We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 24 Februari 2014

faisal afif


 

Mengenai permasalahan pendidikan di Indonesia

Sebelum kita masuk dalam sesi mengenai permasalahan pendidikan dalam negri ini,terlebih dahulu kita ketahui definisi tentang pendidikan dan kegunaanya Pendidikan adalah aspek terpenting untuk sebuah kemajuan,entah itu pengetahuan umum,budaya,teknologi,bahkan sampai kepada pendidikan agama,dalam pelaksanaannya pendidikan umumnya di lakukan dengan mengadakan lembaga lembaga yang beruansa mendidik seperti sekolah,dan pendidikan dibagi menjadi 2 yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal pendidikan formal adalah pendidikan yang sudah dalam naungan akademik seperti SD,SMP,SMA pada umumnya sudah masuk dalam kriteriapendidikan formal dan yang sedangkan pendidikan informal yaitu pendidikan dimana keberadaanya tidak terkait dengan lembaga pada umumnya seperti keluarga dan lingkungan di sekitar adapun yang cendrung terlihatsekilas seperti pendidikan formal namun sebenarnya tidak yaitu pengajaran ilmu pengetahuan seperti private dan les,dari urutan yang saya buat tentang pendidikan formal dan informal di situ tertulis atau di tempati oleh pendidikan formal di urutan pertama namun dalam pelaksanaannya pendidikan informal lah yang lebih dulu di alami oleh yang terdidik,dimulai dari kandungan pun sebenarnya seorang anak  sudahlah dengan sendirinya mengalami proses pendidikan yaitu dengan berinteraksi sejak dalam kandungan dengan ibunya,melewati apa? Dengan menyuplai sang buah hati dengan musik musik lembutyang bernuansa instumental karna di percaya dalam dunia kedokteran dapat mengasah kecerdasan otak bayi sejak dalam kandungan,biasanya musik instrumental yang di gunakan untuk perantara interaksi antara bayi dan dunia luar untuk mengasah kecerdasan otaknya adalah dengan membawakan musik instrumental dari composser legendaris yaitu mozart,dan dari hal terkecil seperti itu pun sudah masuk dalam kriteria proses pendidikan karna membuat si bayi mengenal dunia luar yang artinya sudah memberikan pendidikan pada si bayi ketika dia lahir pun aroma pendidikan ia dapatkan dengan memasuki dunia baru dan pendidik yang pertama kali mereka dapatkan adalah orang tua,sangatlah penting perananya dalam mendidik anak.
                karna pada awal kehidupan mereka orang tua atau keluarga lah menjadi lingkungan pertama mereka,namun cenderung ketika mereka sudah beranjak ke usia yang lebih,mereka akan mengenal dan dimulainya kehidupan baru yang sebelumnya orang tua adalah dominasi bagi lingkunganya di geser dengan dominsasi lingkungan luar seperti pada teman sebayanya,tidak hanya dari segi kebersamaanya juga berimbas kepada kepedulianya,mereka cenderung lebih memilih teman sebayanya di banding keluarganya contoh ketika si anak bermain lalu hari sudah semakin larut dan ibunya pun menghampirinya untuk menjemputnya pulang,namun si anak lebih memilih teman sebayanya untuk terus melanjutkan bermain dengan teman temanya,hal ini pun di kemukakan oleh pak Chaedar Alwasilah dalam wacanana yang di tulisnya tentang “KELAS UNTUK MENDORONG KERUKUNAN BERAGAMA” namuh hal ini adalah hal yang menurut kebanyakan orang adalah hal yang biasa terjadi karna mereka sedang dalam masa transisi atau masa dimana anak dalam rangka mencari jati diri,namun sebenarnya itu dapat di hindari dengan ekspetasi yang tidak muluk muluk seperti halnya hanya meminimalisir perkembangan anak ke arah yang masih dalam jangkauwan batas wajar sebenarnya di sini lah peranan orang tua dalam mendidik anaknya untuk lebih bertransisi di dalam pantauan orang tua,karna jika tanpa arahan orang tua anak akan semakin tak terkendali dalam masa transisinya dan akan fatal pula akibatnya jika anak yang kurang mendapatkan pengarahan dari orang tua bahkan parahnya kurang terurus maka anak akan terbengkalai dalam perkembanganya karna luput dari perhatian orang tua dan berimbas kepada perubahan anak yang signifikan di masa yang sangat lah penting ini mereka akan menjadi remaja yang liar,tak terkendali contoh halnya anak anak yang pergaulanya menyimpang mereka akan melakukan hal hal negatif.
Dandi sini lah seharusnya sekolah lebih memberikan fasilitas perkembangan interaksi bagi para pelajarTidak hanya sekolah yang harus berperan dalam hal ini, tetapi juga orang tua juga harus punya peran penting dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa ini. Orang tua seharusnya memberi bekal yang padat kepada anak-anaknya, dalam hal ini adalah cara berkomunikasi, berinteraksi, sopan-santun, dan lain sebagainya perlu diajarkan sejak dini. Seorang siswa yang datang ke sekolah memiliki latar belakang yang berbeda-beda pada setiap harinya. Ada yang semangat, ada yang lesu, mengantuk karena mungkin begadang karena bekerja untuk orang tuanya, ada yang dipaksa oleh orang tuanya, dan lain-lain. Hal-hal semacam ini yang membuat siswa tidak berkonsentrasi ketika belajar di sekolah. Akibatnya, pelampiasan kekesalan siswa tersebut diserahkan kepada teman sekelasnya yang mungkin kurang nyaman keberadaannya di kelas tersebut.
Itulah mengapa orang tua berperan besar terhadap pendidikan anak-anaknya. Sekolah hanya memfasilitasi, menugasi, mengajari, dan memberi pengarahan, kepada siswanya untuk begini dan begitu. Namun, semuanya tergantung pada siswa tersebut. Sekolah adalah tempat kedua setelah lingkungan keluarga.
Pada pendidikan liberal pun peran orang tua tidak kalah penting dalam mendidik anak-anaknya. Apalagi yang bersifat liberal yang identik dengan kebebasan yang tujuanya untuk saling menghargai perbedaan orang lain dalam kehidupan ini. Seperti etnis, budaya, agama, dan bahkan ras. Memang benar ketika Pa Chaedar mengatakan “Pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun dan provinsi terhadap orang lain”. Di sini yang dituliskan dalam wacana tersebut adalah hanya peran sekolah dalam menghargai perbedaan antar etnis, budaya, agama, dan ras. Namun, tidak disertakan peran orang tua di dalamnya. Sekali lagi, orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Jika orang tuanya saja tidak menghargai perbedaan yang dimiliki orang lain, lalu bagaimana dengan anak-anaknya?,Sekolah dalam hal ini adalah hanya meneruskan kegiatan yang tidak diajarkan oleh orang tua siswanya. Seperti komunikasi antar teman sekelas, menghargai pendapat, bergiliran berbicara dan diam, dan lain sebagainya adalah kegiatan yang mungkin tidak ada dalam lingkungan keluarga. Bukan tidak mungkin siswa membawa apa yang diajarkan kepadanya ke tempat di mana dia belajar, dalam hal ini adalah sekolah. Sebenarnya sekolah sudah benar menuntun siswanya untuk saling berinteraksi sesamanya meskipun  tidak semua siswa mau dituntun. Pendidikan Kewarganegaraan pun tidak menunjukkan keefektifannya dalam mendidik para siswa yang  intinya untuk menghargai segala perbedaan yang ada di negeri ini. Pancasila juga sepertinya sudah benar dalam kurun waktu yang sangatlama yaitu  enam puluh sembilan tahun ini dan tidak ada yang perlu direvisi lagi sepertinya lalu siapa yang salah mendidik bangsa ini sehingga dikenal sebagai bangsa yang tidak menghargai pendapat dan perbedaan dan apakah karena itu juga negri ini dikenal dengan negeri yang radikal,yah banyak yang harus di perhitungkan untuk membenahi persoalan persoalan yang mengenai pendidikan di indonesia.Teringat pada masa perjuangan, pejuang negeri untuk merebut kebebasan tidak melihat perbedaan dalam melawan penjajah. Mereka hanya ingin satu, yaitu merdeka. Kemerdekaan pun akhirnya didapat namun, keselarasan hidup untuk saling menghargai satu sama lain tidak dijunjung tinggi.
Kenyataan yang sebenarnya ada pada diri anak terutama pada masa Sekolah Dasar (SD) adalah anak selalu menuruti apa yang dikatakan oleh gurunya. Karena memang pada saat itu anak sedang menemukan dunia baru. Namun, tetap orang tua punya peran lebih kepada anaknya untuk selalu mendidik dengan semestinya. Nah, ketika di sekolah baru lah peran guru diperlukan. Tapi seperti yang sudah dijelaskan, lingkungan keluarga lebih banyak waktunya ketimbang lingkungan sekolah. Bisa dibilang orang tua dan guru mestinya melakukan pendekatan lebih untuk memantau anaknya dalam belajar di sekolah ataupun di rumah.
Ilustrasi remaja zaman sekarang banyak diwarnai dengan pencitraan yang tidak baik yang dibuat oleh remaja itu sendiri. Ini dikarenakan kurangnya perhatian dari orang tua, guru, dan teman sebayanya. Bisa dibandingkan anak yang dididik dalam lingkungan keluarga yang baik serta lingkungan sekolah yang baik juga, maka tingkat pembentukan karakternya akan jauh berbeda dengan anak yang lingkungan keluarganya saja tidak baik seperti Broken Home, dan lingkungan yang kurang baik dari temannya. Hal ini akan mempengaruhi pikiran anak yang notabene adalah anak dari orang tuanya, kemudian ditularkan pula di lingkungan di mana ia belajar, bermain ataupun sekedar bercanda dengan teman sebayanya. Itulah mengapa banyak tawuran antar pelajar di negeri ini. Peningkatan komunikasi antar sekolah juga perlu dillakukan demi hubungan pelajar antar sekolah. Seperti adanya lomba-lomba  tingkat pelajar baik SD, SMP, maupun SMA. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga hubungan baik dari sekolah sampai pelajarnya. Hal ini juga adalah termasuk bentuk liberalisme dalam hal pendidikan dengan tidak memfasilitasi kebebasan untuk siswanya namun tetap mengenalkan siswanya kepada siswa dari sekolah lain.
Dalam hal ini, siswa mestinya diajari komukasi antar teman sebayanya tidak hanya pada sekolah tetapi juga pada lingkungan keuarga yang setidaknya memiliki banyak waktu di rumah. Tidak dipungkiri bahwa anak yang supel (mudah berkomunikasi) akan jauh lebih menghargai orang lain dari pada anak yang dari karakternya saja tidak terlihat atau bisa dibilang kuper (kurang pergaulan). Komunikasi antar siswa ini bisa bermanfaat bagi psikologi anak-anak itu sendiri dalam mengembangkan wacana positif di masyarakat yang mungkin tidak didapat di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Tugas orang tua di sini adalah meningkatkan tingkat daya jangkau anak dengan cara mendidik melalui komunikasi teman sebayanya. Jadi apa yang dikatakan beliau memang benar adanya tentang kegiatan untuk mendorong kerukunan beragama di sekolah, namun di sini tidak hanya sekolah yang diperlukan, akan tetapi pengajaran lingkungan keluarga juga perlu di itensif kan kepada siswa.
Apabila kegiatan yang termasuk pendidikan yang program-programnya bersifat informal ini  diarahkan untuk mencapai tujuan belajar tertentu maka kegiatan tersebut dikategorikan baik ke dalam  pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal maupun pendidikan yang program-programnya bersifat formal.
Tetapi semua itu terkadang bertolak belakang dengan kejadian-kejadian disekitarnya, misalnya seorang pelaku pendidikan formal belum mempunyai attitude atau tingkah laku yang menunjukan keformalan dirinya dalam belajar.  Sebagai contohnya di bumi pertiwi ini sering sekali terjadi tawuran antar sekolah yang mencerminkan buruknya kualitas pendidikan dan atau sebuah pendidikan karakter di Indonesia ini.
Penanaman pendidikan karakter karakter oleh sang pendidik kepada yang dididik adalah sangat penting dan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan jiwa pelaku pendidikan ( siswa).  Oleh karenanya, penanaman karakter yang religius dan taat bertoleransi alangkah baikya kita tanamkan sejak dini kepada ank-anak yang belajar disekolah, tidak hanya pada pendidikan formal saja melainkan pada pendidikan nonformal dan informal.
Seiring berjalannya waktu, para pelau pendidikan formal sebenarnya sudah diajari bagaimana untuk saling menghormati satu sama lainnya.  Tapi karena lingkungan sekitar ( teman-teman) sebanyanya yang selalu ada besama mereka terus mengajak mereka kepada hal-hal yang tidak baik pastinya pendidikan karakter pun akan hilang seiring berjaannya waktu.  Karena mereka hanya belajar sesaat saja pada waktu disekolah setelah itu kembali kepada lingkungannya masing-masing.
Disinilah peran orang tua muncul, dimana peran orangtua muncul sebagai pelaku sang pendidik informal bagi anak-anaknya.  Karena karakter yag diberikan oleh orangtua sangatlah berperan penting bagi anak-anaknya, orangtua pun seharusnya ikut mengawasi keseharian anak-anaknya dalam bermain bersama teman-temannya dalam lingkungannya dengan menanykan kemana sajakah atau apa sajakah yang sudah dilakukan oleh anak-anaknya diluar sana dan memberikan evaluasi untuk anak-anaknya agar menjadi pribadi yang baik dan bijak.
Setelah pendidikan formal dan informal sudah tertanam pada jiwa si anak disinilah ada tugas kedua untuk para sang pendidik untuk memperthankan karakter yang ditanam pada jiwa sang anak.  Karena percuma saja karakter sudah tertanam tapi tidak dipertahankan apalagi sampai tidak diawasi lagi oleh sang pendidik karakter itu pun akan berkurang atau bahkan hilang dikarenakan pergaulan yang sangat ekstrim yang dilakukan si anak bersama teman-temannya yang akan melunturkan lagi keseluruhan karakter yang baik yang sudah ditanam pada si anak tersebut.
Disinilah peran para pendidik muncul lagi untuk mempertahankan dan memperkuat karakter yang berbudi pekerti tinggi yang ada pada diri si anak didik.  Karena di zaman sekarang ini walaupun siswa sudah mempunyai karakter yang baik tetapi dikarenakan karakter tersebut tidak diperahankan atau tidak diperkuat lagi imbasnya adalah siswa tersebut akan kembali terbawa oleh temannya yang belum mempunya karater yang baik dan akan berujung pada konflik-konflik yang tidak diinginkan, seperti halnya tawuran, konflik antar etnis dan masih banyak lagi konflik-konflik yang seharusnya tidak dilakukan oleh sang pelajar,Pada kasus ini yang ditakutkan adalah masalah sosial yang berulang seperti bentrokan antar pemuda atau ormas masyarakat lainnya dan bentuk lain dari radikelisme di seluruh Indonesia adalah indikasi dari penyakit sosial, yaiitu kurangnya semata-mata kepekan dan rasa hormat terhaadap terhadap orang lain dari golongan yang lain.
Diawalinya pendidikan keluarga dapat berpengaruh besar pada karakter orang, sebab itu kunci utama untuk menjadikan Manusia Indonesia tidak manja dan energik terletak dalam pendidikan keluarga  Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga dapat memupuk anak untuk menghadapi era globalisasi yang kental dengan intrik liberalisme dalam pendidikannya. Menurutnya, pendidikan liberalisme tidak cocok untuk negara yang berada di kawasan timur karena negara-negara di bagian timur tidak selalu memberikan kebebasan kepada anak untuk segala hal termasuk pendidikan. Yang positif dalam pendidikan liberal adalah diberinya kebebasan berpendapat, saling tukar pikiran, debat, melakukan riset kecil-kecilan dan lain sebagainya. Namun, ini juga seharusnya bisa dikontrol oleh pihak keluDi era globalisasi dewasa ini pertemuan unsur-unsue budaya telah terjadi secara intens tanpa mengenal apa itu dimensi rang dan waktu.  Pluralitas kultural dan segala aspeknya akan mengiringi nilai-nilai dan konsep-konsep parsial ke dalam kotak-kotak primordialisme.  Fenomena ini mengisyaratkan bahwa budaya, selain dapat merupakan faktor pemersatu ( integrative factors), juga menjadi faktor penyebab konflik.  Tergantung bagaimana ia dikelola dan didayaguanakan.
Dewasa ini memang yang namanya arus perubahan sosial dan kultural sedang melanda planet bumi ini di seluruh dunia.  Perubahan yang ditampilkan disini begitu cepat dan tak terelakkan sehingga umat manusia pun dituntut untuk menyesuaikan dan mengikuti pada perubahan budaya dan sosial.  Efek dari semua itu adalah pergeseran nilai yang cepat dan akibatnya dapat menimbulkan goncangan yang kuat karena umat manusia harus menyesuaikan perilakunya terhadap nilai baru tersebut,yang pada pelaksanaannya terhadap nilai perubahan yang melanda di beberapamnegara tidak selalu berjalan mulus.  Mungkin dibeberapa negara nilai peubahan ini sudah berjalan dengan mulus karena semua itu sudah dikonsep oleh si pelaku perubahan dan mereka berhasil meredam potensi konflik.  Tetapi semua itu sangat berbeda di Indonesia yang rentan akan terjadinya konflik, pihak satu mengoreksi pihak yang lain sebaliknya pihak yang dikoreksi juga melakukan hal yang sama.  Inilah sebab terjadinya konflik, karena orang di Indonesia  dengan “budaya timurnya” cenderung resistensi atau bahkan perlawanan terhadap koreksi.  Kejadian seperti itu membuat konflik cenderung semakin tajam dan berkembang, dan pada titik akhirna terjadilah benturan fisik yang bisa mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. peran sang pendidik sangat dipertaruhkan disini  Karena mereka mempunyai peran yang sangat penting untuk membina, menggiring dan mengarahkan para peserta didik ke arah yang relevan agar peserta didik tidak menjadi pelaku atau korban dari perubahan sosial dan budaya yang mengarah ke hal negatif yang bisa berujung konflik dan pada akhirnya terjadi perkelahian yang tidak diinginkan.
Tentu sama halnya ketika seorang siswa yang dengan sendirinya untuk berinteraksi dengan sesama dengan tanpa di sadari mereka membutuhkan bantuan,dan tentu dalam pendidikan pun mereka sangat mutlak memmerlukan bantuan dari lingkungan keluarganya,dan ini contoh contoh pendorong atau penyuport bagi anak yang sedang atau akan melangkahkan ke jenjang pendidikan,entah itu formal ataupun informal,sebagai berikut,dukungan Sosial Ekonomi dukungan sosial ekonomi ini berupa pemenuhan kebutuhan fisik yaitu biaya pendidikan, fasilitas belajar, alat dan buku keperluan belajar. Untuk memenuhi kebutuhan fisik tersebut tentunya berkaitan dengan status sosial ekonomi keluarga atau pendapatan di dalam keluarga itu sendiri dukungan Mental.
Seorang anak yang baik dirumah, pasti akan mempengaruhi sikap kesiswaannya di sekolah. Anak baik tidak dilahirkan, tapi dibentuk dan dibina lewat pendidikan dukungan Moral dukungan moral dari orang tua terhadap pendidikan anaknya dapat berupa perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan psikis yang meliputi kasih sayang, keteladanan, bimbingan dan pengarahan, dorongan, menanamkan rasa percaya diri. Dengan perhatian orang tua berupa pemenuhan kebutuhan tersebut diharapkan dapat memberikan semangat belajar anak guna meraih suatu cita-cita atau prestasi dukungan Pendidikan dalam prosesnya pendidikan yang akan melahirkan anak baik adalah pendidikan yang seimbang, yaitu pendidikan yang memperhatikan seluruh aspek yang ada pada diri manusia berupa hati, akal, dan fisik. Pendidikan yang mengutamakan fisik dan mengabaikan akal dan hati akan menghasilkan manusia hayawani , bila hanya mengutamakan pikiran saja,sedangkan bila mengutamakan hati semata tentu tidak sesuai dengan kenyataan jadi dengan adanya penggabungas segala aspek yang di perlukan akan menghasilkan mutu pendidikan yang sebenarnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic