Critical Review
Sebuah
artikel A. Chaedar Alwasilah yang berjudul “Classroom Discourse to Foster
Religious Harmony” merupakan artikel yang berisi tentang pendidikan liberal dan
kerukunan umat beragama. Tujuan dari
artikel ini adalah kerukunan umat beragama yang harus dikembangkan di sekolah
pada awal usia mungkin dan untuk mengembangkan wacana sipil positif dalam
interaksi rekan sebaya. Terjadinya
konflik sosial dan ketidakharmonisan agama disebabkan karena kurangnya kepekaan
dan rasa hormat terhadap orang lain dari kelompok yang berbeda. Untuk itu,
tujuan dari pendidikan dasar sangat penting untuk memberikan siswa dengan
keterampilan dasar untuk mengembangkan kehidupan mereka sebagai individu,
anggota masyarakat dan warga negara.
Beranekaragamnya agama dan perbedaan agama di Indonesia harusnya menjadi
pondasi utama sebagai persatuan bangsa.
Konflik
sosial dan ketidakharmonisan agama khususnya merupakan tantangan bagi
pendidik dalam melakukan yang terbaik untuk mempersiapkan generasi berikutnya
sebagai warga negara yang demokratis dengan
karakter yang baik sebagaimana diatur dalam UU
Sisdiknas. Dengan menjadi warga
negara yang demokratis akan terciptanya ketentraman dan kedamaina, karena
terciptanya saling menghargai dan menghormati pendapat masing-masing serta
menghormati perbedaan agama. ”Winston Churchill (Hansard, November 11,
1947) Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Kata
“demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi).
Demokrasi pengertian etimologis mengandung makna pengertian universal. Abraham
Lincoln th 18673 memberikan
pengertian demokrasi “ government of the people, by the people, and for the
people”.
Banyak sekali fakta konflik sosial dan
ketidakharmonisan agama di Indonesia. Istilah
konflik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti percekcokan,
perselisihan, pertentangan. Menurut asal katanya, istilah ‘konflik’ berasal
dari bahasa Latin ‘confligo’, yang berarti bertabrakan, bertubrukan, terbentur,
bentrokan, bertanding, berjuang, berselisih, atau berperang. Konflik
sosial adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan
berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya
terbatas. Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk
memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan
atau menghancurkan lawan mereka. (Lewis A. Coser).
Konflik sosial dapat terjadi dengan berbagai
faktor, seperti konflik antar etnis dan agama.
Contohnya, dalam semua kasus kekerasan dan kerusuhan antara
orang-orang Muslim dan Kristen berikut ini, ada bukti jelas bahwa memuncaknya
ketegangan sebelumnya adalah akibat dari Islamisasi lembaga-lembaga Orde Baru
dan efeknya pada hubungan-hubungan agama. Rangkaian kekerasan besar
pertama terjadi di Timor-Timur, yang menghadapkan orang-orang Timor-Timur Katolik melawan para pedagang
Muslim dari Sulawesi Selatan (Bugis) pada November 1994. Kekerasan ini dipicu
setelah adanya penusukan seorang lelaki Timor oleh seorang pedagang Bugis. Insiden
paling dramatis terjadi antara 7 dan 12 September 1995. Kerusuhan meledak di Dili
dan beberapa kota lain setelah adanya laporan bahwa seorang lelaki di penjara
Maliana telah membuat pernyataan yang menyinggung umat Katolik. Betapa
parahnya konflik antar etnis dan agama ini.
Bahkan dari tahun 1995, konflik tersebut sudah terjadi. Yang lebih
paranya lagi, sampai sekarang konflik antar etnis dan agama pun masih saja
terjadi. Kerusuhan yang
berlatarbelakang agama, etnis, dan golongan terjadi di Poso, Sulawesi Tengah
pada 17 April 2000. Dalam kerusuhan tersebut terjadilah saling serang antara
desa Nasrani dan desa Islam. Menurut data Polri, kerusuhan tersebut memakan korban 137 orang
meninggal, sedangkan menurut militer 237 orang meninggal, 27 luka-luka, puluhan
rumah rusak dan dibakar, 1 bus dibom, beberapa gereja dirusak, dibakar, dan
dibom. Itulah bukti-bukti terjadinya
konflik sosial di Indonesia.
Ketidakharmonisan agama di Indonesia terjadi
karena beranekaragamnya kebudayaan dan perbedaan agama di Indonesia. Apa yang salah dengan itu? Seharusnya
perbedaan agama itu dijadikan sebagai wadah untuk menjadikan warga negara
Indonesi menjadi warga negara yang harmonis, damai, aman dan tentram. Bukankah semboyan negara Indonesia itu
sendiri adalah “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap
satu jua. Apakah itu hanya sebagai
simbol? Sayang sekali, warga negara Indonesia sendiri tidak menerapkan sistem
tersebut. Apakah benar peraturan yang di
buat di Indonesia hanya untuk dilanggar? Kita perlu untuk membenah diri, untuk
menjadikan Indonesia menjadi warga negara yang baik, yaitu negara Indonesia
yang harmonis dan demokratis.
Tidak bisa dibantah bahwa, pada akhir-akhir ini ketidakerukunan antar dan antara umat
beragama yang terpicu karena bangkitnya fanatisme keagamaan menghasilkan
berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah hidup dan kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat. Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang
menunjukkan diri sebagai manusia beriman dan beragama dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan mereka
yang berbeda agama. Disinilah letak salah satu peran umat beragama dalam rangka
hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan
sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme
keagamaan. Sesuatu yang fanatik itu
tidak baik. Sekalipun dalam hal
keagamaan. Hal itu menyebabkan
terjadinya sikap kurang saling menghargai antara umat beragama sendiri. Perbedaan keagamaan haruslah menjadi sesuatu
yang indah. Bukankah berbeda itu
indah? Perbedaan akan menjadi warna
tersendiri dalam kehidupan umat beragama.
Agar terciptanya kerukunan beragama dan sikap
saling menghargai agar tidak terjadinya konflik sosial, etnis dan agama,
perlunya sikap tolerasi antar manusia. Manusia
adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial
tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam
rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam
masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang
berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama. Dalam
pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Oleh karena itu kita sebagai warga Negara sudah
sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan
saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan
Negara.
Menurut Yosef Lalu
(2010) Toleransi sendiri terbagi atas tiga yaitu:
a.
Negatif
Isi
ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya
dibiarkan saja karena menguntungkan dalam keadaan terpaksa.Contoh PKI atau
orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zamanIndonesia baru merdeka.
b.
Positif
Isi
ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.Contoh Anda beragama
Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan pada
ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.
c.
Ekumenis
Isi
ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat
unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan
sendiri.Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen
tetapi berbeda aliran atau paham.
Kerukunan umat beragama harus dikembangkan di
sekolah pada awal usia mungkin. Saya setuju dengan pendapat penulis. Menurut UU RI No. 20 tahun 2003, Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu. Pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Betapa pentinya pendidikan bagi
suatu bangsa. Betapa bermanfaatnya suatu
pendidikan. Pendidikan merupakan modal
utama untuk membentuk karakter, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki. Pendidikan
menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002 : 263) adalah
proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara,
perbuatan mendidik. Pendidikan
menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 16) adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok,
atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan.
Dalam pengaturan multikultural, siswa berasal dari
latar belakang etnis, agama dan sosial yang berbeda dan pola pikir mereka
dominan dibentuk oleh latar belakang mereka. Jika dikaitkan dengan
pendidikan multikultural (multicultural education), multikulturalisme merupakan
strategi pendidikan yang memanfaatkan keragaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik
sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini
sangat bermanfaat sekurang-kurangnya
dari sekolah sebagai lembaga pendidikan, dapat terbentuk pemahaman bersama atas
konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam artian
luas. Akar kata multikulturalisme adalah
kebudayaan. Kebudayaan merupakan aspek
penting dalam suatu pendidikan multikulural.
Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi
(banyak), kutur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata
itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya
dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. (Mahfud, 2005: 75). Anderson
dan Custer (1994: 320) berpendapat bahwa, pendidikan multikultural dapat
diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian James
Banks (1993: 3) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk
people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi
perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan/ Sunatullah). Kemudian, bagaimana
kita mampu menyikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat
egaliter. Dengan adanya pendidikan multikultural, siswa
akan dilatih untuk memiliki sikap tolerasi.
Banyaknya keanekaragaman budaya, suku bangsa, dan etnis, menjadikan
Indonesia sebagai negara yang multikultural.
Keanekaragaman tersebut harus menjadi pondasi utama untuk membentuk
masyarakat yang cinta akan negaranya dan menghargai perbedaan yang ada.
Ketika politisi dan
birokrat gagal untuk mendidik masyarakat, sekolah harus dikembalikan dan
diberdayakan untuk berfungsi secara maksimal. Guru SD harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mendorong pengalaman bermakna, yaitu, interaksi
dengan siswa lain dari agama yang berbeda, etnis dan dari kelompok-kelompok
sosial yang berbeda. Idealnya kebijakan
harus ditegakkan dimana sekolah yang dikelola oleh guru dan tenaga yang berbeda
agama, etnis dan dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Kampus ini juga harus
menyediakan tempat ibadah bagi siswa dari semua agama. Siswa akan belajar
bagaimana orang lain melakukan ritual keagamaan. Dan ini akan menjadi bentuk
efektif pendidikan agama dalam lingkungan sekolah multikultural. Saya kurang sependapat dengan pendapat
penulis. Menyediakan tempat ibadah bagi siswa semua agama merupakan hal yang
kurang masuk akal, karena ada beberapa sekolah dan universitas yang
bermayoritas agama Islam. Contohnya IAIN
SYEKH NURJATI CIREBON merupakan universitas yang mayoritasnya Islam. Tentunya tempat ibadah yang disediakan adalah
masjid yang merupakan rumah Allah tempat orang-orang Islam melakukan sholat.
Hanya orang-orang Islam yang dapat sekolah disana. Semua mahasiswa wanitanya pun memakai jilbab
semua. Tak boleh ada yang memakai celana
jeans dan kaos ketat. Begitupun dalam
universitas Krisrten. Contohnya, UKI
(Universitas Kristen Indonesia).
Tentunya mayoritas disana adalah orang-orang yang beragama Kristen. Orang-orang disana melakukan ritual dan
kebiasaan-kebiasaan mereka berdasarkan ajaran Kristen sendiri. Tempat ibadah yang disediakan pun tentunya
gereja.
Siswa akan belajar
bagaimana orang lain melakukan ritual keagamaan. Saya sangat tidak setuju
dengan pernyataan penulis tersebut.
Dalam ajaran agama Islam sendiri, belajar melakukan ritual agama orang
lain adalah suatu perbuatan yang tidak boleh dilakukan dalam Islam. Seperti yang dikatakan dalam salah satu ayat
Al-Qur’an, ada terjemahan seperti ini “untukmu agamamu dan untukku
agamaku”. Dengan begitu, kita dilarang
untuk melakukan ritual agama lain, melaikan kita diwajibkan untuk menghargai
orang-orang yang memeluk agama selain Islam.
Selain itu, menurut Yosef Lalu (2010), tolerasi terbagi menjadi 3, yang
salah satunya adalah positif, yaitu isi
ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai. Contoh Anda beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran
agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya
atau manusianya Anda hargai. Serta, dasar hukum yang menjamin kebebasan
beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal
28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa
setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal
28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak
asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan
bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama. Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya
tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap
orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945
selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada
pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut
dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam
undang-undang.
Berikut ini
contoh-contoh ritual yang masih dilakukan oleh banyak kaum muslimin. Saya
mendapatkan tulisan menarik dari internet, yang berjudul “Aneh Tapi Nyata, Banyak Kaum Muslimin
Mempraktekkan Ritual Agama Lain” (November 10, 2013). Dikutip dari tulisan tersebut, Agama hindu
memang minoritas di negeri ini, tapi ajaran-ajaran yang berasal dari hindu bisa
dibilang mayoritas di negeri ini. Mirisnya, ajaran-ajaran hindu itu diyakini
dan diamalkan oleh sebagian (kalau tidak mau dikatakan sebagian besar) kaum
muslimin di negeri ini. Perhatikanlah,
dari mulai saat akan melaksanakan pernikahan, saat pernikahan, saat janin dalm
kandungan/ibu hamil, saat bayi lahir, saat menjalani kehidupan sehari-hari
hingga wafatnya. Betapa besar pengaruh ajaran-ajaran hindu. Bahkan, setelah
mayat dikubur pun ajaran-ajaran hindu tetap diamalkan. Berikut sebagian
contoh-contoh kecilnya:
·
Saat akan melaksanakan
nikah:
Meyakini
jika menikah pada hari atau bulan tertentu maka akan mengalami sial/tidak
bahagia misal menikah pada bulan syawal atau pun shafar, dan seterusnya.
sehingga nikah ditunda dulu, adik tidak boleh mendahului kakak jika ingin
nikah, minta izin kepada kuburan ayahnya jika ingin nikah, dan seterusnya.
·
Saat nikah:
Janur
kuning, ritual menginjak telur, mandi kembang, dan seterusnya.
·
Saat janin dalam
kandungan/ibu hamil:
Memakai
peniti/gunting dengan tujuan menjaga ibu hamil dari gangguan setan, selamatan
tujuh bulan kehamilan, ibu hamil tidak boleh melihat mayat, dan seterusnya.
·
Saat bayi lahir:
Ari-ari
bayi diyakini sebagai saudara kembar bayi yang umumnya dikubur samping rumah
dengan dipasang lampu di atasnya.
·
Saat menjalani
kehidupan sehari-hari:
ngalap
berkah kepada kuburan, minta bantuan kepada dukun dlm perkara ghaib, ritual
sesajen kepada jin, sungkeman, dan seterusnya.
·
Saat wafat:
ketika mayat akan
diberangkatkan ke kuburan, diwajibkan dipamitkan di dpn rumah lalu beberapa
sanak keluarga akan lewat di bawah keranda mayat; di atas keranda diberi
payung, dan seterusnya.
·
Setelah mayat dikubur:
kenduri/selamatan
kematian 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan seterusnya.
Beginilah fenomena ajaran-ajaran hindu yang masih
diyakini dan diamalkan oleh sebagian kaum muslimin. Begitu
kuatnya pengaruh ajaran-ajaran hindu ini kepada sebagian kaum muslimin negeri
ini. Ketika dijelaskan secara panjang lebar pengaruh-pengaruh ajaran hindu ini,
bahkan secara historis bukti-bukti pun ditunjukkan (ratusan dali dari kitab
weda), bahkan yang berbicara pun mantan pendeta hindu sendiri, Maka perhatikan firman Allah berikut:
Allah
Ta’ala berfirman.
“Artinya
: Dan apabila dikatakan kepada mereka : ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah’. Mereka menjawab : ‘(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’. ‘(Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk”. [Al-Baqarah : 170].
“Artinya:
Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘marilah (mengikuti) apa yang diturunkan
Allah dan (mengikuti) Rasul’. Mereka menjawab, ‘Cukuplah bagi kami apa yang
kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya)’. Apakah (mereka akan mengikuti)
juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ?” [Al-Maidah: 104]
Semoga
Allah menunjuki kita ke jalan yang lurus, semoga Allah memberi taufiq kepada diri,
keluarga, dan semua kaum muslimin untuk benar-benar menjalankan ajaran-ajaran
islam (yang datang dari Allah Ta’ala dan Rasul shallallahu’alaihi wa sallam),
bukan ajaran-ajaran yang datang dari agama hindu. Untuk itu, marillah kita
semua belajar dari sekarang untuk tidak lagi membiasakan adat-adat hindu,
melainkan menjalankan ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan
Hadist.
Dari pembahasan
artikel diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan usia dini dan kerukunan umat
beragama sangat penting untuk tercapainya sebuah keharmonisan suatu Negara demi keutuhan negara. Seperti yang
telah dijelaskan diatas, bahwa semboyan negara Indonesia adalah “Bhineka
Tunggal Ika” yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Hal itulah yang perlu diterapkan oleh warga negara Indonesia demi keutuhan
suatu bangsa. Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Oleh karena itu kita sebagai warga
Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat
beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita
demi keutuhan Negara. Dengan begitu,
akan terciptanya warna negara Indonesia yang harmonis, demokratis, aman, damai,
dan tentram. Indonesia terdiri dari
berbagai macam suku bangsa, etnis, ras, budaya, agama, serta berbagai
bahasa. Bukankah itu menandakan bahwa
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman. Oleh karena itu, jadikanlah perbedaan dan
keragaman tersebut sebagai warna dalam kesatuan warga negara Indonesia untuk
menjadi negara yang rukun antar agama dan harmonis dari segi apapun. Tidak memandang perbedaan sebagai ajang
diskriminasi tapi memandang perbedaan sebagai kelebihan suatu bangsa yang patut
untuk kita banggakan sebagai warga negara Indonesia.
References
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic