We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 24 Februari 2014

Laboratorium Kerukunan dalam Umat Beragama



Critical Review

          Pendidikan adalah wadah untuk menyalurkan kecerdasan dan kemampuan yang di miliki oleh makhluk sosial. Pendidikan tidak lepas dari pendidikan agama karena dengan pendidikan agama kita bisa mengontol diri kita sendiri untuk tidak melakukan perbuatan yang tercela. Ditengah-tengah maraknya aksi-aksi yang mengancam kerukunan umat beragama dan berkeyakinan di Indonesia, kerukunan umat beragama semakin menurun. Misalnya dari kebebasan beribadah sampai intoleransi, namun masi yang melihat bahwa Indonesia masih menjadi laboratorium bagi kerukunan umat beragama.
          Salah satu tujuan dari pendidikan dasar adalah untuk memberikan siswa keterampilan dasar untuk mengembangkan kehidupan mereka sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara. Masalah sosial berulang seperti tawuran pelajar, bentrokan pemuda dan bentuk lain dari radikalisme diseluruh Indonesia adalah indikasi dari penyakit sosial, yaitu kurangnya semata-mata kepekaan dan rasa hormat terhadap orang lain dari kelompok yang berbeda. Konsep interaksi dengan rekan sebaya adalah komponen penting dalam teori pembangunan sosial (Rubin, 2009). Dalam pengaturan multikultural, siswa berasal dari latar belakang etnis, agama dan sosial yang berbeda dan pola pikir mereka dominan dibentuk oleh latar belakang mereka. Program sekolah harus sengaja memfasilitasi interaksi rekan untuk mengembangkan wacana sipil positif. Cara tradisional pengajaran agama telah dikritik karena menekankan aspek teologis dan ritual, sementara mengabaikan aspek-aspek sosial, interaksi yaitu horizontal dan toleransi antar pengikut agama yang berbeda. Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan etnis, agama dan minoritas bahasa dan budaya. Dengan demikian didefinisikan, pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun provinsi terhadap orang lain. Pada dasarnya, itu penempaan kamil insan, yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis.
Pendidikan dasar merupakan faktor terpenting dalam kehidupan manusia. Keterampilan dasar ini juga merupakan dasar untuk pendidikan lebih lanjut. Menurut Djadja, Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang terbaweah dari system pendidikan nasional, seperti yang ditetapkan dalam UU 20/2003. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan di tingkat menengah dan pendidikan tinggi.
Pendidikan dasar merupakan peletak dasar sebagai pendidikan untuk tahap-tahap berikutnya karena dengan mengikuti gagasan konsep belajar sepanjang hidup, pendidikan dasar memberikan tekanan kepada belajar untuk mengetahui(learning to know), belajar untuk bekerja (learning to do), belajar menjadi dirinya sendiri (learning to be) dan belajar hidup bersama (learning to live together), yang semuanya ini merupakan bekal untuk terus belajar di jenjang pendidikan lebih lanjut. Pendidikan dasar merupakan pondasi yang paling kuat dalam menanamkan kecerdasan bagi siswa.
Data dari studi Ariliaswati diperoleh dalam penelitian tindakan tiga siklus yang dilakukan dengan kelas empat dari 43 siswa di sebuah sekolah dasar di Pontianak, kota di mana bentrokan anta retnis telah terjadi cukup sering. Studi ini membuktikan bahwa sekolah harus berfungsi sebagai laboratorium untuk latihan masyarakat sipil. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru yang berfokus pada masalah-masalah yang ada di kelas yang bertujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Sehingga dapat menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal dalam proses belajar mengajar. Kegiatan yang termasuk dalam hal ini misalnya, penghentian tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran, seperti berkelahi dengan sesama siswa. Riset-riset pendidikan pada dasarnya dapat digolongkan dalam empat katagori (Candy, 1989; McTaggart, 1991; Connole, 1993 dalam Andreas Priyono,2008) yaitu:
1.      Emperisme
Adalah jenis penelitian yang nenekankan metode ilmiah sebagai satu-satunya metode yang menghasilkan pengetahuan.
2.      Intepretivisme
Menyakini bahwa pengetahuan atau fakta atau realita itu dapat berubah.
3.      Criticalisme
Memandang bahwa pengetahuan itu disamping subyektif juga problematik, artinya pengetahuan itu disamping dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif  juga dipengaruhi oleh kekuatan yang mempengaruhi peneliti, untuk itu penelitian ini menekankan aspek pemikiran reflektif atau krisis terhadap segala faktor luar yang dapat mempengaruhi kualitas penelitian itu sendiri.
4.      Post-Criticalisme
Adalah penelitian yang menekankan bahwa  kebenaran atau realita itu sebenarnya tidak ada. Apa yang disebut realitas itu hanya sebatas bahasa yang mengungkapkan.
Pendidikan dasar merupakan pondasi yang paling kuat dalam menanamkan karakter dan kecerdasan bagi siswa serta memiliki rasa saling toleransi sesama manusia. Jika pondasi dari dasarnya kurang kuat maka nantinya akan menimbulkan konflik-konflik sosial. Masyarakat mengalami kondisi mental spiritual yang sangat rapuh,  seperti perilaku amoral, asusila, dan gejala-gejala buruk lainnya suadah dianggap sebagai hal biasa, bahkan dipersepsi sebagai budaya dan kebiasaan yang melekat pada masyarakat. Misalnya, perilaku korupsi telahdilakukan secara terbuka oleh pemerintah dari pusat sampai tingkat paling bawah. Akibatnya tidak ada lagi sikap percaya kepada pemimpin, dan lama-lama berkembang menjadi saling curiga diantara sesama warga dan kelompok. Hilangnya perasaan akan nilai-nilai kemanusiaan, seperti memudarnya sikap ramah, toleran, rukun, dan suka menolong, dan tiba-tiba berubah menjadi sikap suka bertengkar. Misalnya, karena persoalan kecil memicu perkelahian antar pemuda sebagai pertikaian antar ras, antar etnis, dan antar agama. Gejala-gejala tersebut merupakan fakta kehidupan yang tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan dapat terjadi di mana saja di seluruh masyarakat di dunia ini.
Konflik sosial dan ketidak harmonisan agama khususnya merupakan tantangan bagi pendidik dalam melakukan yang terbaik untuk mempersiapkan generasi berikutnya sebagai warga negara yang demokratis dengan karakter yang baik sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas. Realitas kehidupan bermasyarakat menunjukan betapa pentingnya untuk ikut serta dalam kehidupan bersama yang lebih intensif. Sebagaimana kita ketahui saat ini kita telah berada dalam perikehidupan global yang penuh dengan tantangan dan persaingan. Tantangan dan persaingan yang terjadi tidak lagi bersumber dari dalam negeri, tetapi juga dari dunia internasional.
Pada era globalisasi dan pasar bebas, dimana bangsa Indonesia ikut terlibat di dalamnya, maka tidak ada pilihan lain bahwa warga nengara bersama pemerintah harus peka terhadap masalah-masalah yang terkait dengan hak asasi manusia. Masalah hak asasi manusia tersebut menyangkut seluruh aspek kehidupan baik dibidang ekonomi, sosial, budaya, politik, serta pertahanan dan keamanan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memegang peranan yang besar dan sangat penting. Keberadaan agama di tengah-tengah masyarakat tidak dapat diabaikan. Agama mengatur tentang bagaimana membentuk masyarakat yang madani. Agama juga yang mampu menciptakan kerukunan dalam kultur masyarakat yang majemuk. Seperti yang kita semua ketahui bahwa tidaklah mudah untuk hidup dalam perbedaan. Setiap perbedaan, utamanya perbedaan pendapat yang ada di masyarakat dapat memicu timbulnya perselisihan. Di sinilah posisi agama memainkan perannya yang penting sebagai penegak hukum dan menjaga agar masyarakat saling menghormati dan tunduk pada hukum yang berlaku. Jadi semuanya tidak tergantung kepada pendidik saja melainkan seluruh warga negara harus ikut serta dalam menciptakan generasi yang terbaik di masa yang akan datang.
Menurut Abdul Rokhimaja dalam blognya mengatakan bahwa dalam perspektif masyarakat sekarang, pada masa-masa ini agama dinilai tidak mampu memberikan perannya secara maksimal dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia, utamanya masalah sosial dan ekonomi. Bahkan dalam beberapa aspek, agama dinilai sebagai pemicu munculnya konflik sosial dalam kehidupan masyarakat. Hal itu bisa menjadi masalah yang serius. Peran agama dalam mengukir masa depan bangsa Indonesia sangat diharapkan kembali oleh rakyat Indonesia, mengingat "gagalnya" pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam momentum inilah agama menjadi harapan akhir rakyat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang kini semakin kompleks.
Langkah awal yang paling tepat untuk menggugah kembali potensi agama dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan (sosial-ekonomi) adalah dengan mengubah paradigma para agamawan dari orientasi yang selalu bertumpu pada dasar ritual menuju peran sosial-ekonomi yang potensial untuk dicampuri oleh agamawan. Langkah selanjutnya yaitu mengubah pola pikir para agamawan tersebut. Mereka (para agamawan) dituntut untuk dapat merealisasikan konsep keagamaannya, kemudian memberikan solusi praktis penyelesaiannya. Hal ini penting bagi masa depan bangsa ini untuk mencapai cita-cita, dan penting pula bagi para agamawan itu sendiri untuk memaksimalkan potensi yang sebenarnya ada pada diri agama mereka melalui peran para agamawan hendaknya tidak hanya memberikan peran sebatas pada pemberian hukum atas persoalan-persoalan dan sisi-sisi kehidupan mereka. Peran agamawan tidak hanya sebatas pembimbing mental-spiritual mereka. Lebih dari itu, para agamawan dituntut untuk bisa memberikan solusi nyata penyelesaian persoalan, misalnya dengan membentuk lembaga-lembaga yang menampung mereka dan mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki sehingga mereka dapat menyalurkan dan memanfaatkan potensinya dan menunjang perekonomiannya sendiri tanpa harus melakukan tindakan kriminal. Setidaknya, peran serta seperti itulah yang selama ini seharusnya dilakukan oleh agamawan. Karena pada realita menunjukkan bahwa itulah potensi yang dimiliki agama dalam menata kehidupan ini, seperti dahulu ketika agama berpartisipasi dalam membebaskan kita dari tirani penjajahan. 
Dengan kontribusi signifikan dari agama dalam menyelesaikan permasalahan yang berkembang di negara ini, berarti agama telah menampakkan wujud aslinya dan telah memaksimalkan potensinya dalam menata kehidupan sosial masyarakat. Sehingga peran agama pun tidak hanya terlihat dalam sisi ritual-spiritual masyarakat saja, namun agama juga mewarnai kehidupan sosial-ekonomi masyarakat ini. Maka di sinilah kita menemukan peran universal agama dalam kehidupan masyarakat, Indonesia khususnya. 
Konsep interaksi dengan rekan sebaya adalah komponen penting dalam teori pembangunan sosial ( Rubin, 2009). Dalam pengaturan multikultural, siswa berasal dari latar belakang etnis, agama dan sosial yang berbeda dan pola pikir mereka dominan dibentuk oleh latar belakang mereka. Program sekolah harus sengaja memfasilitasi interaksi rekan untuk mengembangkan wacana sipil positif. Sekolah merupakan system yang terstruktur, interaksi yang terjadi antar warga sekolah tentu tidak selamanya baik-baik saja, apalagi jika kita melihat fenomena-fenomena yang banyak terjadi di Negara Indonesia menganai perilaku menyimpang remaja di sekolah. Hal ini berpengaruh terhadap sistem sekolah dan yang paling besar pengaruhnya yaitu terhadap pribadi dan masa depan siswa itu sendiri.
Dalam pergaulan remaja, kebutuhan untuk dapat diterima bagi setiap individu merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai mahluk sosial. Setiap anak yang memasuki usia remaja akan dihadapkan pada permasalahan penyesuaian sosial, yang diantaranya adalah problematika pergaulan teman sebaya. Pembentukan sikap, tingkah laku dan perilaku sosial remaja banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan ataupun teman-teman sebaya. Interaksi tidak bisa di pisahkan dengan komunikasi.
Menurut Imam Subqi, komunikasi merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena pengajar yang memegang kendali kelas, maka tanggung jawab terjadinya komunikasi dalam kelas yang sehat dan efektif terletak pada tangan pengajar. Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya dalam melakukan komunikasi.
Pembelajaran sebagai subset dari proses pendidikan harus mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi komunikasi yang efektif, yang mampu memberikan kepahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan atau materi belajar.
Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama lain dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain di lingkungannya. Oleh sebab itu manusia tidak dapat hidup sendiri. Mereka membutuhkan orang lain. Contoh dalam pengajaran pembelajaran guru dengan siswa mempunyai hubungan keterkaitan yang sangat erat dalam pembelajaran. Jika tidak ada guru tidak akan tercipta generasi berikutnya. Pembelajaran agama sangat penting dalam pendidikan. Dengan adanya pendidikan agama, kita dapat saling menghargai dan menghormati serta toleransi antar agama yang berbeda.
Cara pengajaran agama tradisional telah dikritik karena menekankan aspek teologis dan ritual, sementara mengabaikan aspek-aspek sosial, interaksi dan toleransi antar pengikut agama yang berbeda. Kritikan cara pengajaran agama tradisional yang menyebutkan mengabaikan aspek-aspek sosial, interaksi dan toleransi itu semua tidak benar. Ini semua bisa kita lihat dalam pasal 28E yang berbunyi:
1.      Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
2.      Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3.      Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Hal ini diperkuat dengan penilaian dari Franco Frattini ini oleh Mochsen, saat berlangsung Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural bagi tokoh agama, pemuda, dan mahasiswa lintas agama di Palu, (Kompas, 10 Januari 2012). Dalam diskusi tersebut terdapat tiga tantangan yang akan dihadapi kerukunan umat beragama dari dampak krisis ekonomi global yang akan terakumulasi dalam berbagai sektor, problematika kehidupan beragama yang semakin kompleks, termasuk pemilihan umum lima tahunan yang akan berlangsung dua tahun lagi.
Dalam hal ini maka agama menjadi rawan dari akses-akses negatif dari ranah politik praktis. Inilah yang bisa mengganggu Indonesia menjadi laboratorium kerukunan umat beragama. Sebenarnya, Indonesia sebagai lokus dari laboratorium umat beragama, sudah lama kita ketahui bersama, seperti yang dinyatakan oleh Mohamad Monib”, Penilaian dunia Internasional bahwa Indonesia sebagai laboratorium kerukunan umat beragama, saya nilai sangat beralasan. Pertama, 4 pilar bangsa: Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945 merupakan tulang belakang tegaknya kehidupan agama-agama. Ini sebuah fakta sosiologis dan teologis. Dari awal berdirinya bangsa ini sudah bertekad menjadi rumah bersama agama-agama. Kedua, secara sosiologis, politik, teologis bangsa ini mempunyai dua organisasi jangkar moderasi kehidupan keagamaan. Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah. Keduanya jelas menjadi stabilisator kehidupan keagamaan di Indonesia. Ketiga, budaya hidup damai dan rukun, itu sesungguhnya jiwa asli bangsa Indonesia.”
Dengan adanya penilaian-penilaian tersebut membuktikan bahwa pengajaran agama tradisional tidak mengabaikan aspek-aspek sosial, interaksi dan toleransi antara pemeluk agama yang berbeda karena Indonesia merupakan budaya yang mencintai hidup damai dan rukun. Walaupun kenyataanya di Indonesia masih banyak pro dan kontra, berbeda suku dan ras, namun mereka tetap dalam satu naungan yaitu konteks Indonesia.
            Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan etnis, agama dan minoritas bahasa dan budaya. Liberalisme pendidikan adalah untuk melestarikan dan meningkatkan mutu ketahanan sosial yang ada sekarang dengan cara mengajar setiap anak bagaimana cara mengatasi masalah-masalah kehidupannya secara efektif.
Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), liberal memiliki arti bersifat bebas; berpandangan bebas (luas dan terbuka); Jadi berdasarkan pengertian - pengeertian diatas, Paradigma Idiologi Pendidikan Liberal dapat diartikan sebagai Model dalam Teori Ilmu Pengetahuan dalam usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat yang sesuai dengan paham, teori dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik yang bebasm berpandangan luas dan terbuka.
Tujuan liberalisme pendidikan adalah mengangkat perilaku individu yang efektif. Sedangkan tujuan liberalisme pendidikan bagi sekolah adalah menyediakan informasi dan keterampilan yang diperlukan oleh siwa supaya bisa belajar sendiri secara efektif. Selain itu, siswa juga diajarkan tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah praktis melalui penerapan tata cata pemecahan masalah secara perseorangan maupun kelompok berdasarkan metode ilmiah yang rasional. Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang pendidikan dalam berbagai macam pelatihan.
Jadi akar dan pendidikan ini adalah Liberalisme, yakni suatu pandangan yang menekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan (freedoms), serta mengidentifikasi problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga stabilitas jangka panjang. Dengan demikian didefinisikan, pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa tidak terhadap provinsi orang lain. Pada dasarnya, itu penempaan kamil insan yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis .
Kesimpulan
  Pendidikan kerukunan antara umat beragama ini jelas bisa kita pertahankan dan terus ditumbuhkan pada setiap individu maupun masyarakat. Itu bisa kita lihat dalam kurikulum pendidikan nasional mamasukan semangat persepektif multikultural.
Menurut makalah yang ditulis oleh sunarjo menyebutkan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mengharagai perbedaan. Sehingga nantinya perbedaan tersebut tidak menjadi sumber konflik dan perpecahan. Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan keberagaman yang dinamis, kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk dilestarikan. Dalam pendidikan multikultural, setiap peradapan dan kebudayaan yang ada berada dalam posisi yang sejajar dan sama, tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau dianggap lebih tinggi (superior) dari kebudayaan yang lain. Sehingga  akan memperkaya kebudayaan atau peradaban yang bersangkutan sehingga nantinya terwujud masyarakat yang makmur, adil, sejahtera yang saling menghargai perbedaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic