We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Minggu, 23 Februari 2014

CRITICAL REVIEW



INDONESIA DOES NOT NEED THE WORLD BUT THE WORD NEEDS INDONESIA








Ingin rasanya terbang ke negri paman sam (Amerika), karena disana banyak literasi yang tinggi untuk kita contoh, dan ingin berjalan ke negri cina untuk menerobos tembok cina yang sangat kokoh, sekokoh literasi yang mereka punya.  Dan untuk mengetahui kualitas suatu bangsa dapat dilihat dari system praktek pendidikan, seperti:  dapat berkomunikasi dengan baik, menjaga keharmonisan antara yang satu dengan yang lainnya, saling membantu dan mau berbagi satu sama lain.  Itu juga merupakan literasi yang tinggi.

Yang harus direkayasa oleh siswa yaitu interkasi, sedangkan oleh guru yaitu dengan cara pendekatan.  Para siswa lebih memilih sharing bersama rekan-rekan dibanding dengan para gurunya, mungkin salah satu faktornya yaitu karena seorang pendidik dari cara pendekatannya kurang, sehingga para siswa takut ataupun kurang sreg dalam hal menanyakan materi pelajaran yang tidak mereka pahami, dan juga ketika mahasiswa dilanda problem apa pun, seharusnya seorang pendidik bisa menjadi orang tua bagi murid untuk disekolah. Selain itu seorang pendidik harus bisa menjadi teman untuk semua murid.  Factor yang lain pun mungkin seorang pendidik dalam menyampaikan materi ajar kurang begitu jelas.  Sehingga para siswa rata-rata belajar kelompok atau mengadakan diskusi untuk mencapai target tersebut.  Menurut saya itu adalah hal yang positif yang harus kita acungkan jempol.  Karena dari mulai hal sepele yang tadi diuraikan.  Para siswa akan lebih berimajinasi bersama rekan-rekannya, selain itu pola pikirnya pun akan lebih berkembang.  Dari yang sudah diuraikan tadi, mungkin Indonesia akan menghasilkan generasi yang memiliki pola pikir yang luas, seluas samudra yang akan menumpahkan airnya kepada hamparan bumi yang luas ini.  Ini akan membuktikan bahwa Negara Indonesia akan mengalahkan Negara-negara maju lainnya.  Karena Indonesia merupakan paru-parunya dunia, sehingga “INDONESIA DOES NOT NEED THE WORLD BUT THE WORLD NEEDS INDONESIA”. Artinya: Indonesia tidak membutuhkan dunia tetapi dunia membutuhkan Indonesia.  Pernah ada mahasiswa Indonesia yang study di singapura dan orang singapura mengatakan bahwa “NEGARA-MU SANGAT KAYA”, jika dibandingkan dengan Negaraku (singapura), itu tidak ada apa-apanya.  Contohnya ketika hutan Kalimantan kebakaran, asapnya itu sampai ke Negara singapura, tetapi orang singapura tidak bisa berkutik.  Itu menunjukan bahwa Negara Indonesia sangat LUAR BISA.  Selain itu, orang singapura juga mengatakan kepada siswa Indonesia bahwa apartemen, hotel, pusat perbelanjaas, dan penginapan-penginapan yang ada di singapura itu yang beli orang Indonesia, dan pengunjungnya pun mayoritas dari Negara Indonesia, selain itu yang lebih hebatnya lagi, meskipun Negara singapura menawarkan harga selangit sekalipun, tetapi orang Indonesia mau membelinya.   Bisa dibayangkan oleh mu (mahasiswa Indonesia), betapa berharganya Negara Indonesia, dan Negara saya (singapura) akan MISKIN jika tidak ada Negara Indonesia.  Itu adalah percakapan antara mahasiswa Indonesia dengan orang singapura.  Selain itu “KEKAYAAN SINGAPURA DARI KERJA KERAS SUMATRA”, bahwa Riau di Sumatra menjadi wilayah yang diawasi singapura.  Mata uang dollar singapura, waktu itu menjadi satu-satunya mata uang yang dipakai di Riau, bukan uang jajahan Belanda atau Rupiah.  Riau yang menjadi penyelundupan barang-barang dari singapura.  Bahkan satu kartel di singapura menguasai usaha perikanan di bagan siapi-api di Sumatra.  Sampai pendudukan jepang, kondisi riau tak berubah.  Bahkan sampai massa kemerdekaan RI antara 1945 hingga 1961.  Melihat kenyataan itu, presiden pertama Ri Sukarno Nampak geram seperti ditulis Ganis Harsono dalam buku berjudul “CAKRAWALA POLITIK ERA SUKARNO”.  Ganis mengutip penggalan pidato Bung Karno di depan orang-orang Sumatra terkait sikapnya terhadap Singapura:

“Lebih dari lima puluh persen dari kekayaan singapura berasal dari kerja keras saudara-saudara lakukan, saudara-saudara membarter barang-barang dengan singapura, dan dengan itu gedung-gedung pencakar langit bermunculan di negri itu seperti cendawan tumbuh.  Dan apa imbalannya yang saudara peroleh???  Barang-barang, plastic murahan, tansitor-transitor yang tak bernilai, dan aroji mainan-mainan.  Hentikan perdagangan barteran ini dengan singapura, dan bergabunglah dengan kesatuan-kesatuan ekonomi yang kuat untuk memajukan daerah saudara-saudara, dan untuk membuat Belawan-Deli menjadi pelabuhan terbesar di Asia Tenggara”.

Artinya Indonesia adalah harapan untuk semua dunia, hanya saja literasi Negara kita sangatlah rendah,  tetapi semua itu bisa kita rubah dengan cara meningkatkan literasi kita dengan cara bagaimana patung singa yana ada di singapura di tangan kita, tembok cina yang sangat kokoh dan menjulang itu bisa di tangan Negara Indonesia.  Sehingga jika semuanya itu sudah ada ditangan kita, otomatis literasi yang mereka punya itu bisa sebanding dengan Negara Indonesia.  Sehingga Indonesia bisa menjadi RAJA DUNIA.  Selain itu Negara Indonesia seperti wadah yang didalamnya terdapat air (Negara-negara maju).  Jika wadah tersebut digoyahkan, air tersebut akan goyah, dan jika wadah tersebut ditumpahkan otomatis air tersebut akan tumpah dan bercerai kemana-mana. Yang berarti Negara-negara maju itu “BAGAIKAN AIR DI DAUN TALAS”, jadi, jika Indonesia memiliki literasi yang tinggi, maka Negara Indonesia dengan mudahnya menyaingi Negara lain dengan tingkat literasi kita yang sangat tinggi.

 

            Sekarang jaman nya sudah jaman “EDAN”, banyak kasus pemerkosaan, pembunuhan dan penculikan.  Itu semua berawal dari jejaringan social.  Untuk mencegah timbulnya kasus dan anggapan seperti diatas, maka sangat diperlukan adanya literasi media atau yang biasa dikenal “melek media”.  Hal yang sebenarnya penting, namun seringkali terlewatkan saat kita tengah mengkaji suatu media.  Banyaknya kasus-kasus seperti diatas merupakan tanda bahwa tingkat literasi media di Indonesia sangat rendah.  Lalu apa sebenarnya literasi media itu???  Istilah literasi media mungkin belum akrab ditelinga kita, mungkin masyarakat terheran dan belum paham jika ditanya apa sebenarnya literasi media, ada yang mendefinisikan kemampuan secara efektif dan efisien memahami dan menggunakan komunikasi massa.  Bisa dikatakan memahami dan memunculkan kecakapan individu dalam menggunakan media adalah tujuan utama dalam kegiatan literasi media.  Tujuan ini lebih penting dibandingkan dengan tujuan mengenalkan media ataupun menumbuhkan pemahaman kritis pada media.

 

Dalam bukunya Chaedar Alwasilah “Saya lebih banyak belajar tentang Indonesia ketika di Amerika”, mengatakan bahwa ada mahasiswa Yang bertanya tentang kronologi konflik di Indonesia.  Mahasiswa tersebut sedang mengerjakan tugas ihwal kronologi konflik yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1980.  Dia bertanya apakah papernya valid atau tidak.  Waktu membacanya, saya (Chaedar) hanya takjub.  Mahasiswa tersebut bisa menjelaskan dan menganalisa secara detail semua konflik yang berujung pada kekerasan yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1980, waktu saya (Chaedar) dan dia belum dilahirkan! “Apakah benar pada tahun sekian terjadi konflik yang melibatkan unsur ilmu hitam?” tanyanya lagi.  Kejadian itu benar-benar menyadarkan saya bahwa mengajar BIPA tidak hanya menyadarkan tata bahasa dan kosa kata, tapi juga semua hal tentang Indonesia.  dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan itu, saya belajar untuk lebih berfikir lebih detail dan kritis.  Selain itu, ketika mengenalkan sebuah lagu popular dari Iwan Fals yang berjudul “Oemar Bakrie” yang menceritakan guru yang bekerja sepenuh hati tapi hidup pas-pasan karena gaji guru PNS waktu itu sangat kecil.  Lirik pertamanya berbunyi, “Tas hitam dari kulit buaya…” Tiba-tiba ada mahasiswa yang bertanya, “ Mengapa Oemar Bakrie memakai tas dari kulit buaya?”  Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang kadang membuat saya (Chaedar) tertegun dan berfikir mengapa saya tidak pernah berfikir sampai kesana.  Strategi yang saya lakukan untuk menjawab semua pertanyaan mahasiswa yaitu dengan mengeksplorasi bersama-sama lewat diskusi dan internet atau saya bertanya kepada teman-teman di Indonesia lewat milis-milis.  Dari pengalaman Chaedar tadi, itu sudah jelas bahwa Negara-negara maju penasaran dengan Negara kita.  Sehingga mereka secara detail mencari informasi tersebut.

 

TOBAT AKADEMIK

Kini saatnya para pengelola perguruan tinggi melakukan tobat akademik dengan melakukan revitalisasi mata kuliah umum secara professional.  Jika tidak, moral bangsa ini betul-betul ambruk.  Bukti-bukti lain dari ambruknya moral ini adalah:

1.      Lemahnya penguasaan bahasa nasional (daerah dan Indonesia) sebagai akibat dari imperialism bahasa. 

2.      Kebanggaan yang berlebihan terhadap produk (berbagi artifak cultural) asing.

3.      Ketidakpuasan (masa bodoh) terhadap Negara dalam hal penanganan korupsi, layanan public, kinerja pemerintah.

4.      Fenomena brain drain yang disengaja atau tidak.

5.      Belum kokohnya jati diri pendidikan nasional sebagai akibat imperialism pendidikan.

Revitalisasi mata kuliah umum mesti didasari oleh fungsinya untuk memperkaya bidang study (enriched major), bukan menambah keahlian.  Untuk itu, ada sejumlah saran solusi sebagai berikut:

Ø  Pendekatan aplikasi dan praksis bukan teori dan indroktrinasi.  Dalam mata kuliah ilmu social dasar misalnya bukan mengerjakan sejarah dan teori karawitan sunda, tetapi apresiasi melalui praktek berkesenian.

Ø  Mahasiswa ditawari sejumlah (tema) mata kuliah umum yang beraneka untuk dipilih sesuai dengan hobi dan nuraninya.  Selama ini (tema-tema) mata kuliah umum itu ditentukan oleh perguruan tinggi sehingga mayoritas mahasiswa dipaksa oleh kurikulum.  Ketika dipaksa, maka hilanglah fungsi liberal education dari mata kuliah umum itu.  Di Amerika mahasiswa S-1 diwajibkan mengambil sejumlah mat kuliah umum yang lazim disebut liberal studies sesuai dengan minatnya.  Sejak tahun 1970-an hamper semua prodi S-1 di PT Amerika menawarkan mata kuliah umum bahasa inggris, filsafat, peradaban barat, dunia ketiga, dan pendidikan internasional.  Kini makin banyak PT yang menawarkan literasi computer, matematik, dan seni. 

Ø  Perlu dilakukan analisis kebutuhan mahasiswa untuk menentukan materi dan cakupan perkuliahan.  Pada akhir perkuliahan perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui manfaat dan relevansi dan fungsinya sebagai pengayaan terhadap bidang studi.  Hamper semua dosen mata kuliah umum selama ini jarang melakukan analisis dan evaluasi ini.  Masuk akal bila mata kuliah umum dinilai “kurang bermanfaat” oleh para mahasiswa.  Bisa jadi, selama ini ada sejumlah mata kuliah jurusan yang hebat menurut dosen, tapi mubazir dalam persepsi mahasiswa. 

Ø  Mata kuliah umum mesti dikelola secara terintegrasi dengan visi dan misi yang jelas dari tingkat universitas, fakultas, sampai jurusan.  Artinya visi dan misi perguruan tinggi harus betul-betul dipahami oleh para dosen.  Agar mahasiswa beroleh manfaat yang banyak, beberapa mata kuliah umum bisa didelegasikan ketingkat fakultas dan bahkan jurusan, sehingga konsep enriched major itu tercapai.  Sebagai contoh, mata kuliah umum bahasa inggris dapat diampu oleh dosen jurusan kimia yang pernah menulis disertasi dalam bahasa inggris.  Untuk itu diperlukan adanya koordinasi pimpinan jurusan dengan dosen mata kuliah umum untuk memastikan adanya keterkaitan interdisiplin.

Ø  MKU mesti sensitive terhadap tantangan zaman sehingga para mahasiswa bersikap kritis terhadap kehidupan nyata.  Isu-isu mutakhir yang kini bergejolak dan menyita perhatian bangsa ini seperti NII, kekerasan antar umat beragama, perdagangan manusia, permulaan paksa TKI, bunuh diri dari kalangan pelajar, tayangan video porno, korupsi berjamaah di kalangan politisi dan birokrat, penggundulan hutan di Kalimantan, dan sebagainya.  Isu-isu itu layak diwadahi oleh satu mata kuliah “Studi isu-isu kontemporer”.

Ø  Integrasi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pancasila, ilmu alamiah dasar, ilmu budaya dasar adalah satu strategi dan merupakan kewenangan perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan.  Hanya, ada sejumlah konsekuensi:

1.      Kompetensi dosen yang terbatas tidak mungkin menguasai semua itu.

2.      Standar isi yang tidak jelas karena terlampau jenerik sehingga bakal ada materi yang tersingkirkan.

3.      Akan munculnya saling lempar tanggung jawab anatr dosen sehingga misi mata kuliah tidak tercapai.

Ø  Perlunya pembinaan dosen mata kuliah umum secara profesional.  Ketika mata kuliah umum dianggap mubazir oleh mahasiswa, maka diperlukan pembuktian terbalik bahwa MKU justru mencerdaskan, menginspirasi, dan menambah wawasan.  Survey terhadap lulusan S-1 di AS menunjukan bahwa yang paling berkesan dan paling diingat oleh para alumni itu bukan kurikulum atau nama mata kuliah, tetapi siapa dosen yang mengajarnya, the man behind the gun.  Deskripsi mata kuliah bisa hebat tapi mubazir bagi mahasiswa.  Sementara itu, dosen yang profesional dan berkarakter akan tetap dikenang dan didoakan sehat dan panjang usianya.

Sebenarnya kurikulum di Negara kita tidak ada yang salah, pemerintah sudah benar dalam menurunkan kurikulum tersebut, hanya saja pertanyaannya, apakah para guru mau menerapkan kurikulum tersebut???  Karena praktek dilapangannya itu sangat berbeda dengan apa yang ada pada kurikulum Negara kita.  Semuanya itu sangat melenceng dari aturan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.  Banyak para pendidik yang mencuri jam pelajaran yang bukan dari basicnya, itu sama saja dengan merendahkan para pendidik lain yang memang skill-nya tetapi telah dicuri oleh pendidik lain yang hanya mengerti sedikit tentang mata pelajaran lain, lalu se’enaknya saja mengisi jam kosong yang memang bukan dari basic-nya atau skill-nya.  Sepeti itu lah fakta di Negara kita, sangat miris didengarnya. 
Menurut saya, jangan pernah menyalahkan siswa yang ketika dikelas itu tidak memahami atau benar-bernar tidak mengerti dengan materi tersebut.  Salah satu faktornya yaitu yang tadi saya jelaskan diatas, pendidik tersebut kurang menguasai materi ajar tersebut, sehingga dalam penyampainnya pun kurang maksimal.  Contohnya dari jurusan PAI, tetapi pendidik tersebut mengisi jam kosong bahasa inggris, yang hanya pernah khursus bahasa inggris lalu beliau berani mengajar bahasa inggris.  Itu sangatlah melecehkan pendidik yang memang dari jurusan bahasa inggris, sehingga untuk para calon guru yang baru lulus dari perguruan tinggi banyak yang menganggur, dikarenakan para calon guru tersebut tidak mendapatkan jam di tiap sekolah.  Karena mungin, ada unsur politik bagi para pengajar yang memang bukan dari skill-nya. Sangat disayangkan sekali yang seperti ini, dan untuk merubahnya pun sangat sulit.    

Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan etnis, agama dan minoritas bahasa dan budaya.  Terlepas dari karir mereka-politisi, insinyur, petani, atau pengusaha-siswa harus diberikan pengetahuan yang memadai di daerah-daerah.

TUJUAN PENDIDIKAN LIBERAL

Produk terpenting pendidikan S-1 di AS, menurut Derek Bok, mantan presiden Harvard, adalah “ a critical mind, free of dogma but nourished by humane values”.  Ada dua kalimat kunci yang mesti dipegang oleh lulusan S-1, yaitu kemampuan berfikir kritis dan nilai-nilai kemanusiaan.  Hal ini sejalan dengan misi pendidikan liberal.  Pendidikan liberal membebaskan mahasiswa dari kungkungan atau perbudakan yang timbul karena kebodohan, syak wasangka, dan kepicikan.  Kebebasan seperti ini mensyaratkan mahasiswa memiliki pandangan yang jembar atas berbagai temuan, prestasi dan kemampuan, serta memiliki sikap apresiatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan.  Dengan kata lain pendidikan liberal berniat menjadikan mahasiswa memiliki kemampuan dan kecenderungan untuk menghadapi fakta, teori, dan tindakan melalui perbincangan rasional.  Untuk mencapai tujuan itu mahasiswa harus belajar mengontrol emosi dan perilakunya.  Dalam perkembangan selanjutnya, di PT liberal studies mencakup bahasa inggris, sejarah, seni murni, dan secara bengangsur mengajarkan ilmu-ilmu fisik, fisik, biologi, dan ilmu-ilmu social lainnya. 

Pendidikan liberal mesti mengayungi pendidikan kognitif, moral, dan emosi.   Pendidikan liberal sering juga diartikan sebagai pembebasan dari sikap kasar, cabul, tidak sopan atau vulgarity yang dalam bahasa Grik disebut apeirokalia, yakni tidak memiliki pengalaman keindahan.  Dengan kata lain pendidikan harus menanamkan pada mahasiswa untuk mengapresiasi berbagai bentuk keindahan.  Produk pendidikan adalah manusia yang terdidik dan berbudaya (cultured).  Cultured dalam kata agri-culture berarti tanah.  Manusia mengolah tanah dengan member pupuk yang baik sehingga subur dan menghasilkan barbagai hasil demi kebutuhan manusia.  Bila petani mengolah tanah, dosen mengolah minda atau otak mahasiswa sehingga potensi otaknya berkembang secara optimal dan menghasilkan otak-otak cerdas dan luar biasa. (great minds).  Ingat ungkapan the great books (teks klasik yang memiliki nilai sejarah dan kebenaran yang tinggi, yang harus tetap dipelajari dan dijadikan sumber inspirasi dari perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini).  Hanya petani yang profesional yang dapat mengolah tanah sehingga menghasilkan panen besar, sebagaimana dosen yang profesional yang mampu menghasilkan sarjana-sarjana ulung.  Dapat dikatakan pendidikan liberal merupakan persiapan untuk spesialisasi atau profesi.  Itulah cirri khas Amerika, sedangkan di Eropa fungsi persiapan demikian diselenggarakan oleh sekolah menengah (Watso 2011, komunikasi pribadi).  cara yang paling mudah untuk mengajarkan pendidikan liberal adalah menjadikan buku-buku klasik sebagai bacaan wajib bagi mahasiswa.  Ada beberapa persamaan antar the great books dengan kitab kuning  seperti yang dijelaskan oleh Martin Van Bruinessen (1995) sebagai berikut:

Alasan pokok munculnya pesantren ini adalah untuk menstransmisikan islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditukis berabad-abad yang lalu.  Kitab-kitab ini dikenal di Indonesia sebagai kitab kuning.  Jumlah teks klasik yang diterima di pesantren sebagai ortodoks (Al-kutub  al-mu’tabarah) pada prinsipnya terbatas.  Ilmu yang bersangkutan dianggap sudah bulat dan tidak dapat ditambah, hanya bisa diperjelas dan dirumuskan kembali.  Meskipun terdapat karya-karya baru, namun kandungannya tidak berubah.  Kekauan tradisi itu sebenarnya telah banyak dikritik, baik oleh peneliti asing maupun oleh kaum muslim reformis dan modernis (1995: 17)”.

Tantangan terbesar bagi pendidikan liberal adalah sejauh mana pendidikan liberal mampu menanamkan prinsip-prinsip pendidikan lulusan siap menghadapi perubahan dunia.  Para lulusan S-1 mesti menunjukan kompetensi di ranah akademik, aplikasi dan keterampilan lunak sehingga mereka siap meneruskan pendidikan ke program pascasarjana atau memasuki dunia kerja.  Dengan kata lain, pendidikan liberal harus membekali mahasiswa dasar-dasar pendidikan “umum” yang memungkinkan  mereka mampu belajar tiada henti dalam dunia kerjanya.  Dalam kehidupan sehari-hari kita jauh lebih mudah belajar dari umum ke khusus daripada sebaliknya, dari khusus ke umum.  Untuk itu, kurikulum S-1 harus membekali mahasiswa kompetensi dalam tiga hal, sebagai berikut:

1.      Akademik: menulis, matematika, sains.

2.      Aplikasi: berfikir kritis, belajar yang terintegrasi dan teraplikasi.

3.      Keterampilan lunak: etika, kerja sama, kebinekaan, dan belajar sepanjang hayat.

KESIMPULAN

Bahwa di dalam pendidikan tidak hanya diasah materi ajar saja, tetapi juga mahasiswa diwajibkan berahlaq dan menumbuhkan karakter yang berfikir kritis.  Ini sangat dibutuhkan untuk semua mahasiswa agar bisa bersikap sopan, berbicara dengan sopan ketika debat, bisa mengontrol emosi, dan tidak kasar.  Selain itu kurikulum di Negara kita sudah benar, tujuannya agar siswa aktif dalam diskusi, berfikir kritis, dan tidak hanya disuapin layaknya bayi.  Tetapi tujuan yang benar dan baik tersebut dalam faktanya berbanding terbalik dengan dilapangan.  Ini sangat mengecewakan bagi saya pribadi, karena banyak seorang pendidik yang mencuri jam kosong yang bukan haknya atau bukan dari skill-nya.  Sehingga para sarjana banyak yang menganggur karena tidak mendapatkan jam kosong di tiap sekolah karena jam tersebut sudah diisi oleh pendidik yang memang bukan dari basic-nya.  Sehingga patut diragukan kemampuan seorang pendidik yang tidak memakan bangku kuliah tersebut, yang hanya bisa mengajar setelah mereka khursus, atau hanya menggunakan LKS (Lembar Kerja Siswa) saja, sehingga siswa mengdapatkan materinya pun hanya sekedar yang beliau berikan dari LKS (Lembar Kerja Siswa) atau hanya dari referensi saja.  Selain itu kita wajib belajar dari kitab kuning yang dijelaskan oleh Martin Van Bruinessen (1995).  Presiden kita pun Bj. Habibi pernah mengatakan “ Anak muda jaman sekarang banyak yang Miskin, karena di jaman sekarang sangat sedikit dan hampir tidak ada yang belajar Kitab Ta’lim Muta’alim”.




Reference:
A. Chaedar Alwasilah. POKONYA REKAYASA LITERASI. UPI
MERDEKA.COM
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic