Class Review 2
Coretan Pena
Satu fikiran terfokus
Satu hati terbelenggu
Satu kata telah terucap
Aku harus menulis...
Dua mata tak berkedip
Dua kaki hanya terpaku
Dua tangan tak boleh diam
Aduh baru dua lembar...
Tiga gelas telah kureguk
Tiga piring telah kulahap
Tiga kali aku bergumam
Kenapa masih tiga lembar?
Empat menit telah usai
Empat jam telah berlalu
Empat hari telah terlewati
Hanya empat lembar..
Ternyata memang amat sukar...
Menulis memang harus sabar...
Pelajar “Dipaksa” Menulis
Kita sering kali salah langkah dalam
membangun budaya belajar khususnya budaya literasi, seperti yang terjadi saat
ini yakni pemaksaan belajar, bukannya pemahaman belajar, atau bahkan salah
paham dalam belajar. Sebagian besar mahasiswa maupun pelajar menekuni
baca-tulis jika guru atau dosen mereka menugaskan mereka untuk belajar.
Fenomena tentunya. Mengapa?
Marilah kita renungkan apakah
pendidikan di Indonesia mengawali masa – masa pendidikanya dengan materi
“keutaman ilmu, kedudukan ilmu, hakikat ilmu, dan tujuan berilmu?” Tentu jawabannya
sangat jarang kita temukan, bahkan besar kemungkinan tidak terdapat di
kurikulum pendidikan formal. Malah mayoritas yang di ajarkan sekolah – sekolah formal
adalah Matematika, IPA, IPS, dan lainnya. Anak – anak Indonesia sering kali
dibuat bingung dengan pertanyaan-pertanyaan dasar yang terlintas di kepalanya
“ngapain sih berhitung rumit seperti ini ? apa manfaatnya untuk saya?” Menuntut
ilmu tanpa pemahaman keutamaan ilmu akan membuat seseorang tidak memiliki
semangat belajar atau bahkan berhenti untuk belajar.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh
bangsa ini adalah salah paham dalam belajar. Tidak sedikit di antara kita yang
mendapatkan pertanyaan dari orang tua murid ketika hendak lulus SMA kemudian memilih
jurusan di Universitas “Kalau masuk jurusan ini nanti kerjanya dimana ya?” Padahal
yang seharusnya ditanyakan adalah “kalau masuk jurusan ini nanti mendapatkan
ilmu apa saja ya?” Kesalahpahaman tersebut dapat terjadi karena kita tidak
pernah dididik bahwa ilmu itu tidak sekedar mengejar materi dunia melainkan
juga ketinggian derajat di dunia dan akhirat. Jika hanya materi yang menjadi
tolak ukur kita dalam menuntut ilmu, maka yang terjadi adalah berhentinya
seseorang untuk belajar. Ketika pekerjaan yang diidamkan telah diraih, maka dapat
dipastikan orang tersebut akan berhenti untuk belajar. Oleh karenanya langkah
awal yang harus dilakukan seorang mahasiswa maupun pelajar dalam membangun
budaya literasi adalah mempelajari tentang keutamaan Ilmu.
Keutamaan – keutamaan ilmu banyak sekali tercantum di
dalam Al-Qur’an & Sunnah Rasul : “Adakah sama orang – orang yang mengetahui dengan
orang – orang yang tidak mengetahui?” (Az-Zumar: 9) “Barangsiapa meniti suatu jalan untuk mencari ilmu,
maka Allah memudahkan jalan baginya ke surga.” (H.R Muslim) Ali R.A pernah ditanya oleh
sahabatnya, manakah yang lebih mulia, ilmu atau harta? Ali.R.A berkata “Lebih
mulia ilmu. Ilmu menjagamu, sedangkan harta kamu harus menjaganya. Ilmu bila
kamu menggunakan akan bertambah, sedangkan harta bila kamu salah menggunakan
maka akan berkurang. llmu warisan para nabi, harta warisan Firaun. Ilmu
menjadikan kamu bersatu, sedangkan harta bisa membuat kamu terpecah belah”. Benarlah
apa yang dikatakan Imam Ali, bahwa ilmu akan menjagamu dari keputusan –
keputusan bodoh. Ilmu sangat wajib dimiliki oleh para mahasiswa dan pelajar.
Karena mahasiswa maupun pelajar sering kali memberikan respon, kritik, dan saran
perihal permasalah-permasalahan politik negara, sosial masyarakat, dan keadaan
ekonomi bangsa. Oleh sebab itu mahasiswa maupun pelajar harus membangun budaya
literasi dimulai dari kesadaran diri sendiri kemudian menularkannya kepada
orang lain. Inilah yang dinamakan virus literasi. Sungguh sangat beruntung
bangsa yang telah terjangkit virus ini.
Apa sih pentingnya baca-tulis (literasi) menurut Islam?
Kita dapat melihat sampai hari ini berapa banyak mahasiswa yang hobi membaca dan menulis? Jawabannya tentu tidak banyak mahasiswa yang hobi membaca dan menulis. Kegiatan anak muda ini lebih banyak disibukkan dengan kegiatan yang sifatnya hura-hura belaka. Padahal Allah SWT jelas-jelas memerintahkan kita untuk membaca dan menulis. Allah berfirman di dalam surat Al-Alaq 1-5:
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan kalam
yakni baca-tulis (literasi).
Secara sederhana iqra dapat dipahami
sebagai metode membaca. Tetapi kandungan makna dari kata iqra ini sangat dalam
dan memiliki implikasi luas. Dalam ayat tersebut Allah SWT menyuruh nabi
Muhammad SAW agar membaca. Objek yang dibaca sangat bermacam-macam, mulai dari
ayat-ayat al-quran, manusia maupun dari alam. Objek yang dibaca itu dalam
artian ditelaah, diobservasi, diidentifikasi, dikategorikan, dibandingkan,
dianalisa, dan disimpulkan sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan. Dengan
membaca Al-Quran dalam pengertian yang luas, maka lahirlah ilmu-ilmu keislaman
seperti ilmu kalam, fiqih, akhlak, dan tafsir. Sementara itu dengan membaca ayat-ayat
Allah dari alam menghasilkan ilmu-ilmu kealaman seperti fisika, kimia, biologi,
dan astronomi. Dengan membaca ayat-ayat Allah yang terdapat dalam diri manusia
baik fisik jiwa maupun perilakunya maka lahirlah ilmu kedokteran, psikologi,
sosiologi, dan antropologi.
Kata iqra dalam ayat tersebut
diulang sebanyak 2 kali, yakni pada ayat pertama dan ayat ketiga. Hal ini
bermakna bahwa membaca tidak akan masuk dan berbekas ke dalam jiwa kecuali
dengan dilakukan secara berulang-ulang, minimal 2 kali. Pengulangan ini juga
mengisyaratkan bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam menyerap ilmu dan
informasi melalui membaca. Untuk itu dibutuhkan perantara kalam yakni literasi
ke dalam suatu bentuk tulisan yang secara utuh yang tidak dapat terjangkau oleh
keterbatasan daya ingat manusia.
Allah
menjadikan kalam sebagai media
yang digunakan manusia dalam rangka memahami sesuatu, sebagaimana mereka
memahaminya melalui ucapan. Pada perkembangan selanjutnya, pengertian
kalam tidak
hanya terbatas pada alat tulis, melainkan segala sesuatu yang digunakan
untuk
mencatat, menyimpan, dan merekam informasi seseorang. Secara tidak
langsung
ayat ini mengisyaratkan perlunya media untuk meningkatkan efektifitas
pembelajaran. Dalam konteks pendidikan modern, ayat ini terkait dengan
perlunya
teknologi pendidikan.(Dr. H Muhsin
An. Syadilie, M. Si, dkk. Konsep Pendidikan Perspektif Al-Quran :
Kontemplasi Filosofis Tafsir Tarbawi. 2012. Yogyakarta : Spirit for
Education and Development).
Dengan demikian, kedudukan budaya
literasi sangatlah tinggi dalam ajaan Islam. Ini berimplikasi pada kemajuan
peradaban suatu bangsa. Pada zaman keemasan Islam telah diketahui bahwa sangat jelas masyarakat
kala itu mengidolakan budaya keilmuan membaca, meneliti, menulis dan
berdiskusi. Sehingga jelaslah nampak apabila suatu bangsa ingin memiliki
peradaban yang tinggi, maka haruslah memiliki rasa cinta dan kepedulian
terhadap literasi. Jangan sampai ada lagi “pemaksaan” dan “salah
paham” belajar dalam dunia pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic