We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 24 Februari 2014

PENTINGNYA MENJAGA INTERAKSI DALAM KELOMPOK



CRITICAL REVIEW

Karya tulis kali ini dibuat dalam bentuk critical review dari sebuah artikel karya A. Chaedar Alwasilah yang publikasikan juga lewat The Jakarta Post pada 22 Oktober 2011, dengan judul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” yang terdapat pada Bab 7 Pendidikan Umum dan Liberal.
Didalam artikel ini, secara garis besarnya pada artikel tersebut membahas tentang interaksi yang dilakukan oleh peserta didik dengan kelompok ataupun individu lainnya. Didalam menentukan kemajuan pendidikan khususnya di Indonesia kita dapat melihatnya dari perilaku individu dalam sebuah kelompok atau organisasi yang terdapat didalamnya. Apabila kondisi dalam kelompok atau organisasi tersebut tidak mendukung satu sama lain maka pendidikan didalam persekolahanpun akan mendapatkan banyak sekali tantangan. Organisasi atau kelompok ini merupakan salah satu wadah yang mana apabila suatu pekerjaan ingin cepat tercapai dibutuhkan kerja sama dengan anggotanya. Apabila pekerjaan yang dilakukan sendirian maka hasilnya tidak akan sesuai seperti jika dikerjakan bersama anggota kelompoknya (saling bekerja sama). Seperti yang diungkapkan oleh Rubin pada tahun 2009 “This concept of peer interaction is a critical component in social development theory”. Konsep interaksi dalam suatu kelompok (dalam kelas) merupakan hal yang begitu penting untuk membangun kerja sama yang baik karena dengan kita berinteraksi antara satu dengan yang lainnya akan membuat suatu keharmonisan tersendiri dan dapat menyatukan sebuah perbedaan yang bergejolak dalam kelompok tersebut. Untuk itu harusnya interaksi dalam kelas haruslah terus terjadi atau berlangsung agar tidak menyebabkan ketidakharmonisan seperti yang diharapkan.  Untuk mengatur suasana kelas yang nyaman dan mendapatkan keharmonisan, letak tempat duduk juga mempengaruhi proses pembelajaran karena ketika seseorang memilih teman sebangkunya maka disitu dia akan sering berkomunikasi dan bertukar pendapat, namun apabila seseorang tersebut tidak mendapatkan teman sebangku yang cocok dengan karakteristik yang dimilikinya maka tidak akan terjadi komunikasi yang baik yang diharapkan dan hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangann kemampuan(dalam hal pelajaran) si anak tersebut karena bisa jadi dia tidak merasa nyaman dan tidak menemukan kecocokan. Selain dengan teman sebangkunya, komunikasi yang dilakukan dengan anggota yang lain pun begitu penting.
Dalam sebuah blog yang saya baca dari Imam Subqi, mengungkapkan bahwa komunikasi terbagi menjadi empat macam yaitu:
1.      Komunikasi pribadi/personal, Komunikasi pribadi (personal communication) adalah komunikasi seputar diri seseorang, baik dalam fungsinya sebagai komunikator maupun sebagai komunikan.
2.      Komunikasi kelompok, Michael Burgoon dan Michael Ruffner memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu yang bertujuan memperoleh maksud yang dikehendaki seperti berbagai informasi, dan pemecahan masalah sehingga semua anggota kelompok dapat menumbuhkan karateristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.
3.      Komunikasi antar budaya, Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur(budaya) yang berbeda-beda antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, atau cara berprilaku cultural yang berbeda.  
4.      Komunikasi masa, Komunikasi Massa ialah komunikasi melalui media masa, seperti surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop.
Komunikasi merupakan kegiatan yang sangatlah penting untuk dilakukan dalam kegiatan sehari – hari bersama manusia lainnya, karena komunikasi merupakan alat interaksi yang penting seperti dijelaskan pada Al-Qur’an surat Ali ‘imran ayat 112:
ôMt/ÎŽàÑ ãNÍköŽn=tã èp©9Ïe%!$# tûøïr& $tB (#þqàÿÉ)èO žwÎ) 9@ö6pt¿2 z`ÏiB «!$# 9@ö6ymur z`ÏiB Ĩ$¨Y9$# râä!$t/ur 5=ŸÒtóÎ/ z`ÏiB «!$# ôMt/ÎŽàÑur ãNÍköŽn=tã èpuZs3ó¡yJø9$# 4 šÏ9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#qçR%x. tbrãàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# tbqè=çGø)tƒur uä!$uŠÎ;/RF{$# ÎŽötóÎ/ 9d,ym 4 y7Ï9ºsŒ $yJÎ/ (#q|Átã (#qçR%x.¨r tbrßtG÷ètƒ ÇÊÊËÈ  
112. mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
            Dalam hal ini manusia adalah sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesama manusia. Dan alat interaksi tersebut ialah “komunikasi” baik itu verbal ataupun non – verbal.
            Pada pembahasan artikel yang berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” kegiatan belajar mengajar adalah salah satu bentuk komunikasi dalam kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena pengajar yang memegang kendali kelas, maka tanggung jawab terjadinya komunikasi dalam kelas yang sehat dan efektif terletak padda tangan pengajar (guru). Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya dalam melakukan komunikasi ini. Menurut Book (dalam Cangara, 2002) kemampuan komunikasi adalah proses simbolik yang menghendaki individu agar dapat mengatur lingkungan dalam hubungan sosialnya melalui pertukaran informasi untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain. Sedangkan kerja sama adalah kegiatan yang di lakukan bersama-sama dengan tujuan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat (Tim Guru Eduka, 2010). Dikutip dari pernyataan  Ivan Octavian Anggarista bahwa mampu berkominukasi dan bekerjasama adalah tiket sebuah kesuksesan jangka panjang seorang peserta didik. Setiap orang yang berada dalam suatu lingkungan akan saling berkomunikasi dan bekerjasama untuk mencapai sebuah tujuan bersama. Dalam belajar di kampus ataupun di sekolah tidak mungkin sendiri saja, pasti selalu ada orang lain yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuannya. Sebuah kerjasama yang baik akan terwujud jika setiap mampu berkomunikasi secara efektif dalam lingkungannya. Bentuk komunikasi dan kerjasama yang paling membantu perkembangan peserta didik adalah kerjasama dan komunikasi dengan teman satu kelas. Teman satu kelas ibarat sebuah keluarga yang duduk dalam satu rumah, yang harus saling memotivasi dan mengingatkan, sehingga terbentuk suasana kelas yang menyenangkan. Tidak boleh ada peserta didik yang egois yang merasa paling pintar di antara yang lain, saling bermusuhan dan saling menjatuhkan. Kita harus bisa memahami masing-masing karakteristik dan sifat teman kita, dan menjadikan mereka sebagai patner dalam kemajuan kita kedepan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indah Pasmada menemukan beberapa mahasiswa yang tidak menunjukkan sebuah kerjasama dan komunikasi yang baik di kelas, yaitu pada saat ketika ada teman presentasi di depan kelas, audiens malah tidak memperhatikan, mereka terkesan tidak peduli. Kasus lain juga sering terjadi dimana ada mahasiswa yang selalu mendominasi kelas, seakan-akan ia tidak mau memberikan kesempatan yang lain untuk berbicara. Bahkan yang ada juga mahasiswa yang menjatuhkan temannya sendiri di mata dosen hanya untuk mendapatkan nilai yang baik. Contoh diatas tidak kita pungkiri bahwa kejadian tersebut juga sering terjadi di lingkungan belajar kita.
            Pada artikel yang dituliskan oleh A. Chaedar Alwasilah bisa disimpulkan menjadi beberapa poin masalah yang perlu dibahas lebih lanjut lagi, yaitu sebagai berikut:
1.     Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama,
2.     Pendidikan multikultural,
3.     Menyumbangkan ide-ide yang relevan dengan topik diskusi,
4.     Interaksi teman sebaya,
5.     pendidikan liberal.
Yang pertama, mengenai konflik sosial dan ketidakharmonisan agama, masalah sosial ini dapat menyebabkan suatu ketidakharmonisan didalam suatu kelompok yang bisa membahayakan kelompok itu sendiri dan juga menghambat untuk memenuhi tujuan – tujuan anggota dalam kelompok sehingga menimbulkan ketimpangan sosial. Peserta didik juga bukan tidak mungkin akan menghadapi berbagai masalah sosial yang terjadi disekolah entah antara kelompok lain ataupun individu lainnya. Masalah sosial yang biasa sering dihadapi oleh peserta didik seperti tawuran (yang terjadi karena adanya suatu perselisihan diantara kelompok yang terlibat). Bukti kejadian tersebut sangat banyak, seperti tawuran yang terjadi antara siswa SMP Terbuka Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan SMP Pattimura Jagakarsa di Jalan Bango Cilandak, aksi tawuran di jalan Raya Kemang – Bogor antara siswa SMK Wiyata Kharisma dengan SMK Menara Siswa Bogor, dan antara SMK Arrahmaniyah Bogor dan SMK Sadam. Kasus selanjutnya yaitu mengenai ketidakharmonisan agama, dalam artikel karya Izza Rohman yang saya baca menyatakan bahwa hubungan Kristen dan Muslim di Indonesia sering kali mengalami konflik, namun sangatlah mengejutkan ternyata sekolah – sekolah semacam itu ada diberbagai tempat di Indonesia, seperti contohnya sekolah yang didirikan beragama Islam Muhammadiyah tak jarang 50 – 75 persen peserta didiknya beragama Kristen seperti di beberapa pulau kecil Indonesia, misalnya di daerah Ende, di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur(NTT) yang mayoritas penduduknya beragama katolik, dan di daerah Serui di Pulau Yapen, Papua yang mayoritas penduduknya beragama protestan. Namun yang terjadi di beberapa sekolah tersebut sangatlah berbeda dengan apa yang saya pikirkan, mereka lebih memilih untuk membiarkan anak mereka berinteraksi dengan muslim dan tidak menimbulkan ketidakharmonisan. Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama merupakan tantangan bagi pendidik dalam melakukan yang terbaik untuk mempersiapkan generasi berikutnya sebagai warga negara yang demokratis dengan karakter yang baik sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas. Untuk mewujudkan tujuan ini, kerukunan umat beragama harus dikembangkan di sekolah padausia dini. Hal ini untuk mendukung program-program kreatif dan inovatif di kalangan siswa.
Kedua, mengenai pendidikan multikultural, multikultural diartikan banyak dan beragam. Pendidikan multikultural sering dianggap sebagai salah satu penyebab pemecahnya antara dua kebudayaan. Maka dari itu kita harus memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap keragaman yang diselenggarakan oleh pendidokan disekolah. Salah satu alternatif dalam meminimalkan konflik akibat keragaman tersebut adalah melalui pendidikan multikultural. Maka dari itu untuk pada tahun 2004, diberlakukan bentuk kurikulum baru, yakni kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan pendidikan multikultural dan multilingual (beragam bahasa) sebagai pinsip dalam pengembangan kurikulum yang mengandung rancangan materi yang di dalamnya mengandung unsur multikultural dan masyarakat multikultural.   Bank (2001) menyatakan pendidikan multikultural adalah rangkaian kepercayaan dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam bentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Pemahaman selama ini dalam pendidikan multikultural adalah pembelajaran tentang kebudayaan yang hanya diajarkan oleh guru bidang studi tertentu dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Misal seni dan budaya, pendidikan kewarganegaraan, atau ilmu sosial. Padahal pendidikan multikultural bukan pendidikan monolitik yang terkait dengan satu bidang. Sependapat dengan James A. Banks (2002:14), bahwa pendidikan multikultural adalah cara memandang realitas dan cara berpikir, dan bukan hanya konten tentang beragam kelompok etnis, ras, dan budaya. Dengan pendidikan multikultural diharapkan adanya kesadaran bagi setiap individu untuk memahami dan menghargai perbedaan, agar dapat mementingkan kehidupan bersama yang adil.
Ketiga, menyumbangkan ide-ide yang relevan dengan topik diskusi, ketika dalam suatu diskusi disebuah kelompok pada saat kita ikut antisipasi dalam menyumbangkan sebuah ide kita harus tau bagaimana cara menyampaikan ide tersebut, karena dengan kita ikut antisipasi dalam menyampaikan pendapat maka kita ikut aktif dalam kelompok tersebut untuk berkomunikasi dalam menyampaikan sebuah pendapat.
Keempat, Interaksi dengan teman sebaya, interaksi tentulah sangat penting dilakukan dalam kehidupan sehari – hari dengan siapapun bukan hanya dengan teman sebaya. Dalam konteks ini akan dibahas mengenai interaksi dengan teman sebaya. Kegiatan kita dalam keseharian lebih banyak mengahabiskan waktu di sekolah ketimbang di rumah, dilihat dari hal tersebut maka interaksi dengan teman sebaya adalah salah satu cara untuk menjaga silaturrahmi kerukunan antara anggota kelompok dan individu lainnya. Biasanya di usia muda terkadang mereka memilih – milih teman bergaulnya, hal ini akan menyebabkan kecemburuan sosial terhadap teman yang lain dan akan merasa dikucilkan oleh temannya sendiri dan hal tersebut akan menyebabkan terputusnya interaksi yang kemudian akan menimbulkan masalah seperti dalam sebuah kelompok (kelas) terdapat kelompok. Seperti contoh kasus yang sering terjadi dibanyak sekolah – sekolah.
Kelima, pendidikan liberal, dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan etnis , agama dan minoritas bahasa dan budaya. Terlepas dari karir mereka politisi, insinyur, petani, atau pengusaha, siswa harus diberikan pengetahuan yang memadai di daerah-daerah. Dengan kata lain pendidikan liberal ini selalu mencoba untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan lain – lain. Dengan demikian, pendidikan liberal bertujuan untuk membebaskan siswa dari sikap rabun dan provinsi terhadap orang lain. Pada dasarnya, itu penempaan kamil insan , yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis.
Pembahasan keseluruhan dari artikel yang dituliskan oleh A. Chaedar Alwasilah ini ialah mengenai pengelolaan kelas dan komunikasi yang dilakukan dalam kelas itu sendiri. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan membagi pengertian pengelolaan kelas ke dalam lima definisi yaitu pengelolaan kelas sebagai proses mengontrol tingkah laku siswa, proses memaksimalkan kebebasan siswa mengembangkan dir, proses mengubah tingkah laku peserta didik, proses penciptaan iklim sosio emosional yang positif, dan proses untuk bersosialisasi dalam sebuah kelompok. Kelima definisi di atas menunjukkan bahwa pengelolaan kelas sangat efektif di dalam membentuk nilai – nilai karakter bangsa pada siswa seperti nilai demokrasi, toleransi, disiplin, kreatif, dan komunikatif (Marinasari Fithry Hasibuan,S. ag,M.Pd). Dalam pengelolaan kelas merupakan keterampilan seorang guru untuk menciptakan serta memelihara kondisi pembelajran agar tetap kondusif. Suatu kegiatan belajar mengajar akan kondusif apabila seorang guru dapat mengendalikan situasi dalam kelas. Pengelolaan dalam kelas begitu pentung dilakukan karena dengan baiknya pengelolaan dalam kelas ini menjadikan komunikasi yang terjalin antar kelompok berjalan dengan lancar.
Menurut Santoso Sastropoetro (Riyono Pratikno: 1987)berkomunkasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan, atau sering disebut dengan “the communication is in tune”. Agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, harus dipenuhi beberapa syarat :
a. menciptakan suasana komunikasi yang menguntungkan
b. menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti
c. pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat bagi pihak komunikan
d. pesan dapat menggugah kepentingan komunikan yang dapat menguntungkan
e. pesan dapat menumbuhkan suatu penghargaan bagi pihak komunikan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena pengajar yang memegang kendali kelas, maka tanggung jawab terjadinya komunikasi dalam kelas yang sehat dan efektif terletak pada tangan pengajar. Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya dalam melakukan komunikasi ini.
Komunikasi dan interaksi di dalam kelas dan di luar kelas sangat menentukan efektivitas dan mutu pendidikan. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa mutu pendidikan sangat tergantung dari partisipasi dan kontribusi dari semua yang terlibat. Wiranto Arismunandar dalam pidato Apresiasi Guru Besar ITB (2003) mengatakan bahwa, tantangan bagi dosen adalah bagaimana dapat menjelaskan materi kuliah dengan baik, memberikan yang esensial dengan cara yang menarik, percaya diri, dan membangkitkan motivasi para mahasiswanya. Dapat disimpulkan bahwa pentingnya komunikasi itu terjadi pada semua lapisan yang terdapat pada dunia pendidikan itu sendiri bukan hanya antara kelompok dan kelompok, ataupun kelompok dengan individu lainnya (teman sebaya), melainkan dengan seluruh aspek, karena komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran sangat berdampak terhadap keberhasilan pencapaian tujuan. Kalau begitu berarti guru kelas ataupun dosen berfungsi untuk mengawasi siswa pada hampir sepanjang harinya, maka dengan begitu akan menjadikan komunikasi yang sangat baik apabila semua yang terlibat dalam dunia pendidikan selalu memantau perkembangan komunikasi yang terjadi.



Kesimpulan        :
Didalam artikel ini, secara garis besarnya pada artikel tersebut membahas tentang interaksi yang dilakukan oleh peserta didik dengan kelompok ataupun individu lainnya. Didalam menentukan kemajuan pendidikan khususnya di Indonesia kita dapat melihatnya dari perilaku individu dalam sebuah kelompok atau organisasi yang terdapat didalamnya. Apabila kondisi dalam kelompok atau organisasi tersebut tidak mendukung satu sama lain maka pendidikan didalam persekolahanpun akan mendapatkan banyak sekali tantangan.
Pada pembahasan artikel yang berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” kegiatan belajar mengajar adalah salah satu bentuk komunikasi dalam kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena pengajar yang memegang kendali kelas, maka tanggung jawab terjadinya komunikasi dalam kelas yang sehat dan efektif terletak padda tangan pengajar (guru). Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya dalam melakukan komunikasi ini.
Pada artikel yang dituliskan oleh A. Chaedar Alwasilah bisa disimpulkan menjadi beberapa poin masalah yang perlu dibahas lebih lanjut lagi, yaitu sebagai berikut:
1.     Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama,
2.     Pendidikan multikultural,
3.     Menyumbangkan ide-ide yang relevan dengan topik diskusi,
4.     Interaksi teman sebaya,
5.     pendidikan liberal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic