We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 24 Februari 2014

LASKAR PENULIS


Class review 3

Konferensi kali ini yang diselenggarakan dengan Mr. Lala Bumela pada Rabu, 19 Februari 2014 rupanya meninggalkan banyak catatan-catatan penting yang perlu digaris bawahi. Ini terkait dengan kelangsungan hidup laskar-laskar pejuang pena yang sedang bertempur di arena berdarah. Kita semua adalah sekutu yang memiliki ideologi sama, dengan memerangi musuh yang tak nyata, dan dengan membawa beban mental yang nyata. Sudah tiga minggu kita bergelut dengan lembaran-lembaran kertas yang tak tahu dimana ujungnya,dan tak tahu juga dimana akarnya. Tentunya ini semua menguras tenaga kita, dengan bekerja sepanjang hari menganalisis ribuan kalimat yang tergambar dalam kertas.
Kali ini dalam konferensi yang dihadiri oleh 35 lebih para pejuang pena memfokuskan pikirannya pada satu arah, yaitu tentang “highlight kepenulisan”. Berkali-kali kita jatuh dalam lubang yang sama dalam masalah ini, karena kita dituntut fokus dalam peguasaan penulisan dua bahasa (L1) dan (L2). Ini yang membuat kita harus lebih berhati-hati lagi dalam menganalisisnya, dengan mengambil kesalahan yang terjadi di minggu lalu. Masih segar dipikaran kita tentang pembahasan literasi yang di ungkapkan oleh Dr. Chaedar Alwasilah tentang “rekayasa literasi”, beliau merekayasa teknik pengajarannya dengan mengolah-alihkan ketrampilan membaca dan menulis dan dikaitkan dengan sosial budaya. Semua yang dituliskan beliau tertata rapi dalam menyusunkan permasalahan dalam bentuk teks, dengan mengelompokkan kasus-kasus yang akan dibahasnya. Dari mulai awal pengenalan kasus, sampai dengan sebab dan solusi kasus yang dibahas semuanya dikemas secara apik oleh beliau.
Kita bisa melihat contoh tersebut sebagai glosarium pengetahuan, bahwasanya penulis mengukir naskah-naskahnya dengan format yang ditentukan. Kita bisa flashback kembali di minggu lalu mengenai penulisan naskah akademik, bahwasanya sistem penulisannya lebih rigid (kaku), formal, kritis, terstruktur, dan tersistematis. Semuanya adalah sifat dari naskah akademik, tapi konteks ilmiah lebih dominan di area ini. Level kepenulisannya pun tinggi, karena ini terkait dengan analisis, pemberian pendapat dan mengkritisi naskah lain.
Dalam pembahasan minggu ini, kita mengkaji tentang elemen-elemen dalam academic writing untuk referensi penulis. Academic writing bisa dibangun dengan menerapkan 9 elemen dasar dalam tulisan akademik, yaitu:
  1. Cohesion: the smooth movement or “flow” between sentences and paragraphs.
Tulisan dikatakan kohesi bila setiap kalimat teratur atau berjalan lancar dengan kalimat yang mengikutinya. Penulisan yang mampu membangun sebuah tulisan yang baik dan teratur, maka akan dengan mudah dimengerti oleh pembaca. Pembahasan ini pun sama halnya seperti dilansir dalam buku “Academic Writing” yang ditulis oleh Stephen Bailey, “Cohesion means linking phrases together so that the whole text is clear and readable. It is achieved by several methods, such as the use of conjunctions. Another is the linking of phrases and sentences with words like he, they and that which refer back to something mentioned before:

(Stephen Bailey(2006):73)
            Dalam kohesi, connector atau conjunctions sangat penting untuk digunakan, seperti however, neverthless, furthemore dan sebagainya. Dalam kohesi juga dibutuhkan tanda-tanda transition (tingkatan bahasan) seperti first, second, finally dan sebagainya. Semua connector atau conjunction itu untuk memadukan antara kalimat satu dengan yang lainnya, agar kalimat mudah dimengerti.

2.      Clarity:  the meaning of what you are intending to communicate is perfectly clear;
Penulis harus mempunyai kejelasan dalam tulisannya, karena tulisan yang informatif dan objektif akan lebih mudah dibaca oleh pembaca atau sasarannya. Penulis dapat menuangkan ide-ide atau gagasan secara jelas dengan kalimat yang lebih baik, sehingga apa yang dibahas dalam topic pembaca tidak salah menginterpretasikan tentang tulisan tersebut.

3.      Logical Order: refers to a logical ordering of information. In academic writing, writers tend to move from general to specific.
Dalam penciptaan sebuah naskah akademik, penyusunan format menjadi salah satu syarat yang wajib dipatuhi oleh penulis. Karena dibagian ini pembaca akan dengan mudah menyerap informasi yang diberitakan oleh penulis, atau lebih dikenal dengan urutan kronologis yang jelas. Dalam penulisan akademik, penulis cenderung bergerak dari penjelasan umum ke khusus.

4.      Consistency: Consistency refers to uniformity of writing style.
Membaca sebuah naskah akan terasa lebih jelas jika kasus pembahasannya disuguhkan dengan keseragaman gaya penulisan yang berkesinambungan, karena ini akan terlihat lebih konsisten dengan pembahasan satu dengan lainnya.

5.      Unity: At its simplest, unity refers to the exclusion of information that does not directly relate to the topic being discussed in a given paragraph.
Dalam paragraph harus mempunyai satu kesatuan. Jika paragraph tidak memiliki keterkaitan antara paragraph satu dengan yang lain, maka paragraph tesebut dikatakan paragraph “sumbang atau rancu”. Induk kalimat dan kalimat pendukung harus saling berkaitan. Kalimat pendukung bisa menjelaskan kembali apa yang menjadi pembahasan dalm induk kalimat dengan cara seperti memberikan penjelasan lebih lanjut.


6.      Conciseness: Conciseness is economy in the use of words. Good writing quickly gets to the point and eliminates unnecessary words and needless repetition (redundancy, or “dead wood.”) The exclusion of unnecessary information promotes unity and cohesion.

Biasanya naskah akademik menggunakan penjelasan yang ringkas, padat dan jelas. Sehingga pengulangan kata tak banyak terbuang percuma, ini mengakibatkan pembaca mengalami kebingungan dan kebosanan dengan penjelasan penulis.

7.      Completeness:  While repetitive or unnecessary information must be eliminated, the writer has a to provide essential information on a given topic. For example, in a definition of chicken pox, the reader would expect to learn that it is primarily a children’s disease characterized by a rash.
Tulisan dengan label akademik memiliki ruang khusus tersendiri dalam hal mengeksplorasi setiap paragraph, semuanya terlihat lebih lengkap dengan bukti yang di ikut sertakan dalam perilisan naskah, seperti data-data penting, fakta maupun opini, dan grafik penting yang terjadi di sekitar.

8.      Variety:   Variety helps the reader by adding some “spice” to the text.
Penulisan akademik memang terlihat lebih kaku dan membosankan, hal ini dibutuhkan sedikit bumbu penyedap untuk menambah cita rasa kepenulisan.

9.      Formality:  Academic writing is formal in tone. This means that sophisticated vocabulary and grammatical structures are used. In addition, the use of pronouns such as “I” and contractions is avoided.
Formal adalah salah satu sifat turunan dari penulisan akademik, dengan gaya penulisan ilmiah dan kosakata-kosakata canggih membuat tulisan akademik lebih berkelas. Ini yang membedakan dengan tulisan lainnya, penggunaan kata “subyek” juga wajib dihindari.

            Semua elemen di atas adalah sebuah potret yang menjadi tuntutan wajib dalam tulisan akademik. Ada beberapa rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam penulisan akademik itu sendiri, yaitu dengan (1) menyesuaikan target pembaca, (2) posisi penempatan pernyataan yang akan dikuak kasusnya, (3) pemberian bukti yang menyokong kasus yang dibahas, (4) harus ada penyataan sebagai pembahasan, (5) penggunaan emosional yang dituangkan dalam naskah penempatannya juga harus pas. Kelima point ini adalah bagian dari ruh sebuah tulisan akademik yang menjadi daftar pustaka penulis.
Tulisan akademik inilah yang melatih kita ke arah perbaikan baca-tulis, baca-tulis sendiri jika terjadi chemistry akan mengatarkan kita ke literasi dan menjadikan kita sebagai bagian dari orang-orang literat. Ini sesuai dengan pengembangan zaman yang terjadi pada masyarakat, yang bermukim di abad-21. Hal ini sama dengan apa yang diutarakan Michael Barber “In the 21st century, world class standards will demand that everyone is highly literate, highly numerate, well informed, capable of learning constantly, and confident and able to play their part as citizen of a democratic society.”
Ken Hyland (2006) juga angkat bicara mengenai literasi, menurutnya literasi adalah “something we do”. Penekanan kata “do” menjadi sebuah penegasan bahwa kegiata litersi benar-benar harus digalakan, karena literasi adalah salah satu bentuk mobilitas modern saat ini. literasi dilakukan sebagai bekal untuk bersaing dengan dunia luar, dan juga merupakan bekal pertahanan diri. Ini dilihat dari sudut pandang Hamilton (1998), as cited in Hyland (2006: 21), sees literacy as an activity located in the interactions between people”. Hyland sendiri lebih jauh berpendapat: "Literasi akademik menekankan bahwa cara kita menggunakan bahasa, disebut sebagai praktik keaksaraan, berpola oleh lembaga sosial dan hubungan kekuasaan. Keberhasilan akademis berarti mewakili diri kita dengan cara dihargai oleh disiplin kita sendiri, mengadopsi nilai-nilai, keyakinan, dan identitas yang mewujudkan “discourse academic”.
Melihat penjelasan literasi dari  berbagai sudut pandang para linguist, kita mengingat lagi point-point penting yang terdapat dalam pembahasan Dr. Chaedar di “Rekayasa Literasi”, yaitu (1)  Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik
(2) Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari
(3) Model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts; participating in the meanings of text; using texts functionally; critically analysing and transforming texts. Prof. Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi.
(4) Rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan.
(5) Studi literasi tumpang tindih (overlapping) dengan objek studi budaya (cultural studies) dengan dimensinya yang luas.
(6)Pendidikan yang berkualitas tinggi PASTI menghasilkan literasi berkualitas tinggi pula, dna juga sebaliknya.
(7) Reading, writing, arithmetic, and reasoning = modal hidup
(8) Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi
(9) Masyrakat yang tidak literat tidak mampu memahami bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa
(10) Pengajaran bahasa harus mengajarkan ketrampilan berpikir kritis.
(11) Ujung tombak pendidikan literasi adalah GURU dengan fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1994 dikutip dari Alwasilah 2012)
(12) Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.  Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan.
(13) Empat dimensi rekayasa literasi: linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan
(14) Rekayasa literasi = merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut
(15) Kern (2003): literacy refers to “general learnedness and familiarity with literature”.
(16) Orang literat tidak sekedar berbaca-tulis tapi juga terdidik dan MENGENAL SASTRA
            Jadi pembahasan literasi ini terkait dengan claim awal yang dijelaskan, yaitu highlight kepenulisan. Untuk memeperoleh tulisan yang maksimal, bisa dibangun dengan merapkan 9 elemen dasar dalam tulisan akademik. 9 elemen tersebut menjadi pemandu jalan untuk menuju penciptaan sebuah naskah yang sempurna dengan diiringi 5 rambu yang wajib dipatuhi dalam penulisan akademik. Jika semuanya sanggup dilaksanakan, maka kita adalah salah satu calon penulis kritis, sikap ini yang akan mengantarkan kita ke area literasi yang sesungguhnya. Efek literasi banyak di dirasakan di abad sekarang ini, salah satunya adalah pengubahan kualitas anak bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic