We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Selasa, 25 Maret 2014

7th Class Review



           
Flew towards end point of literacy
Malam seakan mencengkeram, mengubah kegelapan menjadi terang.  Ayam bekokok dan itu pertanda dari pergantian malam dengan siang.  Sangat class, namun cepat sekali perubahan itu seperti yang kulalu minggu kemaren saya telah menyelesaikan review yang keenam, namun sekarang class review yang akan saya bahas secara tuntas dan habis adalah class review yang ketujuh.  Kali ini akan kulalui awan kegelisahan menjadi awan keceriaan dan akan kutuliskan class review ini menjadi cita rasa yang begitu melezatkan.  Menginginkan kesuksesan dalam mata kuliah walaupun susahnya ibarat mengejar tulang darigigitan anjing yang sedang berlari kencang akan sampai mana dan seberapa jauhnya nan sulitna tetap akan ku kejar, seperti inilah saya dalam mata kuliah writing akademik ini.
            Keyakinan yang semakin kuat bahwa akan tiba dimana saatnya kata bahagia membawa kita pada sebuah sejarah.  Sejarah kita akan tercatat pada diri kita sendiri untuk dikenang dan diubah menjadi sebuah hal yang positif meyakinkan suatu pengorbanan adalah kunci kesakitan yang tiada tara utnuk dibayar sekalipun dengan harta.  Menjalani suatu pengorbanan adalah hal yang terindah karena kita dapat merasakan pahit manisnya suatu perjuangan.  Pengorbanan akan mengajarkan banyak energy positif untuk keluar pada diri kita .  mengajarkan banyak energy positif untuk keluar dari diri kita.  Mengajarkan akan arti menghargai, bersosialisasi, menetapkan sebuah prinsip hidup yang akan saya bahas masih mengenai teks.
Pengertian Teks
Sebuah teks adalah terdiri dari unit-unit bahasa dalam penggunaanya.  Unit-unit bahasa tersebut adalah merupakan unit gramatikal seperti klausa atau kalimat namun tidak pula didefinisikan sebagai ukuran panjang kalimatnya.  Teks terkadang pula digambarkan sebagai sejenis kalimat yang suer yang lebih panjang daripada suatu kalimat yang saling berhubungan satu sama lain.  Sebuah teks dianggap semantic yaitu unti bahasa yang berhubungan dengan bentuk maknanya.  Teks merujuk pada bentuk konkrit penggunaan bahasa berupa untaian kalimat yang mengemban preposisi-preposisi sebagai suatu keutuhan.   Menurut Fowler (Sugira Wahid dan Juanda; 2006; 7) wacana tentu berbeda dengan teks, sebab wacana merujuk pada kompleksitas aspek yang terbentuk oleh interaksi antara aspek kebahasaan sbagaimana terwujud dalam teks dengan aspek luar bahasa.  Interaksi tersebut selain menentukan karakteristik bentuk komunikasi ataupun pengguanan bahasanya juga menentukan karakteristik bentuk dalam teks.  Menurut Halliday  mengemukakan bahwa teks selalu dilingkupi oleh konteks budaya.  Konteks situasi adalah kseluruhan lingkungan baik lingkungan tutur maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi.  (diucapkan atau ditulis).  Diatas konteks situasi tedapat konteks budaya yang melingkupi teks dan konteks situasi dan konteks budaya.
            Jejak Halliday tersebut dapat ditemukan dalam pandangan Fowler (1986; 70) bahwa satuan bahasa dalam penggunaan yang nyata lebih dari sekedar teks yang dibangun bersama-sama dengan konvensi dasarnya, tetapi lebih banyak berupa wacana daripada yang sudah dilahirkan itu.  Fowler membedakan konsep teks dan wacana dibangun dari teks dan konteks untuk melihat bahasa sebagai teks membawa kita pada kajian keseluruhan unit-unit komunikasi yang dilihat sebagai struktur sintaksis dan semantic yang koheren yang dapat diucapkan dan ditulis.  Dalam pandangan kritis, teks dipandang sebagai secara dinamis sebagai komunikasi interpersonal dalam konteks.  Dengan demikian teks dapat dibandang sebagai medium wacana.  Untuk melihat bahasa sebagai wacana membawa kita kepada keseluruhan proses interaksi lingual yang rumit anatara masyarakat yang mnghasilkan dan masyarakat yang memahai teks.
Wacana dan Ideologi
Bagaimana suatu teks dimaknai? Mengapa seorang memaknai dan menafsirkan teks wacana dengan pandangan tertentu atau bagaimana teks dibentuk dengan cara tertentu? Apa yang menyebabkan pemaknaan seperti itu? Menurut John Fiske, makna tidak intrinsic ada dalam teks itu sendiri.  Seseorang yang membaca suatu teks berita tidak menemukan makna dalam teks, sebab yang ditemukan adalah pesan dalam teks.  Makna itu doproduksi lewat proses yang aktif dan dinamis, baik dari sisi pembuat maupun khalayak pembaca.  Pembaca dan teks secara bersama-sama mempunyai andil yang sama dalam memproduksi pemaknaan, dan hubungan tersebut menempatkan seseorang sebagai suatu bagian dari hubunganya dengan system teta nilai yang lebih besar dimana dia hidup dalam masyarakat.  Pada titik inilah ideology bekerja.
            Ada banyak definisi tentang ideology.  Raymon William mengklasifikasikan penggunaan ideology tersebut dalam tiga ranah.  Pertama, sebuah system kepercayaan yang dimiliki oleh kelas tertentu.  Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideology sebagai seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam bentuk yang koheren.  Sebagai missal, seseorang mungkin mempunyai seperangkat sikap tertentu mengenaidemonstras buruh.  Ia percaya bahwa yang berdemonstrasi mengganggu kelangsungan prduksi.  Akibatnya, perusahaan tidak bisa memproduksi barang dan mengalami kerugian besar, yang akibatnya akan ditanggung oleh buruh sendiri.  Oleh karena itu, demonstrasi buruh tidak boleh ada karena hanya akan menyusahkan orang lain dan membuat keresahan dan kemacetan lalu lintas.  Jika kita bisa memprediksikan sikap semacam itu, kita dapat mengatakan bahwa seseorang mempunyai ideology kapitalis atau borjuis.  Meskipun ideology disini terlihat sebagai sifat seseorang, tetapi ideology disini, tidak dipahami sesuatu yang ada dalam diri individu sendiri, melainkan diterima dari mayarakat.  Ideology bukan system yang unik yang dibantah oleh pengalaman seseorang tetapi ditentukan oleh masyarakat dimana ia hidup.
            Kedua, sebuah system keppercayaan yang dibuat-ide palsu atau kesadaran palsu yang bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah.  Ideology dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau dominan untuk menggunakannya mengontrol kelompok lain dengan menggunakan perangkat ideology yang disebarkan kedalam masyarakat akan membuat kelompok yang didominasi melihat hubungan Nampak natural, dan diterima sebagai kebenaran.  Disini ideology disebarkan lewat berbagai instrument dari pendidikan, politik sampai media massa.  Ideology disini bekerja sebagai hubungan social yang Nampak nyata, wajar dan alamiah, dan tanpa sadar kita menerima sebagai kebenaran.  Berita mengenai pencuri yang berasala dari kelompok bawah kita terima sebagai sesuatu yang nyata, kita tidak merasa heran dan aneh.
            Ketiga, proses umum produksi makna dan ide.  Ideology disini sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna.  Berita demonstrasi pabrik gudng garam itu secara umum menggambarkan apa yang dilakukan oleh buruh dan bagaimana dampaknya bagi produksi perusahaan, perekonoman masyarakat, dan pemerintah yang dtekankan disini bukan kecilnya gaji yang diterima oleh buruh tetapi sikap buruh pabrik yang merugikan banyak pihak.  Berita secara tidak sengaja membuat pembalikan/oposisi bahwa buruh anarkis, perusahaan bagus.  Perusahaan berperan dalam perekonomian daerah dan nasional, sedangkan guru menciptakan kekacauan.  Buruh anarkis mau menang sendiri, menolak jalan damai, sementara pihak perusahaan digambarkan sebagai korban anarkis menawarkan jalan damai, dan kekeluargaa.  Perbedaan itu secara jelas terlihat dalam teks dengan berbagai komentar yang ada dan diterima taken for granted. It sec
            Berita itu secara ideology adalah kapitalis.  Dalam ideology semacam itu, kekuatan capital diangap dan dipandang sebagai paling berperan dalam produksi masyarakat.  Buruh hanyalah sekrup yang bekerja demi terselenggaranya produksi yang pada akhirnya menciptakan produktifitas dalam masyarakat.  Bagaimana ideology ini bekerja dalam memproduksi makna dapat dilihat dari bagaimana tindakan masyarakat dan pengusaha itu digambarkan dan bagaimana posisi kelompok yang terlibat diposisikan.
v Pembacaan Teks
Dalam konsepsi Max, idologi adalah sebentuk kesadaran palsu.  Kesadaran seseorang, siapa mereka,  dan bagaimana mereka menghubungkan dirinya dengan masyarakat  dibentuk dan diproduksi oleh masyarakatm tidak oleh biologis yang diamati,  hubungan antara pembuat teks dan pembaca teks. Menurut Stuart Hall (1986; 136-18) ada tiga bentuk pembacaan/hubungan antara penulis dan pembaca dan bagaimana pesan itu dibaca anatara keduanya.  Hal yang menarik adalah hubungan antara pembacaan teks dan dengan posisi ideology baik pembuat teks atau pembaca teks.   Pembacaan dominan atas teks secara hipotesis akan terjadi kalau baik pembuatnya atau pembacanya mempunyai ideology yang sama.  Adanya ideology yang sama ini menyebabkan, tidak ada beda pandanagan antara penulis dan pembaa.  Akibatnya, nilai-nilai pandangan yang dibawa oleh pembuat teks bukan hanya disetujui oleh pembaca, lebih jauh dinikmati dan dikonsumsi oleh pembaca teks.  Pada titik ini tidak ada proses atau perlawanan dari pembaca.  Pembaca akan menafsirkan dan memamknai teks dalam apa yang ditawarkan oleh penulis
            Dalam teori Althusser tentang ideology menekankan bagaimana kekuasaan suatu kelompok yang dminan dalam mengontrol kelompok lain.  Pertanyaanya, bagaimana cara atau penyebaran ideology itu dilakukan? Pada titik ini, teori Gramscitentang hegemoni layak dikedepankan.  Antonio Gramscimembangun suatu teori yang menekankan bagaiamana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kehadira kelompok dominan berlangsung dalam proses yang damai, tidak dengan tindakan kekerasan.  Konsep hegemoni menolong kita menjelaskan bagaimana suatu proses berlangsung.  Konsep hegemoni dipopulerkan oleh ahli filsafat terkemuka Italia, Antonia Gramsci yang berpendapat bahwa kekuatan dan dominasi kapitalis tidak hanya melalui dimensi material dari sarana ekonomi dan relasi produksi, tetapi juga kekuatan (force) dan hegemoni.  Jika yang pertama menggunakan  daya paksa untuk membuat orang banyak mengikuti dan mematuhi syarat-syarat suatu cara produksi atau nilai-nilai tertentu, maka yang terakhir meliputi peluasan dan pelestarian “kebutuhan aktif” (secara sukarela) dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas penguas lewat penggunaan kepemimpinan intelektual moral, dan politik.  Hegemoni menekankan pada bentuk ekspresi , cara penerapan, mekanisme yang dijalankan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan para korbanya, sehingga upaya tersebut erasil mempengaruhi dan membentuk alam pikiran mereka.  Proses itu terjadi dan berlangsung melalui pengaruh budaya yang disebarkan secara sadar dan dapat meresap, serta berperan dalam menafsirkan pengalaman tentang kenyataan.   Seperti yang dikatakan Raymon William; 1991; 49) hegemoni bekerja melalui dua saluran ideology dn budaya melalui nilai-nilai itu bekerja.  Melalui hegemoni, ideology kelompok dominan lebih disebarkan, nilai dan kepercayaan dapat ditularkan. Akan tetapi, berbeda dengan manipulasi atau indoktrinasi, hegemoni justru terlihat wajar, itu menyatu dan tersebar dalam praktek, kehidupan, persepsi, dan pandangan dunia sebagai sesuatu yang dilakukan dan dihayati secara sukarela.  Hegemoni bekerja melalui consensus ketimbang upaya penindasansatu kelompok terhadap kelompok lain.  Salah satu kekuatan hegemoni adalah bagaimana ia menciptakan cara berfikir atau wacana tertentu yang dominan yang dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah.   Ada  suatu nilai atau consensus yang dianggap memang benar sehingga ketika ada cara pandang atau wacana lain diangga salah.  media disini seara tidak sengaja dapat menjadi alat bagaimana nilai-nilai atau wacana yang dipandang dominan itu disebarkan dan meresap dalam benak khalayak sehingga menjadi consensus bersama.  Logman (1979; 345-346), misalnya pemberian mdia mengenai demonstrasi buruh, wacana yang dikemangkan seringkali perlunya pihak buruh musyawarah dan kerja sama dengan pihak perusahaan.  Dominasi semacam ini menyebabkan kalau buruh melakukan demonstrasi selalu dipandang tiada benar. 
            Disini menggambarkan bagaimana proses hegemoni bekerja.  Ia berjalan melalui suatu proses atau cara kerja yang tampak wajar.  Dalam produksi berita, prose situ terjadi melalui cara yang halus, sehingga apa yang terjadi dan dibicarakan oleh media tampak sebagai sesuatu kebenaran, memang begitulah adanya, logis dan bernalar (common sense)dan semua orang menganggap itu sebagai sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan.  Atau dalam bahasa Stuart Hall, proses hegemoni itu sendiri bahkan menjadi ritual yang seringkali tidk disadari oleh wartawan sendiri.
            Jadi, ideology adalah factor yang penting dan essential dalam analisis wacana. Berita disini melalui dpandang dari kacamata “ideology” melalui mana kelompok yang dominan menyebarkan dan menanamkan kepercayaan dan keyakinannya dalam mendefinisikan suatu kejadian.  Setiap teks selalu dilihat secara ideologis sebagai bentuk ekspresi dan ideology.  Disini,setiap teks selalu dilihat secara ideologis sebagai bentuk teori besar atau filsafat.  Tetapi ideology juga dalam arti penandaan, yakni titik orang (posisi) dalam melakukan interpresi.  Disini teks sebagai representasi dar hubungan kuasa yang tidak seimbang dan hubungan kuasa yang tidak seimbang yang direpresentasikan dalam teks tersebut adalah bentuk dari ekspresi ideologis. Analisis wacana tertarik dengan bagaimana ideology menelusup dalam teks yang dikhayati secara bersama.
            Pada pertemuan keenam sedikit akan saya ulas terdapat beberapa point yang telah dipaparkan oleh mr. Lala Bumela, diantaranya yaitu:
ü  Salah satu tugas penulis adalah untuk mengungkap kemunginan-kemungkinan pemahaman baru.
ü  Menjangkau bentu-bentuk baru dari pemahaman yang meliputi tiga tahap penting: emulate (meniru)-discover(menemukan)- create (menciptakan).
ü  Menulis adalah masalah menciptakan affordancedan mengekspresikan potensi makna menulis adalah semogenesis.
ü  Thesis statement merupakan tahapan yan sangat pemnting untuk membuat dialog awal dengan harapan pembaca.. 
Padaayat utama emulate-discover-create artinya yaitu bahwa kita sebagai penulis baru,tahap yang pertama kali kita lakukan yaitu meniru (emulate).  Dengan meniru kita dapat mengetahui pengetahuan (wawasan) yang lebih luas.  Sebis baru, hal yang wajar apabila dalam menulis terdapat hal yang peniru karena dalam menirulah kita bisa mengetahui bagaimana cara menulis yang baik.  Taha kedua yaitu discover (mencari cerukn  (baru), kita menggunakan data yang sebanyak-banyaknya untuk bahan kita menulis, setelah kita sudah menemukan bahan tersebut data dan fakta tersebut sebagai topic perubahan kita, kita bis menginjak tahap yang ketiga yaitu create.  Dalam tahap create inilah tahap yang dapat menyalurkan semua pikiran kita terhadap sebuah tulisan.
The enlightened + the literate= the issue of knowledge
Affordance (mempunyai kekuatan yang baru untuk menghasilkan sesuatu yang baru + meaning potentials (semogenesis)
            Semogenesis, penciptaan makna telah dipromosikan oleh Halliday dan Matthiesse (1999) sebagai “pedoman” dalam presentasi mereka tentang teori fungsional sistematik dan bahasa yang dimiliki dan dirinya sendiri sumberdaya dengan orang yang dapat menciptakan makna baru.  Semogenesis adalah sebuah istilah Hallidaay dan Matthiessen (1999; 17) diciptakan untuk merujuk pada penciptaan makna.
1.      A phylognetic dimension: dimensi filogenetik untuk mencapai evolusi dalam bahasa dan dalam bahasa tertentu.
2.      An ontogenetic:  dimensi ontogenetic untuk mencakup perkembangan linguistic dalam individu.
3.      A logogenetic: dmensi logogenetic untuk mencakup terungkapnya makna dalam actual wacana.
Makna terus diciptakan, ditransmiikan, diciptakan ulang diperpanjang dan diubah (199; 18) dengan proses yan beroperasi dimasing-masing dimensi, atau kerangka waktu.  Dengan demikian secara umum, kemampuan manusia untuk menggunakan bahasa untuk mengubah pengalaman kami menjadi tindakan komunikasi memnugkinkan seorang individu untuk berkomunikasi apa yang dimaksud dalam bahasa tertenutu pada suatu titik wktu tertentu.
Halliday dan matthiessen (1999 18-22) menggmbarkan tiga jenis proses dimana potensi dapat diperluas.  Tanda linguistic baru dapat diproduksi, yaitu proses “inovasi” atau tanda linguistic dapat dibagi  kelezatan semantic, kita akan menyebutnya proses “differentiation”, dan tanda dapat “mendekonstruksi” yaitu makna dan realisasdalam kata-kata dapat terlepas dari satu sama lain dan kembali melekat pada susunan kata dan makna lainya.  Mari kita gambarkan masing-masing proses pertama, inovasi.  Otogenetically saya mungkin memperoleh tanda yang sebelumnya tidak saya ketahui. Misalnya, ketika saya diberi recognized adalah baru bagi saya.  Proses kedua untuk menciptakan makna baru differensiasi.  Pada abad ke-16 Inggris, temptation disebut semua jenis pengujian, sehingga membawa kami dalam pencobaan adalah permohonan untuk cadangan kami dari segala bentuk pengujian.  Proses ketiga, untuk menciptakan makna baru adalah dekonstruksi.  Dua bagian dari tanda makna, dan realisasinya dalam kata-kata yang diidentifikasi secara terpisah.  Halliday dan Matthiessen (1999; 21) menggambarkan proses ini adalah awalnya oleh pemisahan  “kata benda” sebagai realisasi.
Begit jelas sekali bukan, penjelasan diatas?, sekarang kita tengok lagi slide yang mr. Lala berikan pada pertemuan keenam, menengok slide yang ketiga yaitu:
The Flame that Fires Up My Soul
            Komentar Milan Kundera (di L’Art du roman, 1986). Untuk menulis, berarti untuk penyair untuk menghancurkan dinding dibelakang yang sesuatu “selalu ada” disembunyikan.  Dalam hal initugas penyair tidak berbeda dari karya sejarah, yang juga menemukan daripada menciptakan’ sejarah seperti penyair mengungkapkan dalam situasi yang selalu baru kemungkinan manusia sampai sekarang masih tersembunyi.

History of Intellectual Culture
Milan Kundera on Politics and the Nove
Yvon Greiner
History of Intellectual Culture, 2006 2
          Refleksi Kundera pada seni dan politi tidak berjumlah uraian yang komprehensif dan sistematis menurut standar filsafat atau ilmu-ilmu social.  Namun demikian wawasan kundera membantu kita menghargai sifat dan keterbatasan pandangan orang dalam politik.  Selain itu, mereka memberikan komentar bijaksana pada politik eropa tengah dan budaya.  “The Art of the Novel (L’Art du roman)”, perjanjian betrayed” (“les wasiat trahis) dan baru ini Le Rideau the curtain”, tiga sebagian pemkiranya tentang seni dan politik adalah objek eksperimen sastra dan novel-novelnya baik dalam struktur tematik novel itu sendiri atau dalam selfstanding refleksi dan penyimpangan dirumuskan oleh karakter atau narrator.  Artikel ini khusus berfoku terutama pada essai Kundera , pada dasarnya karena ini adalah dmana Kundera secara eksplisit dan sengaja menggunakan register proposional yang cocok untuk universalitas hukum contradiction.  Saya seorang ilmuwan politik yang tertarik pada pendekatan interdisipner.  Apa yang saya usulkan disini adalah analisi ide Kundera pada kontras antara seni dan politik.  Sembilan essai Kundera pada misi novel tampaknya ditulis untuk membela novel dan apa yang diwakilinya (budaya, peradaban, kebijaksanaan, otonomi) terhadap apa yang ia lihat sebagai dunia reduktif ideology.  Namun, tulisan-tulisan Kundera pada misi novel dipenuhi komentar yang menarik dan berwawasan politik.  Banyak novelnya dapat dengan mudah ditafsirkan sebagai novel politik.  Hasilnya adalah dimana keteganagan antara maksud dari penulisan “niat teks” menghasilkan ambiguitas dan merangsang untuk kedua ilmuwan social.
            Kundera intinya adalah tidak untuk memisahkan pada semuanya (dan membayangkan seni pada umumnya) dari politik.  Imajinasi sastra tidak karena ia pernah berkomentar tentang kafka,”penggelapan seperti mimpi atau subjektivitas murni melainkan alat untuk menembus kehidupan nyata, untuk menginstalnya, untuk mengejutkan itu.  Dengan “kehidupan nyata”, Kundera berarti pengalaman manusia secara keseluruhan, termasuk politik. Bahkan, novel (komentar dibayangkan berlaku lebih umum untuk literature dan bahkan untuk seni) harus melakukan “penetrasi” dan unmarking” politik.  Ini tidak boleh ditembus dan dimanipulasi oleh itu seperti halnya dengan banyak “seni pilitik” dalam bentuk yng paling didaktiknya.  Novelis berbicara tentang politik, tetapi dari posisi lebih tinggi dari politik yang tidak pernah gagal untuk mengelilingi politik dengan konteks budaya yang lebih luas dan lebih bermakna.
            Komentar Kundera tentang hakikat dan misi budaya dan seni yang unggul umumnya berfokus pada novel sebagai bentuk seni.  Dia mendefinisikan novel sebagai bentuk prosa besar dimana seorang penulis),  benar-benar mengeksplorasi melalui diri eksperimental (karakter) beberpa tema besar dan keberadaan.  Dengan novel “ia berarti” novel eropa” dipelopori oleh Boccaccio, Rabelais dan Carvants dirayakan oleh inggris dan penulis perancis di abad ke delapan belas, dan baru-baru pada abad kedua puluh, Rusia dan Eropa Centro penulis seperti Tolstoy, Kafka, Musil, Broch, dan Gombrawicz.  Kundera adalah sesuatu tetapi sederhana ketika mengomentari misi novel Erop dan belakangnya peradaban barat telah gagal untuk mengenali novel sebagai bentuk seni modernitas mengomentari “Rosdhie Affair” Kundera menyimpulkan bahwa  “kutukan Rusdhie dapat dilihat bukan sebagai peristiwa kebetulan, penyimpangan, tetapi sebagai konflik paling mendalam antara dua yang paling penciptaan perwakilan”;novel.
            Konjungsi pemikiran eksperimental dengan ketidak pastian polifoni, dan pencarian abadi, cara ideology terhubung kebenaran, dogma dan penghakiman terakhir.  Dalam komentar pada carvantes, Kundera berpendapat manusia mengingikan dunia dimana yang baik dan yang jahat dapat dengan jelas dibedakan, karena ia memiliki keinginan bawaan dan tak tertahankan untuk menilai sebelum ia mengerti Agama dan ideology yang didirikan pada keinginan ini.  Mereka dapat mengatasi dengan novel hanya dengan menerjemahkan bahasanya relativitas dan ambiguitas dalam wacana apodiktis dan dogmatis mereka sendiri.  Mereka membutuhkan seseorang yang benar; baik Anna Kireina adalah Korban dari seseorang wanita tidak bermoral baik K adalah orang yang tidak bersalah hancur oleh pengadilan yang tidak adil, atau pengadilan mewakili keadilan illahi dan K bersalah.  Ini “baik-atau” merangkum ketidakmampuan untuk mentolerir relativitas penting dari hal-hal manusia, ketidakmampuan untuk melihat secara jujur pada adanya hakim agung.
            Jika sastra dan novel adalah pencair seperti pemerintah tirani, sebuah sumur tanpa dasar tidak hormat pada otoritas, mengapa itu begitu dihargai, sejak zaman dahulu, leh penguasa absolute? Seperti zaman kita.  Seperti Rolan Bleiker katakana tampaknya bahwa “semakin otoriter penguasa, semakin bergairah cinta mereka terhadap sastra.  Radovon Karaduc, Saddam Husein, Muamar al-Gaddafi, Saparamurat Niyazov, atau Kim Jong-il hanya nama beberapa contoh baru, semua mengklaim telah menulis karya-karya puitis.  Tiran sering gagal keduanya memiliki kesamaan kerinduan untuk kemenangan kehendak melawan segala rintangan.  Dalam kebadian, karakter menegaskan Lenin menyatakan bahwa ia mencintai Beethoven Appasionate diatas segalanya, apa iya itu benar-benar mencintai apa yang dia dengan music atau suara megah yang meningkatkanya pada kepeduliaanya serius dalam jiwanya, kerinduan untuk darah, persaudaraan, eksekusi, keadilan, dan absolute?, apakah dia bera; sukacita dari nada, atau dari renungan dirangsang oleh orang yang tidak ada hubunganya dengan seni atau dengan keindaahan.
            Untuk menjelaskan afinitas elektif sastra dengan baik kebebasan dan ketidakbebasan  apa yang dibutuhkan bisa dibilang merupakan apresiasi terhadap pentingnya masing-masing dan saling mempengaruhi dari penulis sndiri Versus apa sosiolog Pierre Bourdieu menyebut “Le Champ Literature (bidang sastra) yang berarti dia mikro masyarakat yang lebih luas atau kurang dilembagakan terbuat dari praktek dan habitus, dan dimana penulis menulis, sosialisasi, menerbitkan, debat, dan sebagainya.  Sama pentingnya adalah interaksi antarayang juara tertentu dan daerah lain, termasuk bidang politik.  Jka ada korelasi antatara sastra dan kebebasan novel dan politik non-otoriter, melibatkan tidak begitu banyak disposisi penulis politik tetapi produksi kondisi sastra sendiri, ditengah-tengah yang satu menemukan beberapa kondisi fundamental bagi kebebasan itu sendiri; imaginasi, pecakapan dan kritik.  Jika, seperti George Steiner berpendapat semua seni serius, music dan sastra adalah tindakan penting, “ pernyataan counter untuk dunia,” itu karena terkonstruksi, interaksi selektif antara kendala yang diamati dan kemungkinan tak terbatas dari yang dibayangkan, “hamper terlepas dari keyakinan politik artist/writer.
            Kundera tidak hanya mengadopsi seni untuk posisi ia mencoba menemukan posisi dari mana bisa ia jelaskan dipolitik.  Namun, tetap kukuh anti politik dengan kata lain bukan hanya politik.  Dari perspektif ilmu politik hal ini menunjukan sebuah pertanyaan menarik dan dinilai dari luar? Apakah ada hal seperti itu sebgai logika politik yang satu terikat untu mengadopsitentang politik, mendorong kami disalah satu politik, secarasadar atau tidak, ketika berfikir  satu politik banyak alternative dan jauh dari titik pandang darimana politik dapat dikritik secara keseluruhan?  Kundera menunjukan bahwa itu adalah layak untuk mengkritik politik dari perspektif  novelis jika ada yang puas dengan apa novelis yang terbaik; meneliti dan bahkan memberikan penilaian sekaligus menjaga dimensi proposional atau terpogram kritik terbuka.  Dengan kata lain apa yang mungkin dan bahkan berguna sebagai pelengkap orientasi hasil aksi politik adalah dosis yang baik dari kritik yang tidak bertanggung jawab.  Ini biasanya tidak menghasilkan posisi sepenuhnya koheren atau praktis.  Namun, William Phillis tepat menunjukan bahwa cepat atau lambat tidak menyerah terhadap tuntutan tanggung jawabvpasti akan berbenturan dengan masalah rasional dan pramatis politik.  Agar lebih bermakna dan menarik , cepat atau lambat posisi politik harus menghadapi kekhawatiran rasional dan pragmatis politik karena politik juga (Kundera memilih untuk menghitungkan bunyi dalam percakapan itu) tentang pilihan dan keputusan. 
            Jadi, sejauh mana sosok manuisa bernama penyair mampu mengada dalam sejarah?  Martin Heidegger (1997) menyebut puisi sebagai media terbaik manuisa untuk mengada, karena puisi memiliki karakteristik yang paing mampu menghadirkan makna dunia yang melimpahi dan meneguhkan kesadaran.  Untuk menaikan misi ini penulis/penyair harus menolak pelayanan kebenaran yang diketahui sebelumnya, kebenaran sudah jelas karena selalu mengambang dipermukaan.  Untuk meningkatkan “kuasa” para penyairdalam sejarah modern, panggung festival dan industry penerbitan saja tidak cukup.  Kita membutuhkan mekanisme sanggup menghubungkan puisi dengan Agama, keluarga, kekerabatan, kekuasaan, perusahaan, dan pemerintahan yang luar biasa kompleks, karena keragamanya Negara ini.  Disamping itu ideology yang dibawa para penyair juga mampu menyentuh “meta-sejarah” yang menjembatani komunikasi bangsa yang beaga ini, tidak hanya melakukan kreasi estetis berdasarkan betuk estetis kendati dalam kadar tertentu bentu estetis juga menentukan ideologinya.  Jika mekanisme tersebut berhasil dilakukan, para penyair modern setidaknya bisa ikut menunda “keruntuhan sejarah” bangsanya yang sedang mengalami otomisasi diberbagai bidang, atau bahkan menjadi dirijen sejarah berdasarkan irama puisi-puisinya, untuk bergerak mengikuti pancaran ideology yang mereka buatkan.  Serta sejarah merupakan proses penciptaan manusia yang tidak pernah putus, itu bukan karena alasan yang sama (dan dengan cara yang sama) proses yang tak berujung penemuan diri manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic