekarang jumlah karya
ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia secara total masih sangat rendah jika di
bandingkan dengan karya ilmiah Malaysia, yakni sekitar sepertujuh. Sekarang ini
Indonesia hanya mampu memproduksi delapan ribu judul karya ilmiah, dan bila
Indonesia ingin mengimbangi jumlah karya ilmiah di Malaysia maka Indonesia
harus mampu memproduksi sepuluh kali lipat atau delapan puluh ribu karya
ilmiah. Menurut saya, itu bukanlah hal yang tidak mungkin bagi Indonesia karena
Indonesia selain memiliki populasi penduduk yang tinggi, tidak bisa di pungkiri
juga bahwa pelajar-pelajar Indonesia itu sebenarnya memiliki kemampuan diatas
rata-rata, buktinya banyak para pelajar Indonesia di tarik oleh perusahaan
milik orang luar dan bekerja di negaranya setelah mereka lulus. Itu berarti
para pelajar Indonesia memang diakui kepandaiannya oleh bangsa asing. Hanya
saja pemerintah Indonesia kurang peka terhadap hal tersebut, termasuk masalah
menulis. Sebenarnya para pelajar Indonesia itu bisa dikatakan mampu untuk
menulis, hanya saja orang-orang Indonesia kebanyakan tidak menyadari bahwa
menulis itu merupakan hal yang sangat penting dan akan bermanfaat bagi dirinya
dan untuk orang lain.
Jika
melihat dari kasus diatas, sebenarnya para pelajar Indonesia itu tidak
membutuhkan ujian-ujian soal pilihan ganda seperti yang terdapat di UAN, UAS,
UTS dan sejenisnya, melainkan para pelajar Indonesia itu membutuhkan pengajaran
khusus tentang bagaimana menulis yang baik dan akan menghasilkan tulisan yang
luar biasa. Itu akan lebih baik dan tentunya akan bisa mengimbangi karya ilmiah
di negara tetangga. Selain itu para pelajar juga di harapkan untuk banyak
membaca karya sastra dan bisa mencintai karya sastra. Dengan begitu akan lebih
membuat para pelajar lebih terampil dalam menulis. Itu merupakan tugas yang
berat bagi para pengajar di sekolah-sekolah atau para dosen di kampus.
Terkadang
ketika kita membaca suatu teks kita malah bertanya pada diri sendiri sebenarnya
apa isi dari teksnya, apa yang ingin di sampaikan oleh penulis atau terkadang
kita menganggap bahasa yang digunakan si penulis itu terlalu tinggi sehingga
isi dari tulisannya tidak bisa sampai kepada para pembaca. Itu bisa terjadi di
karenakan faktor kurangnya konsentrasi ketika membaca. Maka dari itu kita harus
lebih berusaha untuk konsentrasi ketika membaca agar tidak membaca
berulang-ulang dan menghabiskan waktu. Tapi di sisi lain seorang penulis juga
harus mempertimbangkan bahasa yang seperti apa yang yang cocok digunakan, maka
dari itu si penulis harus menentukan tujuan untuk siapa tulisan itu dibuat agar
tidak terjadi powerful writers versus helpless readers.
Pendekatan
koneksi membaca-menulis percaya bahwa tingkat membaca kita menentukan kekuatan
tulisan kita. Pengetahuan terakumulasi melalui membaca, sementara menulis
adalah menempatkan pengetahuan kedalam kertas. Siswa harus di latih untuk
berbagi pengalaman mereka dengan segera ke dalam tulisan. Menurut saya itu
memanglah benar karena saya sendiri sering mengalaminya. Ketika saya di minta
untuk menulis sebuah tulisan, saya merasa tulisan saya kalah jauh dengan
tulisan teman saya. Tentunya penyebabnya adalah dia sangat menyukai kegiatan
membaca dan memiliki pengetahuan yang luas, sementara saya dengan kurangnya
pengetahuan tulisan sayapun terasa kurang menarik. Berarti memang benar bahwa
kemampuan membaca seseorang akan mempengaruhi kemampuan menulisnya.
Seperti
yang tertera pada teks ketiga (learning and teaching process: more about
readers and writers) bahwa penggunaan kurikulum di sekolah sebaiknya di
hindari. Guru-guru di paksa untuk mengikuti kurikulum padahal itu semua akan
merugikan perkembangan pemikiran kritis dan kompetensi bahasa. Sebaiknya
guru-guru di sekolah itu lebih memperhatikan kebutuhan murid-muridnya meskipun
tidak sesuai dengan silabus karena bagaimanapun tujuan utamanya adalah untuk
mencerdaskan anak-anak Indonesia, bukan melakukan apa yang tertulis di silabus.
Teks
ketiga ini juga memiliki hubungan langsung dengan teks kedua yang berjudul
powerful writers versus helpless readers, agar tidak terjadi hal seperti itu,
saya fikir benar bahwa menulis memaksa para penulis untuk merefleksikan pilihan
kata, kontruksi kalimat, urutan dimana mereka di letakan bersama-sama, hubungan
antara satu dengan yang lainnya, unsur-unsur dari sepotong teks tertulis.
Jadi
kesimpulannya yaitu ketiga teks tersebut memiliki kesamaan yaitu pada intinya
yang menekankan tentang writing dan reading. Jangan fikir menulis itu mudah.
Selain harus memikirkan kata-kata yang tepat, penulis juga harus
mempertimbangkan apakah konsep yang akan digunakan. Jangan sampai terjadi
seperti pada teks kedua Powerful writers versus the helpless readers. Seorang
penulis juga harus mampu menyeimbangkan
antara tulisan yang di tulis dan para pembaca. Menulis itu kerja keabadian.
Saya pernah membaca sebuah tulisan yang di dalamnya terdapat kalimat “tetesan
pena seorang penulis lebih mulia dari
tetesan darah syuhada”. Berarti seorang penulis itu memanglah luar biasa.
Menjadi seorang penulis itu tidaklah mudah dan tidaklah spontan. Segalanya
perlu proses dan kerja keras. Jangan berhenti bergerak, jangan berhenti mencari
ide dan inspirasi. Banyak hal yang bisa di tulis karena dunia ini begitu luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic