We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 24 Februari 2014

Literasi (Sumber Kualitas Hidup Manusia)

3rd Class Review


Saatnya aku berlari sekencang mungkin
Untuk membebaskan diri ini dari kemalasan
Yang selalu membelenggu semua anggota badan
Sekarang adalah saatnya untuk mengembangkan sayap
Aku harus melakukan sesuatu untuk merubah dunia
Tubuh ini memang memiliki batasan
Namun aku mempunyai fikiran
Fikiran yang didukung anggota gerak
Ku akan merubah dunia
Walau hanya sedikit
Yakinlah, aku bisa !

Itulah untaian kata pertama yang ku persembahkan untuk mengawali tulisan ini agar diri ini sadar akan suatu perubahan. Makna dari untaian kata yang ku buat bahwa sudah tidak ada waktu lagi untuk bermalas-malasan, jangan terus menerus tertidur kita harus berlari sekencang mungkin. Keadaan negara kita ini masih tertinggal jauh di saat negara lain sudah berlari di depan kita hanya tertidur dan tertinggal di belakang. Sudah seharusnya kita mengejar semua ketertinggalan bangsa ini.
Bukan hanya aku tapi kalian semua, perubahan dimulai dari kita pribadi sampai mengakar kemudian menuju kearah yang lebih luas. Manusia memiliki fikiran yang membuat berbeda dengan makhluk lainnya. Beruntunglah kita ini dapat merasakan pendidikan sehingga fikiran ini terus menerus dibuka, diisi, dan dikembangkan.
Berhubungan dengan fikiran maka ada istilah berfikir kritis. Menurut Paul (1993) Berpikir kritis adalah mode berfikir mengenai hal, substansi, atau masalah apa saja – dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.
Untuk mengejar semua ketertinggalan bangsa kita dibutuhkan adanya Rekayasa Literasi, yakni sesuai dengan pengertiannya bahwa Rekayasa Literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadi manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. (Prof. Chaedar Alwasilah)
Maju mundurnya suatu bangs dapat diukur dari tingkat literasi bangsa tersebut. Kemudian, yang menjadi pertanyaan yaitu “Apa yang seharusnya direkayasa?”.
Jawaban dari pertanyaan tesebut, yakni “Pengajaran membaca dan menulis”.
Dalam disiplin ilmu pendidikan, pengajaran membaca dan menulis berkaitan erat dengan literasi, maka perlu adanya rekayasa dalam pengajaran membaca dan menulis dalam hal ini. Peserta didik  dengan daya literasi tinggi akan mampu mengolah informasi dari teks yang dibacanya, kemudian menyimpulkan dan mengambil keputusan dari infomasi tersebut.
Literasi menjadi sumber kualitas hidup manusia. Oleh karenanya, literasi merupakan sumbu pusaran pendidikan untuk itu upaya strategis (rekayasa) untuk menumbuhkan daya literasi Indonesia secara menyeluruh dan berkesinambungan adalah dengan memulainya dari pendidikan (pengajaran baca-tulis) di sekolah.
Negara dengan tingkat literasi tinggi seperti Jepang, Finlandia, dan Amerika secara sistematis menempatkan manfaat buku sebagai pokok utama untuk menunjang kegiatan belajar. Keterbiasaan dengan buku akan menumbuhkan kesadaran akan cinta terhadap membaca. Peningkatan literasi terkait erat dengan peran buku sehingga hal ini dapat membuat proses pembelajaran menjadi aktif dan kritis karena adanya buku yang memfasilitasi guru dan peserta didik.

Peningkatan literasi juga memerlukan adanya guru yang dipersiapkan untuk menanamkan pemahaman literasi dan mengajarkannya di kelas. Hubungan antara literasi dan peran guru inilah yang menjadi ujung tombak pendidikan literasi. Setelah mempelajari literasi (baca-tulis) maka akan memunculkan penulis-penulis dalam generasi baru.
Menjadi penulis multilingual merupakan kedambaan setiap orang. Saat ini ada seorang generasi muda Indonesia juga memiliki kemampuan multilingual dalam usianya yang masih 16 tahun, Gayatri Wailissa menguasai 9 bahasa di luar bahasa ambon dan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya. Bahasa yang dikuasainya, yakni bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Mandarin, Jepang, Italia, Spanyol, dan Arab. Gayatri menguasai bahasa verbal dan bahasa tulis. Bahkan ia mampu menghasilkan karya tulis sendiri seperti karya sastra sebagai penulis multilingual.
Untuk belajar multilingual bahasa menurut Gayatri: “bahasa itu media untuk berkomunikasi, karena kita menggunakan bahasa untuk alat komunikasi”
Gayatri belajar multilingual bahasa melalui tiga metode, yaitu:
·         Melalui buku (menghafal kata, tata bahasa);
·         Mengulang percakapan di depan kaca sendiri;
·         Lewat lagu, dengan menonton film, melalui pronunciation yang mereka ucapkan.
Tidaklah penting siapa kita, yang terpenting apa yang bisa kita lakukan untuk menunjang apa yang mampu kita perbuat.
Yang dibutuhkan untuk menulis, yaitu:
-          Mengetahui caranya menulis;
-          Mempresentasikan kepada khalayak;
-          dan memproduksi tulisan;
Agar lebih maju untuk menghasilkan karya tulis juga dibutuhkan:
-          Banyak membaca (Read);
-          Meresponse
-          Dan menulis (write – re write ) secara terus menerus.
Di dalam tulisan mengandung adanya text. Setiap text harus didekati dengan cara yang berbeda-beda.
Menurut Lehtonen, pengajaran writing itu berawal dari text. Sifat dari text tersebut yaitu verbal, written, dan visual.
Menurut Ken Hyland pada bukunya yang berjudul “English for Academic Purposes (EAP)” menerangkan jelas bahwa literasi adalah segala sesuatu yang kita lakuan, berliterasi bisa melalui apa saja. Hal itu merupakan ujung dari literasi “Something we do”.
Perlu diingat kembali adanya 4 dimensi dalam literasi (Prof. Chaedar Alwasilah), diantaranya:
-          Linguistik (focus text);
-          Kognitif (mind);
-          Perkembangan (growth) – (Kucer 2003:293);

-          dan Sosiokultual (group).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic