INDONESIA DOES NOT NEED THE WORLD BUT THE WORD NEEDS INDONESIA
Ingin rasanya terbang ke negri paman sam (Amerika), karena disana
banyak literasi yang tinggi untuk kita contoh, dan ingin berjalan ke negri cina
untuk menerobos tembok cina yang sangat kokoh, sekokoh literasi yang mereka
punya. Dan untuk mengetahui kualitas
suatu bangsa dapat dilihat dari system praktek pendidikan, seperti: dapat berkomunikasi dengan baik, menjaga
keharmonisan antara yang satu dengan yang lainnya, saling membantu dan mau
berbagi satu sama lain. Itu juga
merupakan literasi yang tinggi.
Yang harus direkayasa oleh siswa yaitu interkasi, sedangkan oleh
guru yaitu dengan cara pendekatan. Para
siswa lebih memilih sharing bersama rekan-rekan dibanding dengan para gurunya,
mungkin salah satu faktornya yaitu karena seorang pendidik dari cara
pendekatannya kurang, sehingga para siswa takut ataupun kurang sreg dalam hal
menanyakan materi pelajaran yang tidak mereka pahami, dan juga ketika mahasiswa
dilanda problem apa pun, seharusnya seorang pendidik bisa menjadi orang tua
bagi murid untuk disekolah. Selain itu seorang pendidik harus bisa menjadi
teman untuk semua murid. Factor yang
lain pun mungkin seorang pendidik dalam menyampaikan materi ajar kurang begitu
jelas. Sehingga para siswa rata-rata
belajar kelompok atau mengadakan diskusi untuk mencapai target tersebut. Menurut saya itu adalah hal yang positif yang
harus kita acungkan jempol. Karena dari
mulai hal sepele yang tadi diuraikan.
Para siswa akan lebih berimajinasi bersama rekan-rekannya, selain itu
pola pikirnya pun akan lebih berkembang.
Dari yang sudah diuraikan tadi, mungkin Indonesia akan menghasilkan
generasi yang memiliki pola pikir yang luas, seluas samudra yang akan
menumpahkan airnya kepada hamparan bumi yang luas ini. Ini akan membuktikan bahwa Negara Indonesia
akan mengalahkan Negara-negara maju lainnya.
Karena Indonesia merupakan paru-parunya dunia, sehingga “INDONESIA DOES
NOT NEED THE WORLD BUT THE WORLD NEEDS INDONESIA”. Artinya: Indonesia tidak
membutuhkan dunia tetapi dunia membutuhkan Indonesia. Pernah ada mahasiswa Indonesia yang study di
singapura dan orang singapura mengatakan bahwa “NEGARA-MU SANGAT KAYA”, jika
dibandingkan dengan Negaraku (singapura), itu tidak ada apa-apanya. Contohnya ketika hutan Kalimantan kebakaran,
asapnya itu sampai ke Negara singapura, tetapi orang singapura tidak bisa
berkutik. Itu menunjukan bahwa Negara
Indonesia sangat LUAR BISA. Selain itu,
orang singapura juga mengatakan kepada siswa Indonesia bahwa apartemen, hotel,
pusat perbelanjaas, dan penginapan-penginapan yang ada di singapura itu yang
beli orang Indonesia, dan pengunjungnya pun mayoritas dari Negara Indonesia,
selain itu yang lebih hebatnya lagi, meskipun Negara singapura menawarkan harga
selangit sekalipun, tetapi orang Indonesia mau membelinya. Bisa
dibayangkan oleh mu (mahasiswa Indonesia), betapa berharganya Negara Indonesia,
dan Negara saya (singapura) akan MISKIN jika tidak ada Negara Indonesia. Itu adalah percakapan antara mahasiswa
Indonesia dengan orang singapura. Selain
itu “KEKAYAAN SINGAPURA DARI KERJA KERAS SUMATRA”, bahwa Riau di Sumatra menjadi
wilayah yang diawasi singapura. Mata uang
dollar singapura, waktu itu menjadi satu-satunya mata uang yang dipakai di
Riau, bukan uang jajahan Belanda atau Rupiah.
Riau yang menjadi penyelundupan barang-barang dari singapura. Bahkan satu kartel di singapura menguasai
usaha perikanan di bagan siapi-api di Sumatra.
Sampai pendudukan jepang, kondisi riau tak berubah. Bahkan sampai massa kemerdekaan RI antara
1945 hingga 1961. Melihat kenyataan itu,
presiden pertama Ri Sukarno Nampak geram seperti ditulis Ganis Harsono dalam
buku berjudul “CAKRAWALA POLITIK ERA SUKARNO”.
Ganis mengutip penggalan pidato Bung Karno di depan orang-orang Sumatra terkait
sikapnya terhadap Singapura:
“Lebih dari lima puluh persen dari kekayaan singapura berasal dari
kerja keras saudara-saudara lakukan, saudara-saudara membarter barang-barang
dengan singapura, dan dengan itu gedung-gedung pencakar langit bermunculan di
negri itu seperti cendawan tumbuh. Dan apa
imbalannya yang saudara peroleh??? Barang-barang,
plastic murahan, tansitor-transitor yang tak bernilai, dan aroji
mainan-mainan. Hentikan perdagangan
barteran ini dengan singapura, dan bergabunglah dengan kesatuan-kesatuan
ekonomi yang kuat untuk memajukan daerah saudara-saudara, dan untuk membuat
Belawan-Deli menjadi pelabuhan terbesar di Asia Tenggara”.
Artinya Indonesia adalah harapan untuk semua dunia, hanya saja
literasi Negara kita sangatlah rendah,
tetapi semua itu bisa kita rubah dengan cara meningkatkan literasi kita
dengan cara bagaimana patung singa yana ada di singapura di tangan kita, tembok
cina yang sangat kokoh dan menjulang itu bisa di tangan Negara Indonesia. Sehingga jika semuanya itu sudah ada ditangan
kita, otomatis literasi yang mereka punya itu bisa sebanding dengan Negara
Indonesia. Sehingga Indonesia bisa menjadi
RAJA DUNIA. Selain itu Negara Indonesia
seperti wadah yang didalamnya terdapat air (Negara-negara maju). Jika wadah tersebut digoyahkan, air tersebut
akan goyah, dan jika wadah tersebut ditumpahkan otomatis air tersebut akan
tumpah dan bercerai kemana-mana. Yang berarti Negara-negara maju itu “BAGAIKAN
AIR DI DAUN TALAS”, jadi, jika Indonesia memiliki literasi yang tinggi, maka
Negara Indonesia dengan mudahnya menyaingi Negara lain dengan tingkat literasi
kita yang sangat tinggi.
Sekarang jaman nya sudah jaman
“EDAN”, banyak kasus pemerkosaan, pembunuhan dan penculikan. Itu semua berawal dari jejaringan
social. Untuk mencegah timbulnya kasus
dan anggapan seperti diatas, maka sangat diperlukan adanya literasi media atau
yang biasa dikenal “melek media”. Hal
yang sebenarnya penting, namun seringkali terlewatkan saat kita tengah mengkaji
suatu media. Banyaknya kasus-kasus
seperti diatas merupakan tanda bahwa tingkat literasi media di Indonesia sangat
rendah. Lalu apa sebenarnya literasi
media itu??? Istilah literasi media
mungkin belum akrab ditelinga kita, mungkin masyarakat terheran dan belum paham
jika ditanya apa sebenarnya literasi media, ada yang mendefinisikan kemampuan
secara efektif dan efisien memahami dan menggunakan komunikasi massa. Bisa dikatakan memahami dan memunculkan
kecakapan individu dalam menggunakan media adalah tujuan utama dalam kegiatan
literasi media. Tujuan ini lebih penting
dibandingkan dengan tujuan mengenalkan media ataupun menumbuhkan pemahaman
kritis pada media.
Dalam bukunya Chaedar Alwasilah “Saya lebih banyak belajar
tentang Indonesia ketika di Amerika”, mengatakan bahwa ada mahasiswa Yang
bertanya tentang kronologi konflik di Indonesia. Mahasiswa tersebut sedang mengerjakan tugas
ihwal kronologi konflik yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1980. Dia bertanya apakah papernya valid atau
tidak. Waktu membacanya, saya (Chaedar)
hanya takjub. Mahasiswa tersebut bisa
menjelaskan dan menganalisa secara detail semua konflik yang berujung pada
kekerasan yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1980, waktu saya (Chaedar) dan
dia belum dilahirkan! “Apakah benar pada tahun sekian terjadi konflik yang
melibatkan unsur ilmu hitam?” tanyanya lagi.
Kejadian itu benar-benar menyadarkan saya bahwa mengajar BIPA tidak
hanya menyadarkan tata bahasa dan kosa kata, tapi juga semua hal tentang
Indonesia. dari pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan itu, saya belajar untuk lebih berfikir lebih detail dan
kritis. Selain itu, ketika mengenalkan
sebuah lagu popular dari Iwan Fals yang berjudul “Oemar Bakrie” yang
menceritakan guru yang bekerja sepenuh hati tapi hidup pas-pasan karena gaji
guru PNS waktu itu sangat kecil. Lirik
pertamanya berbunyi, “Tas hitam dari kulit buaya…” Tiba-tiba ada mahasiswa yang
bertanya, “ Mengapa Oemar Bakrie memakai tas dari kulit buaya?” Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang
kadang membuat saya (Chaedar) tertegun dan berfikir mengapa saya tidak pernah
berfikir sampai kesana. Strategi yang
saya lakukan untuk menjawab semua pertanyaan mahasiswa yaitu dengan
mengeksplorasi bersama-sama lewat diskusi dan internet atau saya bertanya
kepada teman-teman di Indonesia lewat milis-milis. Dari pengalaman Chaedar tadi, itu sudah jelas
bahwa Negara-negara maju penasaran dengan Negara kita. Sehingga mereka secara detail mencari
informasi tersebut.
TOBAT
AKADEMIK
Kini saatnya para pengelola perguruan tinggi melakukan tobat
akademik dengan melakukan revitalisasi mata kuliah umum secara professional. Jika tidak, moral bangsa ini betul-betul
ambruk. Bukti-bukti lain dari ambruknya
moral ini adalah:
1.
Lemahnya
penguasaan bahasa nasional (daerah dan Indonesia) sebagai akibat dari imperialism
bahasa.
2.
Kebanggaan
yang berlebihan terhadap produk (berbagi artifak cultural) asing.
3.
Ketidakpuasan
(masa bodoh) terhadap Negara dalam hal penanganan korupsi, layanan public,
kinerja pemerintah.
4.
Fenomena
brain drain yang disengaja atau tidak.
5.
Belum
kokohnya jati diri pendidikan nasional sebagai akibat imperialism pendidikan.
Revitalisasi mata
kuliah umum mesti didasari oleh fungsinya untuk memperkaya bidang study
(enriched major), bukan menambah keahlian.
Untuk itu, ada sejumlah saran solusi sebagai berikut:
Ø Pendekatan aplikasi dan praksis bukan teori dan indroktrinasi. Dalam mata kuliah ilmu social dasar misalnya
bukan mengerjakan sejarah dan teori karawitan sunda, tetapi apresiasi melalui
praktek berkesenian.
Ø Mahasiswa ditawari sejumlah (tema) mata kuliah umum yang beraneka
untuk dipilih sesuai dengan hobi dan nuraninya.
Selama ini (tema-tema) mata kuliah umum itu ditentukan oleh perguruan
tinggi sehingga mayoritas mahasiswa dipaksa oleh kurikulum. Ketika dipaksa, maka hilanglah fungsi liberal
education dari mata kuliah umum itu.
Di Amerika mahasiswa S-1 diwajibkan mengambil sejumlah mat kuliah umum
yang lazim disebut liberal studies sesuai dengan minatnya. Sejak tahun 1970-an hamper semua prodi S-1 di
PT Amerika menawarkan mata kuliah umum bahasa inggris, filsafat, peradaban
barat, dunia ketiga, dan pendidikan internasional. Kini makin banyak PT yang menawarkan literasi
computer, matematik, dan seni.
Ø Perlu dilakukan analisis kebutuhan mahasiswa untuk menentukan
materi dan cakupan perkuliahan. Pada akhir
perkuliahan perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui manfaat dan relevansi dan
fungsinya sebagai pengayaan terhadap bidang studi. Hamper semua dosen mata kuliah umum selama
ini jarang melakukan analisis dan evaluasi ini.
Masuk akal bila mata kuliah umum dinilai “kurang bermanfaat” oleh para
mahasiswa. Bisa jadi, selama ini ada
sejumlah mata kuliah jurusan yang hebat menurut dosen, tapi mubazir dalam
persepsi mahasiswa.
Ø Mata kuliah umum mesti dikelola secara terintegrasi dengan visi dan
misi yang jelas dari tingkat universitas, fakultas, sampai jurusan. Artinya visi dan misi perguruan tinggi harus
betul-betul dipahami oleh para dosen. Agar
mahasiswa beroleh manfaat yang banyak, beberapa mata kuliah umum bisa
didelegasikan ketingkat fakultas dan bahkan jurusan, sehingga konsep enriched
major itu tercapai. Sebagai contoh,
mata kuliah umum bahasa inggris dapat diampu oleh dosen jurusan kimia yang
pernah menulis disertasi dalam bahasa inggris.
Untuk itu diperlukan adanya koordinasi pimpinan jurusan dengan dosen
mata kuliah umum untuk memastikan adanya keterkaitan interdisiplin.
Ø MKU mesti sensitive terhadap tantangan zaman sehingga para
mahasiswa bersikap kritis terhadap kehidupan nyata. Isu-isu mutakhir yang kini bergejolak dan
menyita perhatian bangsa ini seperti NII, kekerasan antar umat beragama,
perdagangan manusia, permulaan paksa TKI, bunuh diri dari kalangan pelajar,
tayangan video porno, korupsi berjamaah di kalangan politisi dan birokrat,
penggundulan hutan di Kalimantan, dan sebagainya. Isu-isu itu layak diwadahi oleh satu mata
kuliah “Studi isu-isu kontemporer”.
Ø Integrasi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pancasila,
ilmu alamiah dasar, ilmu budaya dasar adalah satu strategi dan merupakan
kewenangan perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan. Hanya, ada sejumlah konsekuensi:
1.
Kompetensi
dosen yang terbatas tidak mungkin menguasai semua itu.
2.
Standar
isi yang tidak jelas karena terlampau jenerik sehingga bakal ada materi yang tersingkirkan.
3.
Akan
munculnya saling lempar tanggung jawab anatr dosen sehingga misi mata kuliah
tidak tercapai.
Ø Perlunya pembinaan dosen mata kuliah umum secara profesional. Ketika mata kuliah umum dianggap mubazir oleh
mahasiswa, maka diperlukan pembuktian terbalik bahwa MKU justru mencerdaskan,
menginspirasi, dan menambah wawasan. Survey
terhadap lulusan S-1 di AS menunjukan bahwa yang paling berkesan dan paling
diingat oleh para alumni itu bukan kurikulum atau nama mata kuliah, tetapi
siapa dosen yang mengajarnya, the man behind the gun. Deskripsi mata kuliah bisa hebat tapi mubazir
bagi mahasiswa. Sementara itu, dosen
yang profesional dan berkarakter akan tetap dikenang dan didoakan sehat dan
panjang usianya.
Sebenarnya
kurikulum di Negara kita tidak ada yang salah, pemerintah sudah benar dalam
menurunkan kurikulum tersebut, hanya saja pertanyaannya, apakah para guru mau
menerapkan kurikulum tersebut??? Karena praktek
dilapangannya itu sangat berbeda dengan apa yang ada pada kurikulum Negara kita. Semuanya itu sangat melenceng dari aturan
kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Banyak para pendidik yang mencuri jam
pelajaran yang bukan dari basicnya, itu sama saja dengan merendahkan para
pendidik lain yang memang skill-nya tetapi telah dicuri oleh pendidik lain yang
hanya mengerti sedikit tentang mata pelajaran lain, lalu se’enaknya saja
mengisi jam kosong yang memang bukan dari basic-nya atau skill-nya. Sepeti itu lah fakta di Negara kita, sangat
miris didengarnya.
Menurut saya,
jangan pernah menyalahkan siswa yang ketika dikelas itu tidak memahami atau
benar-bernar tidak mengerti dengan materi tersebut. Salah satu faktornya yaitu yang tadi saya
jelaskan diatas, pendidik tersebut kurang menguasai materi ajar tersebut,
sehingga dalam penyampainnya pun kurang maksimal. Contohnya dari jurusan PAI, tetapi pendidik
tersebut mengisi jam kosong bahasa inggris, yang hanya pernah khursus bahasa
inggris lalu beliau berani mengajar bahasa inggris. Itu sangatlah melecehkan pendidik yang memang
dari jurusan bahasa inggris, sehingga untuk para calon guru yang baru lulus
dari perguruan tinggi banyak yang menganggur, dikarenakan para calon guru
tersebut tidak mendapatkan jam di tiap sekolah.
Karena mungin, ada unsur politik bagi para pengajar yang memang bukan
dari skill-nya. Sangat disayangkan sekali yang seperti ini, dan untuk
merubahnya pun sangat sulit.
Dalam konteks Indonesia,
pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan etnis, agama dan minoritas bahasa
dan budaya. Terlepas dari karir
mereka-politisi, insinyur, petani, atau pengusaha-siswa harus diberikan
pengetahuan yang memadai di daerah-daerah.
TUJUAN
PENDIDIKAN LIBERAL
Produk terpenting
pendidikan S-1 di AS, menurut Derek Bok, mantan presiden Harvard, adalah
“ a critical mind, free of dogma but nourished by humane values”. Ada dua kalimat kunci yang mesti dipegang
oleh lulusan S-1, yaitu kemampuan berfikir kritis dan nilai-nilai
kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan
misi pendidikan liberal. Pendidikan liberal
membebaskan mahasiswa dari kungkungan atau perbudakan yang timbul karena
kebodohan, syak wasangka, dan kepicikan.
Kebebasan seperti ini mensyaratkan mahasiswa memiliki pandangan yang
jembar atas berbagai temuan, prestasi dan kemampuan, serta memiliki sikap
apresiatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dengan kata lain pendidikan liberal berniat menjadikan mahasiswa
memiliki kemampuan dan kecenderungan untuk menghadapi fakta, teori, dan
tindakan melalui perbincangan rasional. Untuk
mencapai tujuan itu mahasiswa harus belajar mengontrol emosi dan
perilakunya. Dalam perkembangan
selanjutnya, di PT liberal studies mencakup bahasa inggris, sejarah, seni
murni, dan secara bengangsur mengajarkan ilmu-ilmu fisik, fisik, biologi, dan
ilmu-ilmu social lainnya.
Pendidikan liberal
mesti mengayungi pendidikan kognitif, moral, dan emosi. Pendidikan liberal sering juga diartikan
sebagai pembebasan dari sikap kasar, cabul, tidak sopan atau vulgarity yang
dalam bahasa Grik disebut apeirokalia, yakni tidak memiliki pengalaman
keindahan. Dengan kata lain pendidikan
harus menanamkan pada mahasiswa untuk mengapresiasi berbagai bentuk
keindahan. Produk pendidikan adalah
manusia yang terdidik dan berbudaya (cultured).
Cultured dalam kata agri-culture berarti tanah. Manusia mengolah tanah dengan member pupuk
yang baik sehingga subur dan menghasilkan barbagai hasil demi kebutuhan
manusia. Bila petani mengolah tanah,
dosen mengolah minda atau otak mahasiswa sehingga potensi otaknya berkembang
secara optimal dan menghasilkan otak-otak cerdas dan luar biasa. (great
minds). Ingat ungkapan the great
books (teks klasik yang memiliki nilai sejarah dan kebenaran yang tinggi, yang
harus tetap dipelajari dan dijadikan sumber inspirasi dari perkembangan ilmu
pengetahuan sekarang ini). Hanya petani
yang profesional yang dapat mengolah tanah sehingga menghasilkan panen besar,
sebagaimana dosen yang profesional yang mampu menghasilkan sarjana-sarjana
ulung. Dapat dikatakan pendidikan
liberal merupakan persiapan untuk spesialisasi atau profesi. Itulah cirri khas Amerika, sedangkan di Eropa
fungsi persiapan demikian diselenggarakan oleh sekolah menengah (Watso 2011,
komunikasi pribadi). cara yang
paling mudah untuk mengajarkan pendidikan liberal adalah menjadikan buku-buku
klasik sebagai bacaan wajib bagi mahasiswa. Ada beberapa persamaan antar the great books
dengan kitab kuning seperti yang
dijelaskan oleh Martin Van Bruinessen (1995) sebagai berikut:
“ Alasan
pokok munculnya pesantren ini adalah untuk menstransmisikan islam tradisional
sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditukis berabad-abad
yang lalu. Kitab-kitab ini dikenal di
Indonesia sebagai kitab kuning. Jumlah teks
klasik yang diterima di pesantren sebagai ortodoks (Al-kutub al-mu’tabarah) pada prinsipnya terbatas. Ilmu yang bersangkutan dianggap sudah bulat
dan tidak dapat ditambah, hanya bisa diperjelas dan dirumuskan kembali. Meskipun terdapat karya-karya baru, namun
kandungannya tidak berubah. Kekauan tradisi
itu sebenarnya telah banyak dikritik, baik oleh peneliti asing maupun oleh kaum
muslim reformis dan modernis (1995: 17)”.
Tantangan terbesar
bagi pendidikan liberal adalah sejauh mana pendidikan liberal mampu menanamkan
prinsip-prinsip pendidikan lulusan siap menghadapi perubahan dunia. Para lulusan S-1 mesti menunjukan kompetensi
di ranah akademik, aplikasi dan keterampilan lunak sehingga mereka siap
meneruskan pendidikan ke program pascasarjana atau memasuki dunia kerja. Dengan kata lain, pendidikan liberal harus
membekali mahasiswa dasar-dasar pendidikan “umum” yang memungkinkan mereka mampu belajar tiada henti dalam dunia
kerjanya. Dalam kehidupan sehari-hari
kita jauh lebih mudah belajar dari umum ke khusus daripada sebaliknya, dari
khusus ke umum. Untuk itu, kurikulum S-1
harus membekali mahasiswa kompetensi dalam tiga hal, sebagai berikut:
1.
Akademik:
menulis, matematika, sains.
2.
Aplikasi:
berfikir kritis, belajar yang terintegrasi dan teraplikasi.
3.
Keterampilan
lunak: etika, kerja sama, kebinekaan, dan belajar sepanjang hayat.
KESIMPULAN
Bahwa di dalam
pendidikan tidak hanya diasah materi ajar saja, tetapi juga mahasiswa diwajibkan
berahlaq dan menumbuhkan karakter yang berfikir kritis. Ini sangat dibutuhkan untuk semua mahasiswa
agar bisa bersikap sopan, berbicara dengan sopan ketika debat, bisa mengontrol
emosi, dan tidak kasar. Selain itu
kurikulum di Negara kita sudah benar, tujuannya agar siswa aktif dalam diskusi,
berfikir kritis, dan tidak hanya disuapin layaknya bayi. Tetapi tujuan yang benar dan baik tersebut
dalam faktanya berbanding terbalik dengan dilapangan. Ini sangat mengecewakan bagi saya pribadi,
karena banyak seorang pendidik yang mencuri jam kosong yang bukan haknya atau bukan dari skill-nya. Sehingga para sarjana banyak yang menganggur karena tidak mendapatkan jam kosong di tiap sekolah karena jam tersebut sudah diisi oleh pendidik yang memang bukan dari basic-nya. Sehingga patut diragukan kemampuan seorang pendidik yang tidak memakan bangku kuliah tersebut, yang hanya bisa
mengajar setelah mereka khursus, atau hanya menggunakan LKS (Lembar Kerja
Siswa) saja, sehingga siswa mengdapatkan materinya pun hanya sekedar yang
beliau berikan dari LKS (Lembar Kerja Siswa) atau hanya dari referensi saja. Selain itu kita wajib belajar dari kitab
kuning yang dijelaskan oleh Martin Van Bruinessen (1995). Presiden kita pun Bj. Habibi pernah
mengatakan “ Anak muda jaman sekarang banyak yang Miskin, karena di jaman sekarang
sangat sedikit dan hampir tidak ada yang belajar Kitab Ta’lim Muta’alim”.
Reference:
A. Chaedar Alwasilah. POKONYA REKAYASA LITERASI. UPI
MERDEKA.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic