We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 20 Februari 2014

JALAN MENUJU REKAYASA LITERASI




Chapter Review 

Literasi baca-tulis di Indonesia masih sangat rendah. Ini terbukti dari tulisan-tulisan A. Chaedar Alwasilah, yang mana dalam tulisannya membahas tentang rendahnya literasi baca-tulis di Indonesia. Berikut ini penjelasan dari tulisan A. Chaedar Alwasilah yang berjudul “Rekayasa Literasi”.
Terdapat lima pendekatan dalam pengajaran bahasa asing, yaitu sebagai berikut:
1.      Pendekatan struktural dengan grammar translation methods
Pendekatan ini, meletakan fokus pembelajarannya pada penggunaan bahasa tulis dan tata bahasa. Dalam tata bahasa tradisional melatih siswa dalam mengidentifikasi jenis kata, unit sintaksis yang terdiri dari kata, frase, dan klausa, dan bagaimana kita menggabungkannya.
2.      Pendekatan audiolingual atau dengar-ucap (1940-1960)
Pendekatan ini, meletakan fokus pembahasnnya pada latihan dialog-dialog yang pendek untuk dipahami oleh siswa. Siswa akan berdialog dengan spontan saat berkomunikasi. Namun, pendekatan ini cenderung mengabaikan penguasaan bahasa tulis.
3.    Pendekatan kognitif dan transformatif sebagai implikasi dari teori-teori Syntactic Structure (Chomsky, 1957).
Pendekatan ini, meletakan fokus pembelajarannya pada potensi siswa dalam berbahasa dan kebutuhan lingkungannya.
4.     Pendekatan communicative competence yang tokoh-tokohnya, Hymes (1976) dan widdowson (1978).
Pendekatan ini merupakan pendekatan pengajaran bahasa. Tujuan dari pengajaran bahasa adalah membuat siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa target, dimulai dari komunikasi terbatas sampai dengan komunikasi spotan dan juga alami. Dalam berkomunikasi, kita harus bernalar. Pendekatan komunikatif sebenarnya kurang baik dalam dalam menjelaskan bentuk dan fungsi, sehingga lahirlah tata bahasa fungsional yang mana dikembangkan oleh Halliday (1985), Martin (2000), dan lain sebagainya.

Definisi Literasi
            Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Pada tingkat pendidikan dasar, kempampuan membaca dan menulis disebut cukup untuk siswa dalam menghadapi tantangan hidup. Sebenarnya, pendidikan dasar tidak cukup untuk siswa dengan hanya bergantung pada kemampuan membaca dan menulis saja, karena literasi adalah praktik kultural yang berhubungan dengan masalah sosial dan politik. Para pakar pendidikan berpaling pada pengertian baru tentang arti literasi dan pembelajarannya. Sehingga, terdapat beberapa ungkapan literasi komputer, literasi virtual, literasi IPA, matematika, dan lain-lain. Dari beberapa ungkapan tersebut.  Freebody dan Luke menawarkan model literasi sebagai memahami kode dalam teks, terlibat dalam memaknai teks, menggunakan teks secara fungsional, dan melakukan analisis dan mentransformasi teks secara kritis.  keempat literasi tersebut, dapat diambil point pentingya, yaitu memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.
            Definisi-definisi literasi dan makna dari literasi kini telah menyebar dan maknanya juga semakin luas. Terdapat tujuh dimensi yang saling terkait dalam literasi, yaitu:
Ø  Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional, dan internasional)
Literasi seseorang dapat disebut sebagai literasi lokal, nasional, regional, dan internasional, apabila tingkat pendidikan dan sosialnya tinggi.
Ø  Dimensi Bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb)
Pada dimensi bidang ini, literasi bangsa dapat dilihat melalui pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, dan militer.  Pendidikan yang memiliki kualitas yang tinggi, akan menghasilkan kualitas literasi yang tinggi pula.
Ø  Dimensi Keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Pada dimensi keterampilan ini, literasi seseorang akan muncul ketika dalam pembelajaran membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Setiap lulusan sarjana, tentunya dapat membaca. Akan tetapi, tidak semua lulusan sarjana mampu untuk menulis. Menulis merupakan sesuatu yang sulit, karena menulis itu tergatung pada pengalaman bacaan yang pernah kita baca.
Ø  Dimensi Fungsi (memecahkan persoalan, mendapat pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri)
Dalam dimensi fungsi ini, orang yang literat dalam memecahkan persoalan, mendapat pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, dan mengembangkan potensi diri, akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan, dan akan mudah untuk mencapai hidupnya.
Ø  Dimensi Media (teks, cetak, visual, digital)
Dalam dimensi media ini, kemampuan dalam membaca teks cetak, visual dan digital meruapakan perkembangan dari zaman. Penguasaan ilmu teknologi pun sangat penting, karena universitas yang hebat dilihat dari sejauh mana universitas tersebut diperbincangkan dalam dunia maya.
Ø  Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa)
Dalam dimensi jumlah ini terdapat beberapa hal, misalnya merujuk pada bahasa, variasi bahasa, media, dan sebagainya. Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Literasi bersifat relatif dalam kemampuan berkomunikasi. Kita mungkin komunikatif dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kita kurang mampu komunikatif dalam bahasa ibu. Begitupun juga dengan literasi.
Ø  Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional)
Dalam dimensi bahasa ini, terdapat literacy yang singular dan literacies yang plural. Hal ini dikarenakan mengacu pada dimensi monolingual, bilingual, dan multilingual.
Dari ketujuh dimensi diatas, terdapat 11 gagasan literasi yang menunjukan paradigma literasi, yaitu:
  • Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Dalam hidup bermasyarakat, difasilitasi oleh lembaga-lembaga sosial, misalnya RT, RW, DPR dan lain-lain.
  • Tingkat kefasihan relatif
Setiap interaksi memerlukan kefasihan berbahasa dan literasi yang berbeda.  Yang perlu dikuasai adalah kefasihan literasi minimal atau literasi yang diperlukan untuk memainkan peran fungsional dalam setiap interaksi.
·         Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Literasi membekali orang dalam mengembangkan potensi dirinya.  Penguasaan bahasa ibu merupakan alat untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar, yakni keluarga.  Pengetahuan merupakan tahap tinggi literasi yang membuat mahasiswa mengembangkan ilmu pengetahuan untuk memproduksi dan mereproduksi.
  • Standar dunia
Dalam persaingan global sekarangini, rujuk mutu dikembangkan ke tingkat internasional sehingga tingkat literasi suatu bangsa mudah dibandingkan dengan bangsa lainnya.
·         Warga masyarakat demokratis
Pendidikan seyogianya menghasilkan manusia literat, yakni manusia yang memiliki literasi memadai sebagai warga negara yang demokratis. 
  • Keragaman lokal
Manusia literat adalah manusia yang sadar akan keragaman bahasa dan budaya lokal dan manusia yang lokal membangun literasi dalam konteks lokalnya.
  • Hubungan global
Dampak dari teknologi komunikasi adalah semua orang yang merupakan warga dunia, dan   untuk bersaing di tingkat dunia, semua orang harus memiliki literasi tingkat dunia.
  • Kewarganegaraan yang efektif
Literasi membekali manusia menjadi warga negara yang efektif, yakni warga negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri, serta berkonstribusi bagi keluarga, lingkungan.
  • Bahasa Inggris ragam dunia
Bahasa Inggris kini dipelajari oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia.  Namun, karena setiap bangsa membangun literasi dalam bahasa etnis dan budaya lokal, bahasa Inggris mereka kental dengan kelokalan sehingga muncul berbagai macam bahasa Inggris.
  •  Kemampuan Berpikir Kritis
Literasi tidak hanya mengajarkan tentang membaca dan menulis, akan tetapi mengajarakan tentang berpikir kritis, serta menggunakan bahasa dengan fasih dan kritis. Dalam pengajaran bahasa, harus mengajarakan kemampuan berpikir kritis pada siswa.
  • Masyarakat Semiotik
Semiotik adalah ilmu tentang tanda. Budaya adalah sistem tanda. Untuk memaknai tanda, manusia harus menguasai literasi semiotik. Kita semua dalah praktisi semiotik. Menurut (Luke, 2003), setiap hari kita membaca dan bernegosiasi ihwal dunia simbol, dan mengonstruksi diri kita sendiri secara semiotik, dari cara kita berkomunikasi non-verbal sampai cara kita berpakaian.

Terdapat tujuh prinsip tentang pendidikan bahasa berbasis literasi, yaitu:
A.    Literasi adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
B.     Literasi meruapakan cakupan kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun lisan.
C.     Literasi merupakan kemampuan memecahkan sebuah masalah
D.    Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
E.     Literasi meruapakan kegiatan refleksi diri
F.      Literasi adalah hasil kolaborasi
G.    Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi

Rapor Merah Literasi Anak Negeri
Sejak tahun 1999, Indonesia mengikuti proyek penelitian dunia yang disebut dengan PIRLS, PISA, TIMSS dalam ajang mengukur literasi membaca, ilmu pengetahuan, dan matematika. Prestasi membaca siswa kelas IV Indonesia menduduki peringkat kelima dari bawah dengan skor 407 untuk semua siswa dan untuk perempuan 417 skor dan untuk laki-laki 398 skor. Jauh berbeda sekali dengan Rusia yang mendapatkan skor tertinggi, yaitu 565. Negara yang tingkat membacanya tinggi meruapakan negara yang memiliki pendapatan kapita dan indeks pembangunan yang tinggi.
Dalam tingkat literacy purposes (LP) dan informational purposes (IP), Indonesia termasuk negara tertinggi yang prestasi membaca LP nya lebih rendah ketimbang IP nya. 45% siswa Indonesia tidak dapat mencapai skor 400 dalam prestasi membacanya. Hanya 44% orang tua Indonesia yang terlibat dalam eraly literacy activities, yang mencakup membaca buku, bercerita, menyanyi, bermain huruf, bermain kata, dan membaca nyaring. Berdeda dengan Skotlandia yang memiliki 85%. Jadi, dalam ruang lingkup PIRLS skor prestasi mempaca 544 didapatkan oleh kelompok siswa yang orang tuannya lulusan universitas, dan skor 425 didapatkan oleh kelompok siswa yang orang tuannya tidak tamat SD.
Indonesia masih rendah tingkat literasinya, sehingga tingkat literasi siswa Indonesia masih ajuh tertinggal oleh siswa negara-negara lain. Itu artinya, negara Indonesia belum mampu menciptakan warga negara yang literat. Skor membaca siswa Indonesia merupakan skor yang rendah, jadi tidak menutup kemungkinan jika prestasi menulis siswa Indonesia pun rendah, karena prestasi menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca.
Dalam penelitiannya, Setiadi (2010) kenyataan bahwa dalam pembelajaran membaca dan menulis, para guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku paket untuk materi ajar dan metodologi mengajarnya, lalu pemodelan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru, dan walaupun kualifikasi akademik para guru sekolah memadai, mereka tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas. Mereka memerlukan pelatihan tambahan untuk meningkatkan unjuk kerja mereka. Hal ini perlu diperbaiki, karena unung tombak dan kunci utama kesuksean siswa bergantung pada guru yang profesional. Dengan kata lain, untuk membangun literasi bangsa, maka harus diawali dengan membangun guru yang profesional. Guru profesional dihasikan oleh lembaga pendidikan guru yang profesional pula.
Implementasi
Orang literat adalah orang yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi itu sendiri adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan. Menurut (Kucer, 2005: 293-4), terdapat empat dimensi perbaikan rekayasa literasi, yaitu lingustik atau fokus teks, kognitif atau fokus minda, sosiokultural atau fokus kelompok, dan perkembangan atau fokus pertumbuhan. Dalam pengajaran bahasa yang baik akan menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi secara serempak, yang menggunakan bahasa yang efektif dan efisien.
Empat dimensi (linguistik, kognitif, perkembangan, dan sosiolinguistik), dapat dimaknai sebagai berikut:
1)      Dimensi Pengetahuan Kebahasaan (fokus pada teks)
Membaca dan menulis memerlukan pengetahuan.  Dalam mengajarakn literasi mesti membekali mahasiswa dengan sistem bahasa untuk membangun makna, persamaan dan perbedaan bahas lisan dan tulis, serta ragam bahasa yang mencerminkan kelompok daerah, etnis, agama, status sosial, dan lain-lain.
2)      Dimensi Pengetahuan Kognitif (fokus pada minda)
Membaca dan menulis memerlukan pengetahuan dan keterampilan.
3)      Pengetahuan Perkembangan
Menjadi literasi itu adlah proses menjadi atau secara berangsur menguasai sejumlah pengetahuan.  Maknanya, perlu disadarkan bahwa berliterasi itu sebuah proses menjadi secara berkelanjutan yakni melalui pendidikan sepanjang hayat.
4)      Pengetahuan Sosiokultural
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan.  Maknanya, mengajarkan literasi itu mengajarkan sejumlah kepekaan tekstual dan kultural lintas kelompok dan lembaga.
Mengajarkan literasi pada intinya yaitu menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukan apresiasi terhadap sastra. Terdapat tiga paradigma dalam pembelajaran literasi, yaitu decoding, skill dan whole language (Kucer: 2000).
  • Paradigma decoding menyatakan bahwa grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi, dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa. Dengan kata lain, siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu tentang literasi, yaitu bagaimana memaknai kode bahasa. Makna tersebut disebut sebagai decoding. Dalam paradigma ini terdapat rumus : perkembangan literasi = belajar ihwal literasi - belajar literasi - belajar melalui literasi.
  • Paradigma keterampilan menyatakan bahwa penguasaan morfem dan kosakata adalah dasar untuk membaca. Sistem mofemik bahasa merupakan fokus pembelajaran yang diletakan pada penguasaan. Dalam paradigma ini terdapat rumus : perkembangan literasi = belajar ihwal literasi - belajar literasi - belajar melalui literasi.
  • Paradigma bahasa secara utuh merupakan paradigma yang menolak pembelajaran yang meletakkan fokus pada bagian atau serpihan bahasa. Dalam pengajaran bahasa, harus fokus terhadap pembelajaran makna, yaitu kegiatan yang mengajarkan makna secara utuh , yang tidak parsial. Paradigma ini menolak urutan : belajar ihwal literasi - belajar literasi - belajar melalui literasi. Paradigma ini mengajukan rumus sebagai berikut : perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi - belajar literasi - belajar ihwal literasi.
Perubahan paradigma pengajaran literasi, yaitu:
Ø  Bahasa adalah sistem struktur yang mandiri menjadi bahasa adalah fenomena sosial
Ø  Fokus pengajaran pada kalimat-kaliamat yang terisolasi menjadi fokus pada serpihan-serpihan kalimat yang saling terhubung
Ø  Berorientasi ke hasil menjadi berorientasi ke proses
Ø  Fokus pada teks sebagai display kosakata dan struktur tata bahasa menjadi fokus pada teks sebagai realisasi tindakan komunikasi
Ø  Mengajarkan norma-norma preskriptif dalam berbahasa menjadi perhatian pada variasi register dan gaya ujaran
Ø  Fokus pada penguasaan keterampilan secara terpisah (discriate) menjadi fokus pada ekspresi diri
Ø  Menekankan makna denotatif dalam konteksnya menjadi menekankan nilai komunikasi. Jadi, paradigma adalah cara pandang dan pemaknaan terhadap objek pandang. 

            Dari pembahasan materi “Rekayasa Literasi” tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca dan menulis di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Oleh karena itu, perlunya ada pembenahan dalam sistem pembelajaran dan pendidikan literasi di Indonesia. Pengertian literasi itu sendiri adalah kemampuan berbaca-tulis dan malah bagi sebagian orang literasi berkonotasi “general learnedness and familiarity with literature.” (Kern 2000). Artinya bahwa seorang literat itu tidak hanya berbaca-tulis, tetapi juga terdidik dan mengenal sastra. Sedangkan pengertian rekayasa literasi itu sendiri adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Oleh karena itu, pengajaran literasi dan rekayasa literasi sangat penting untuk pengajaran para peserta didik dan alangkah baiknya jika paradigma pengajaran di Indonesia perlu perubahan demi kemajuan bangsa dan kemajuan peserta didik dalam membaca dan menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic