Bahkan
Ahli Bahasapun Berkawan dengan Sejarah
“The
scariest moment is always just before you start.”
― Stephen King, On Writing: A Memoir of the Craft
― Stephen King, On Writing: A Memoir of the Craft
Sungguh tidak pernah terbantahkan
bahwa kita sering cemas dengan apa yang biasanya belum kita ketahui
kejadiannya. Kita sering takut pada apa yang biasanya kita asumsikan akan
terjadi dan itu menakutkan. Ketakutan akan lebih menjadi dan merajalela
menguasai diri apabila kita berfikir bahwa apa yang kita harapkan tak sesuai
dengan kenyataan. Walau terkadang itu semua hanyalah sebuah ilusi dan
imajinasi.
“Don't tell me the moon is shining; show me
the glint of light on broken glass.”
Menulis katanya
menemukan ceruk-ceruk baru. Menggali sesuatu yang belum diketahui. Menulis
seperti seorang arkeolog. Mencari artefak-artefak sisa-sisa kehidupan zaman
dulu yang tersembunyi yang belum dapat diketahui. Jadi arkeolog layaknya
seorang penulis. Tugasnya mencari informasi yang belum diketahui dan memberikan
pengetahuan yang baru bagi pembaca. Kemudian artefak juga dapat dianalogikan
sebagai sebuah tulisan. selain apa yang seperti dikatakan oleh lehtonen bahawa
“text is artifact” bahwa tulisan akan selalu ada. Namun tulisan juga harusnya
sebagai layaknya sebagai artefak, yang jika orang mengetahui atau melihatnya
mereka akan ‘amazing’ dan mendapatkan informasi dan pengetahuan darinya. Jadi pada dasarnya, salah satu tugas
penulis adalah menemukan pemahaman-pemahaman baru.
Kemudian yang disebut sebagai hal-hal baru ialah suatu hal yang
sebenarnya masih tertutup rapat dan masih menjadi rahasia oleh sebagian orang
demi kepentingan tertentu. Jadi tugas penulis ialah menguak sesuatu yang belum
terungkap. Jadi sebenarnya ketika seorang penulis ingin menemukan hal-hal baru,
dia harus menguak suatu hal dari sisi yang berbeda. Hal ini juga telah dicontohkan oleh Howard Zinn dalam
bukunya. Howard Zinn dan Elliot Marison sama-sama mengemukakan tentang
Columbus. Namun ternyata howard zinn menguak tentang howard zinn dari sisi yang
lain sehingga dia menemukan ceruk-ceruk baru
. “menulis memang bukan
mengeluarkan, tetapi aktivitas membobol berbagai sekat dalam diri dengan di
luar dirinya, dengan apa yang menggelisahkannya sehingga mencapai kemapanan
rasa untuk digelisahkan kembali.”
― Dian Nafi, Mayasmara
― Dian Nafi, Mayasmara
Menulis adalah masalah
menciptakan affordance dan mengeksplorasi potensi makna. Selain itu menulis sebuah
semogenesis (making-meaning). Dimana setiap teks bertujuan untuk menghasilkan
makna. Jadi dapat kita ketahui bahwa sebenarnya menulis adalah menciptakan
sebuah teks dengan cara mengeksplorasi makna yang akan tercipta didalamnya.
Sejarawan serta ahli
bahasa mempunyai tujuan yang sama yaitu memahami value melalui proses
diachronic. Perlu diketahui bahwa proses diachronic dalam sudut pandang sejarah
yaitu melihat suatu peristiwa berdasarkan waktu dan bersifat memanjang.
Sedangkan proses diachronic dalam bahasa ialah proses mengkaji bahsa dalam masa
yang tidak terbatas. Bisa sejak awal masa kelahiran bahasa tersebut hingga masa
punahnya suatu bahasa. Kajian ini bersifat historis dan komperatif. Jadi dapat
kita tarik kesimpulan bahwa proses diachronic yang dilakukan ahli bahasa akan
bersangkutan dengan ahli sejarah karena ahli bahasa membutuhkan sejarah dalam
kajiannya.
proses menemukan
disini sebenarnya sama saja antara tugas dari penyair, ahli dan bahasa serta
sejarawan. Ketiganya mempunyai tujua nyang sama yaitu menemukan ceruk baru.
Proses yang dilakukan ketiganya pun sama saja yaitu melalui proses literasi.
Dimana seorang penyair harus menulis untuk membuat makna yang terkandung dalam
setiap baris katanya yang bersifat halus. Ahli bahasa juga harus menulis dalam
rangka menemukan ceruk baru sedangkan historian juga harus menulis dalam rangka
menemukan ceruk baru yaitu dengan cara memandang suatu sejarah dari sisi yang
berbeda.
Jadi,
kesimpulan class review ini ialah bahwa seorang penulis seharusnya dapat
menemukan ceruk-ceruk baru. Ceruk baru dalam hal ini ialah mengungkapkan
sesuatu yang masih tersembunyi. Jika dilihat dari seorang sejarawan, menemukan
ceruk-ceruk baru ialah memandang suatu peristiwa atau sejarah dari sisi yang
berbeda. Dari sisi yang orang lain belum pernah memikirkannya. Seperti halnya
seorang penyair. Seorang penyair juga mengemban tugas untuk menemukan ceruk
baru mellui kata halusnya yang tersirat makna di dalamnya. Kemudian ada
kesamaan tujuan antara sejarawan dan ahli bahasa. Keduanya sama-sama bertujuan memahami
value melalui proses diachronic. Jadi pada dasarnya seorang penyair, sejarawan,
dan ahli bahasa, ketiganya sama-sama bertugas menemukan ceruk baru melalui
proses literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic