Krisis Literasi
Negeri
Literasi,
literasi adalah kemampuan membaca dan menulis (7th Edition Oxford
Learner’s Dictionary, 2005:2008). Definisi tersebut adalah definisi lama dari
literasi. Menurut Setiadi, di Indonesia dalam konteks persekolahan istilah
literasi jarang dipakai. Istilah yang sering digunakan adalah pengajaran bahasa
atau pembelajaran bahasa. Hal ini juga tercermin dari tidak adanya kata
literasi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI).
Merujuk dari definisi lama literasi,
mencerminkan bahwa pada masa silam membaca dan menulis sudah dianggap cukup
sebagai pendidikan dasar untuk membekali manusia kemampuan menghadapi tantangan
zamannnya. Definisi dari literasi sepertinya sudah sangat tidak relevan dengan
perkembangan zaman yang melesat sesuai dengan prediksi.
Di zaman yang seperti sekarang ini,
pendidikan dasar tidak cukup mengandalkan kemampuan membaca dan menulis. Literasi
saat ini sudah menjadi praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial
dan politik. Kini, para pakar pendidikan dunia berpaling ke definisi baru
literasi komputer, literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dan
sebagainya.
Freebody dan Luke menawarkan hakikat
berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis yakni
1. Breaking
the codes of text
2. Participating
in the meaning of text
3. Using
text functionally
4. Critically
analyzing and transforming text
Makna dan
rujukan literasi akan terus berevolusi, maknanya akan semakin meluas dan
kompleks. Walaupun makna literasi akan terus berevolusi, literasi akan tetap
berurusan dengan penggunaan bahasa. Literasi merupakan kajian lintas disiplin
yang memiliki tujuh dimensi yang saling terkait.
1.
Dimensi
Geografis(lokal, nasional, regional, dan Internasional)
Literasi
seseorang dapat dikatakan berdimensi geografis bergantuung pada tingkat
pendidikan dan jejaring sosial dan vocasionalnya.
2.
Dimensi
Bidang(pendidikan, komukasi, militer, dsb)
Dari
berbagai macam bidang yang berkualitas tinggi pasti menghasilkan literasi yang
tinggi pula.
3.
Dimensi
Keterampilan(membaca, menulis, menghitung,
berbicara)
Literasi
seseorang tampak dalam kegiatan membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Kualitas
tulisan bergantung pada “gizi” bacaan yang disantapnya. Gizi itu tampak saat
orang itu berbicara.
4.
Dimensi
Fungsi(memecahkan persoalan, mendapat pekerjaan, mencapai
tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri)
Orang-orang
yang literat akan sangat mudah untuk mewujudkan dimensi fungsi.
5.
Dimensi
Media(teks, cetak, visual, digital)
Pada
zaman seperti sekarang ini orang harus bisa mengandalkan media lain selain
membaca dan mennulis.
6.
Dimensi
Jumlah(satu, dua, beberapa)
Jumlah
dapat merujuk pada banyak hal seperti, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang
ilmu, media, dan sebagainya.
7.
Dimensi
Bahasa(etnis, lokal, nasional, regional, internasional)
Multilingual
------------------------multiliterat
Menilik kembali tentang definisi
literasi yang terus berevolusi, ada 11 gagasan kunci tentang literasi yang
menunjukkan perubahan paradigma literasi sesuai dengan perkembangan zaman.
- -
Ketertiban lembaga-lembaga sosial
- - Tingkat kefasihan relatif
- - Pengembangan potensi diri dan
pengetahuan
- - Standar dunia
- - Warga masyarakat demokratis
- - Keragaman lokal
- - Hubungan global
- - Kewarganegaraan yang efektif
- - Bahasa Inggris ragam dunia
- - Kemampuan berpikir kritis
- - Masyarakat semiotic
Tujuh dimensi
literasi dan sebelas frase kunci literasi sudah diketahui. Pendidikan bahasa
yang berbasis literasi juga memiliki prinsip. Ada tujuh prinsip, yaitu
1. Literasi
adalah kecakapan hidup(life skills)
2. Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis
maupun secara lisan
3. Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah
4. Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya
5. Literasi
adalah kegiatan refleksi(diri)
6. Literasi
adalah hasil kolaborasi
7. Literasi
adalah kegiatan melakukan interpretasi
RAPOR MERAH ANAK NEGERI
Indonesia, sejak tahun 1999 ikut
dalam proyek penelitian dunia yang dikenal dengan PILRS(Progress in
International Reading Literacy Study), PISA(Program of International Student
Assessment), dan TIMSS(the Third International Mathematic and Science Study)
untuk mengukur literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan alam.
Pada kesempatan ini, akan dikutip
temuan penting khususnya tentang literasi membaca yang diteliti oleh PILRS. Penelitian
ini berpusat pada prestasi membaca siswa kelas IV Indonesia yang dibandingkan
dengan siswa dari negara peserta lain. Berikut adalah hasilnya:
1. Skor
prestasi membaca di Indonesia masih dibawah rata-rata negara peserta lain.
2. Skor
prestasi membaca Indonesia belum bisa meningkatkan pendapatan perkapita negara.
3. Indonesia
termasuk negara yang memiliki indikator lebih tinggi dalam retreving and
straight forward inferencing process.
4. Di
Indonesia hanya tercatat 2% siswa yang prestasi membacanya masuk kedalam
kategori sangat tinggi.
5. Hanya
sedikit orang tua di Indonesia yang terlibat dalam early home literacy
activities.
6. Indonesi
masuk ke dalam posisi paling bawah untuk masalah home educational resources.
7. Hanya
sedikit orang tua siswa yang lulus dari tingkat perguruan tinggi.
Ujung
tombak pendidikan literasi adalah guru dengan langkah-langkah profesionalnya
yang terlihat dalam enam hal yaitu:
1. Komitmen
profesional
2. Komitmen
etis
3. Strategi
analitis
4. Efikasi
diri
5. Pengetahuan
bidang studi
6. Keterampilan
literasi dan numerasi
(Cole
dan Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi, 2010)
Membangun
literasi bangsa harus diawali dengan mambangun guru yang profesional. Guru profesional
hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang profesional juga. Sekolah,
sebagai lembaga pendidikan formal adalah situs pertama untuk membangun literasi
yang pada umunya disokong oleh pemerintah dengan menggunakan dana publik,
inovasi, dan program uji coba pemerintah.
Literasi
diciptakan bergantung pada paradigma ihwal literasi itu sendiri. Dalam pembelajaran
bahasa asing, istilah atau pendekatan literasi kurang dikenal. Kurikulum pembelajaran
bahasa asing pada tingkat dasar cenderung pada tingkat text-centric, bukan
reader-centric dan writer-centric. Dalam kurikulum bahasa asing tingkat tinggi
dicontohkan pada tingakat pendidikan S1, pendidikan bahasa asing ditambah tiga
komponen lain yaitu, muatan kultural, muatan kognitif, dan muatan reproduksi.
Mengajarkan
literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca
tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra. Dalam garis
besarnya, pembelajaran literasi memiliki paradigma. Paradigma adalah cara
pandang dan pemakanaan terhadap objek pandang(pengajaran literasi). Paradigma pembelajaran
literasi terdiri dari tiga paradigma, yaitu:
1. Decoding
Menyatakan bahwa
grafofonem berfungsi sebagai sebagai pintu masuk literasi. Belajar bahasa
dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa. Siswa menjadi litarat pertama
dengan menguasai hubungan huruf-bunyi untuk membentuk kata. Pada akhirnya,
siswa mampu membuat hubungan tulisan dengan makna. Dalam paradigma ini berlaku
rumus perkembangan literasi = belajar ihwal literasi > belajar literasi >
belajar melalui literasi.
2. Keterampilan
Penguasaan morfem dan kosakata
adalah dasar untuk membaca. Untuk upaya meningkatkan pengetahuan kosakata,
siswa dilatih reading comprehension. Dalam paradigma ini berlaku rumus
perkembangan literasi = belajar ihwal literasi > belajar literasi >
belajar melalui literasi.
3. Bahasa
secara utuh
Pengajaran bahasa mesti berfokus
pada pembelajaran makna. Siswa dituntut untuk mendapatkan makna baru, bukan
kosakata baru. Dalam paradigma ini, berlaku rumus perkembangan literasi =
belajar melalui literasi > belajar literasi > belajar ihwal literasi.
Literasi di Indonesia benar-benar
menjadi krisis yang sangat serius. Dapat dilihat dari penelitian yang telah
dilakukan. Pembenahan literasi harus dilakukan dari pendidikan yang sangat
dasar dan upaya kerras untuk memenuhi literasinya harus dijalani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic