Apa
kabar minggu ini? Cuaca tak menentu yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah
alasan untuk tidak menulis class review. Namun, tidak dipungkiri bahwa cuaca
buruk yang terjadi di musim ini memang cukup merepotkan. Setidaknya itu menjadi
penghambat kecil yang membuat ribet. Jika dipikir-pikir, cuaca seperti itu
sangat mendukung untuk mempernyenyak tidur siang kita. Gemericik air hujan
menjadi irama merdu pengantar tidur. Namun, hal itulahyang benar-benar harus
kita hindari.
Berbicara
soal cuaca buruk, tentunya hal itu akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh
kita. Kebetulan sekali, hal itu menjadi salah satu topik pada pembicaraan kelas
kemarin. rupanya di kelas Writing 4 ini akan dilihat dan dibangun daya tahan
tubuh atau endurance-nya. Kita akan dilihat sejauh mana kita dapat bertahan di
kelas tersebut. Seberapa mampu kita meng-handle tugas-tugas yang sedemikian
banyak tiap minggunya. Apakah kita dapat bertahan sampai akhir dalam mata
kuliah ini.
Masih
seputar menulis, minggu lalu pun membahas perihal Literasi. Khususnya dari
wacana “Rekayasa Literasi” yang ditulis oleh A. Chaedar Alwasilah, yang mana
beliau adalah satu-satunya professor yang membicarakan soal Literacy
Engineering atau rekayasa literasi. Jika demikian, apa saja sih yang mencakup
tentang rekayasa literasi? Rekayasany itu terjadi di sebelah mana?
Pada
class review sebelumnya, saya pernah menulis bahwa di kelas ini kami bukanlah
seorang penulis biasa. Namun lebih dari itu, kami dituntut untuk berlaku
sebagai multilingual writer. Itu artinya, seorang multilingual writer harus
mampu menulis dalam bahasa local maupun bahasa asing. Prinsir rekayasa literasi
sendiri yaitu “Centre of Excellence”. Jadi, bagaimana caranya kita menjadi
titik fokus dari excellences. Selain itu, jika kita ingin sukses dalam menulis,
kuncinya adalah kita harus tahu betul cara menulisnya dan cara atau bagaimana
mempresentasikannya.
Dalam
wacana “Rekayasa Literasi”, yang direkayasa adalah DNA-nya. Maksudnya yakni
kita merekayasa dari hal yang benar-benar inti pada hal tersebut. Pendidikan
literasi sendiri mencakup dua pengajaran, yakni pengajaran reading dan writing.
Ingat! Untuk menjadi penulis yang hebat, kita harus menjadi pembaca yang hebat
terlebih dahulu. Dari sinilah maka diperlukan adanya rekayasa literasi. Ketika seseorang
diberi sebuah teks, maka kemungkinan yang akan mereka lakukan yaitu :
-
Read
-
Respond
-
Write (re-write)
Bukan
hanya itu, dalam melihat sebuah teks, kita punya jenis yang berbeda dalam hal
tersebut.
Teks
sendiri bersifat verbal, written dan visual. Sementara budaya adalah efek
samping dari kegiatan tersebut. Teks juga berperan sebagai makhluk semiotic.
Teks dapat berupa tulisan, pidato, gambar, music atau symbol lainnya. Dalam
segala bentuknya, teks ditandai dengan tiga cirri yaitu materialitas, hubungan
formal dan kebermaknaan.
Menurut
Michael Barber, dan dikutip oleh A. Chaedar Alwasilah (2012) menyatakan bahwa
di abad ke 21, kelas berstandar dunia akan menuntut semua orang harus
berliterasi tinggi, bernumerat tinggi, baik dalam berinformasi, mampu belajar
dengan konstan dan percaya diri serta dapat memainkan bagiannya sebagai
masyarakat dalam democratic society.
Sebuah
permulaan pada elemen-elemen academic writing meliputi :
1. Cohension
: pergerakan halus atau “aliran” diantara kalimat-kalimat dan paragraph.
2. Clarity
: arti dari apa yang dimaksud oleh penulis untuk berkomunikasi dengan
benar-benar jelas.
3. Logical
order : merujuk pada pesan logis dari informasi. Dalam academic writing,
penulis cenderung untuk berpindah dari general ke specific.
4. Consistency
: konsistensi merujuk pada keseragaman dari gaya menulis.
5. Unity
: unity merujuk pada pengecualian dari informasi yang tidak langsung
berhubungan dengan topic yang dibicarakan dalam sebuah paragraph.
6. Conciseness
: conciseness merupakan penghematan dalam penggunaan kata-kata.
7. Completeness
: membuang informasi yang berulang-ulang dan tidak diperlukan. Penulis harus
menyediakan inti dari informasi pada topic yang disajikan.
8. Variety
: variety membantu pembaca dengan membubuhkan beberapa “bumbu” pada teks tersebut.
9. Formality
: academic writing adalah bentuk yang formal. Itu artinya bahwa menulis
akademik tidaklah menggunakan vocabulary secara sederhana. Selain itu juga
harus menggunakan grammatical structure dan juga penggunaan pronoun semacam “I”
dan singkatan-singkatan juga dihindari.
Pada
era globalisasi seperti sekarang ini, pemahaman terhadap literasi sangatlah
penting bagi kelangsungan hidup manusia. Tidak dapat dihindari bahwa perkemban
manusia semakin canggihsaat ini. Disinilah peran literasi diperlukan untuk
mengikuti perkembangan tersebut. Dari apa yang saya paparkan di class review
ketiga ini, dapat disimpulkan bahwa menjadi masyarakat yang memiliki kemampuan
literasi merupakan hal yang sangat diperlukan. Oleh karena itu, membiasakan
hidup berliterasi merupakan hal yang sangat berguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic