We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 24 Februari 2014

KERUKUNAN AGAMA, KETENTRAMAN BANGSA



Critical Review

Sebuah artikel A. Chaedar Alwasilah yang berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” merupakan artikel yang berisi tentang pendidikan liberal dan kerukunan umat beragama.  Tujuan dari artikel ini adalah kerukunan umat beragama yang harus dikembangkan di sekolah pada awal usia mungkin dan untuk mengembangkan wacana sipil positif dalam interaksi rekan sebaya.  Terjadinya konflik sosial dan ketidakharmonisan agama disebabkan karena kurangnya kepekaan dan rasa hormat terhadap orang lain dari kelompok yang berbeda. Untuk itu, tujuan dari pendidikan dasar sangat penting untuk memberikan siswa dengan keterampilan dasar untuk mengembangkan kehidupan mereka sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara.  Beranekaragamnya agama dan perbedaan agama di Indonesia harusnya menjadi pondasi utama sebagai persatuan bangsa. 
Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama khususnya merupakan tantangan bagi pendidik dalam melakukan yang terbaik untuk mempersiapkan generasi berikutnya sebagai warga negara yang demokratis dengan karakter yang baik sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas. Dengan menjadi warga negara yang demokratis akan terciptanya ketentraman dan kedamaina, karena terciptanya saling menghargai dan menghormati pendapat masing-masing serta menghormati perbedaan agama. ”Winston Churchill (Hansard, November 11, 1947) Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi). Demokrasi pengertian etimologis mengandung makna pengertian universal. Abraham Lincoln th 18673 memberikan pengertian demokrasi “ government of the people, by the people, and for the people”. 
Banyak sekali fakta konflik sosial dan ketidakharmonisan agama di Indonesia.  Istilah konflik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti percekcokan, perselisihan, pertentangan. Menurut asal katanya, istilah ‘konflik’ berasal dari bahasa Latin ‘confligo’, yang berarti bertabrakan, bertubrukan, terbentur, bentrokan, bertanding, berjuang, berselisih, atau berperang.  Konflik sosial adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya terbatas. Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka. (Lewis A. Coser).  
Konflik sosial dapat terjadi dengan berbagai faktor, seperti konflik antar etnis dan agama.  Contohnya, dalam semua kasus kekerasan dan kerusuhan antara orang-orang Muslim dan Kristen berikut ini, ada bukti jelas bahwa memuncaknya ketegangan sebelumnya adalah akibat dari Islamisasi lembaga-lembaga Orde Baru dan efeknya pada hubungan-hubungan agama.  Rangkaian kekerasan besar pertama terjadi di Timor-Timur, yang menghadapkan orang-orang Timor-Timur Katolik melawan para pedagang Muslim dari Sulawesi Selatan (Bugis) pada November 1994. Kekerasan ini dipicu setelah adanya penusukan seorang lelaki Timor oleh seorang pedagang Bugis.  Insiden paling dramatis terjadi antara 7 dan 12 September 1995. Kerusuhan meledak di Dili dan beberapa kota lain setelah adanya laporan bahwa seorang lelaki di penjara Maliana telah membuat pernyataan yang menyinggung umat Katolik.  Betapa parahnya konflik antar etnis dan agama ini.  Bahkan dari tahun 1995, konflik tersebut sudah terjadi. Yang lebih paranya lagi, sampai sekarang konflik antar etnis dan agama pun masih saja terjadi.  Kerusuhan yang berlatarbelakang agama, etnis, dan golongan terjadi di Poso, Sulawesi Tengah pada 17 April 2000. Dalam kerusuhan tersebut terjadilah saling serang antara desa Nasrani dan desa Islam. Menurut data Polri, kerusuhan tersebut memakan korban 137 orang meninggal, sedangkan menurut militer 237 orang meninggal, 27 luka-luka, puluhan rumah rusak dan dibakar, 1 bus dibom, beberapa gereja dirusak, dibakar, dan dibom. Itulah bukti-bukti terjadinya konflik sosial di Indonesia.
Ketidakharmonisan agama di Indonesia terjadi karena beranekaragamnya kebudayaan dan perbedaan agama di Indonesia.  Apa yang salah dengan itu? Seharusnya perbedaan agama itu dijadikan sebagai wadah untuk menjadikan warga negara Indonesi menjadi warga negara yang harmonis, damai, aman dan tentram.  Bukankah semboyan negara Indonesia itu sendiri adalah “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.  Apakah itu hanya sebagai simbol? Sayang sekali, warga negara Indonesia sendiri tidak menerapkan sistem tersebut.  Apakah benar peraturan yang di buat di Indonesia hanya untuk dilanggar? Kita perlu untuk membenah diri, untuk menjadikan Indonesia menjadi warga negara yang baik, yaitu negara Indonesia yang harmonis dan demokratis. 
Tidak bisa dibantah bahwa, pada akhir-akhir ini ketidakerukunan antar dan antara umat beragama yang terpicu karena bangkitnya fanatisme keagamaan menghasilkan berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang menunjukkan diri sebagai manusia beriman dan beragama dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan mereka yang berbeda agama. Disinilah letak salah satu peran umat beragama dalam rangka hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme keagamaan. Sesuatu yang fanatik itu tidak baik.  Sekalipun dalam hal keagamaan.  Hal itu menyebabkan terjadinya sikap kurang saling menghargai antara umat beragama sendiri.  Perbedaan keagamaan haruslah menjadi sesuatu yang indah.  Bukankah berbeda itu indah?  Perbedaan akan menjadi warna tersendiri dalam kehidupan umat beragama. 
Agar terciptanya kerukunan beragama dan sikap saling menghargai agar tidak terjadinya konflik sosial, etnis dan agama, perlunya sikap tolerasi antar manusia.  Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama.  Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Oleh karena itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara.
Menurut Yosef Lalu (2010) Toleransi sendiri terbagi atas tiga yaitu:
a.      Negatif
Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena menguntungkan dalam keadaan terpaksa.Contoh PKI atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zamanIndonesia baru merdeka.
b.      Positif
Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.Contoh Anda beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.
c.       Ekumenis
Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri.Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham.
Kerukunan umat beragama harus dikembangkan di sekolah pada awal usia mungkin. Saya setuju dengan pendapat penulis.  Menurut UU RI No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.  Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.  Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.  Betapa pentinya pendidikan bagi suatu bangsa.  Betapa bermanfaatnya suatu pendidikan.  Pendidikan merupakan modal utama untuk membentuk karakter, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki. Pendidikan menurut  Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002 : 263) adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.  Pendidikan menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 16) adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Dalam pengaturan multikultural, siswa berasal dari latar belakang etnis, agama dan sosial yang berbeda dan pola pikir mereka dominan dibentuk oleh latar belakang mereka. Jika dikaitkan dengan pendidikan multikultural (multicultural education), multikulturalisme merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keragaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat sekurang-kurangnya dari sekolah sebagai lembaga pendidikan, dapat terbentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam artian luas.  Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Kebudayaan merupakan aspek penting dalam suatu pendidikan multikulural.  Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kutur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. (Mahfud, 2005: 75).  Anderson dan Custer (1994: 320) berpendapat bahwa, pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian James Banks (1993: 3) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan/ Sunatullah). Kemudian, bagaimana kita mampu menyikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.  Dengan adanya pendidikan multikultural, siswa akan dilatih untuk memiliki sikap tolerasi.  Banyaknya keanekaragaman budaya, suku bangsa, dan etnis, menjadikan Indonesia sebagai negara yang multikultural.  Keanekaragaman tersebut harus menjadi pondasi utama untuk membentuk masyarakat yang cinta akan negaranya dan menghargai perbedaan yang ada. 
Ketika politisi dan birokrat gagal untuk mendidik masyarakat, sekolah harus dikembalikan dan diberdayakan untuk berfungsi secara maksimal. Guru SD harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendorong pengalaman bermakna, yaitu, interaksi dengan siswa lain dari agama yang berbeda, etnis dan dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda.  Idealnya kebijakan harus ditegakkan dimana sekolah yang dikelola oleh guru dan tenaga yang berbeda agama, etnis dan dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda.  Kampus ini juga harus menyediakan tempat ibadah bagi siswa dari semua agama. Siswa akan belajar bagaimana orang lain melakukan ritual keagamaan. Dan ini akan menjadi bentuk efektif pendidikan agama dalam lingkungan sekolah multikultural.  Saya kurang sependapat dengan pendapat penulis. Menyediakan tempat ibadah bagi siswa semua agama merupakan hal yang kurang masuk akal, karena ada beberapa sekolah dan universitas yang bermayoritas agama Islam.  Contohnya IAIN SYEKH NURJATI CIREBON merupakan universitas yang mayoritasnya Islam.  Tentunya tempat ibadah yang disediakan adalah masjid yang merupakan rumah Allah tempat orang-orang Islam melakukan sholat. Hanya orang-orang Islam yang dapat sekolah disana.  Semua mahasiswa wanitanya pun memakai jilbab semua.  Tak boleh ada yang memakai celana jeans dan kaos ketat.  Begitupun dalam universitas Krisrten.  Contohnya, UKI (Universitas Kristen Indonesia).  Tentunya mayoritas disana adalah orang-orang yang beragama Kristen.  Orang-orang disana melakukan ritual dan kebiasaan-kebiasaan mereka berdasarkan ajaran Kristen sendiri.  Tempat ibadah yang disediakan pun tentunya gereja. 
Siswa akan belajar bagaimana orang lain melakukan ritual keagamaan. Saya sangat tidak setuju dengan pernyataan penulis tersebut.  Dalam ajaran agama Islam sendiri, belajar melakukan ritual agama orang lain adalah suatu perbuatan yang tidak boleh dilakukan dalam Islam.  Seperti yang dikatakan dalam salah satu ayat Al-Qur’an, ada terjemahan seperti ini “untukmu agamamu dan untukku agamaku”.  Dengan begitu, kita dilarang untuk melakukan ritual agama lain, melaikan kita diwajibkan untuk menghargai orang-orang yang memeluk agama selain Islam.  Selain itu, menurut Yosef Lalu (2010), tolerasi terbagi menjadi 3, yang salah satunya adalah positif, yaitu isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai. Contoh Anda beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai. Serta, dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
 “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
 Pasal 28E ayat (2)  UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.  Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945  selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.
Berikut ini contoh-contoh ritual yang masih dilakukan oleh banyak kaum muslimin. Saya mendapatkan tulisan menarik dari internet, yang berjudul “Aneh Tapi Nyata, Banyak Kaum Muslimin Mempraktekkan Ritual Agama Lain” (November 10, 2013).  Dikutip dari tulisan tersebut, Agama hindu memang minoritas di negeri ini, tapi ajaran-ajaran yang berasal dari hindu bisa dibilang mayoritas di negeri ini. Mirisnya, ajaran-ajaran hindu itu diyakini dan diamalkan oleh sebagian (kalau tidak mau dikatakan sebagian besar) kaum muslimin di negeri ini.  Perhatikanlah, dari mulai saat akan melaksanakan pernikahan, saat pernikahan, saat janin dalm kandungan/ibu hamil, saat bayi lahir, saat menjalani kehidupan sehari-hari hingga wafatnya. Betapa besar pengaruh ajaran-ajaran hindu. Bahkan, setelah mayat dikubur pun ajaran-ajaran hindu tetap diamalkan. Berikut sebagian contoh-contoh kecilnya:
·         Saat akan melaksanakan nikah:
Meyakini jika menikah pada hari atau bulan tertentu maka akan mengalami sial/tidak bahagia misal menikah pada bulan syawal atau pun shafar, dan seterusnya. sehingga nikah ditunda dulu, adik tidak boleh mendahului kakak jika ingin nikah, minta izin kepada kuburan ayahnya jika ingin nikah, dan seterusnya.
·         Saat nikah:
Janur kuning, ritual menginjak telur, mandi kembang, dan seterusnya.
·         Saat janin dalam kandungan/ibu hamil:
Memakai peniti/gunting dengan tujuan menjaga ibu hamil dari gangguan setan, selamatan tujuh bulan kehamilan, ibu hamil tidak boleh melihat mayat, dan seterusnya.
·         Saat bayi lahir:
Ari-ari bayi diyakini sebagai saudara kembar bayi yang umumnya dikubur samping rumah dengan dipasang lampu di atasnya.
·         Saat menjalani kehidupan sehari-hari:
ngalap berkah kepada kuburan, minta bantuan kepada dukun dlm perkara ghaib, ritual sesajen kepada jin, sungkeman, dan seterusnya.
·         Saat wafat:
ketika mayat akan diberangkatkan ke kuburan, diwajibkan dipamitkan di dpn rumah lalu beberapa sanak keluarga akan lewat di bawah keranda mayat; di atas keranda diberi payung, dan seterusnya.
·         Setelah mayat dikubur:
kenduri/selamatan kematian 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan seterusnya.
Beginilah fenomena ajaran-ajaran hindu yang masih diyakini dan diamalkan oleh sebagian kaum muslimin. Begitu kuatnya pengaruh ajaran-ajaran hindu ini kepada sebagian kaum muslimin negeri ini. Ketika dijelaskan secara panjang lebar pengaruh-pengaruh ajaran hindu ini, bahkan secara historis bukti-bukti pun ditunjukkan (ratusan dali dari kitab weda), bahkan yang berbicara pun mantan pendeta hindu sendiri, Maka perhatikan firman Allah berikut:
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka : ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah’. Mereka menjawab : ‘(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’. ‘(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk”. [Al-Baqarah : 170].
“Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul’. Mereka menjawab, ‘Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya)’. Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ?” [Al-Maidah: 104]
Semoga Allah menunjuki kita ke jalan yang lurus, semoga Allah memberi taufiq kepada diri, keluarga, dan semua kaum muslimin untuk benar-benar menjalankan ajaran-ajaran islam (yang datang dari Allah Ta’ala dan Rasul shallallahu’alaihi wa sallam), bukan ajaran-ajaran yang datang dari agama hindu. Untuk itu, marillah kita semua belajar dari sekarang untuk tidak lagi membiasakan adat-adat hindu, melainkan menjalankan ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist. 
Dari pembahasan artikel diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan usia dini dan kerukunan umat beragama sangat penting untuk tercapainya sebuah keharmonisan suatu Negara demi keutuhan negara. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa semboyan negara Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika” yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu jua.  Hal itulah yang perlu diterapkan oleh warga negara Indonesia demi keutuhan suatu bangsa. Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Oleh karena itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara. Dengan begitu, akan terciptanya warna negara Indonesia yang harmonis, demokratis, aman, damai, dan tentram.  Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, etnis, ras, budaya, agama, serta berbagai bahasa.  Bukankah itu menandakan bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman.  Oleh karena itu, jadikanlah perbedaan dan keragaman tersebut sebagai warna dalam kesatuan warga negara Indonesia untuk menjadi negara yang rukun antar agama dan harmonis dari segi apapun.  Tidak memandang perbedaan sebagai ajang diskriminasi tapi memandang perbedaan sebagai kelebihan suatu bangsa yang patut untuk kita banggakan sebagai warga negara Indonesia. 

References










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic