CRITICAL REVIEW
Karya tulis kali
ini dibuat dalam bentuk critical review dari sebuah artikel karya A. Chaedar
Alwasilah yang publikasikan juga lewat The Jakarta Post pada 22 Oktober 2011,
dengan judul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” yang terdapat
pada Bab 7 Pendidikan Umum dan Liberal.
Didalam artikel
ini, secara garis besarnya pada artikel tersebut membahas tentang interaksi
yang dilakukan oleh peserta didik dengan kelompok ataupun individu lainnya. Didalam
menentukan kemajuan pendidikan khususnya di Indonesia kita dapat melihatnya
dari perilaku individu dalam sebuah kelompok atau organisasi yang terdapat
didalamnya. Apabila kondisi dalam kelompok atau organisasi tersebut tidak
mendukung satu sama lain maka pendidikan didalam persekolahanpun akan
mendapatkan banyak sekali tantangan. Organisasi atau kelompok ini merupakan
salah satu wadah yang mana apabila suatu pekerjaan ingin cepat tercapai
dibutuhkan kerja sama dengan anggotanya. Apabila pekerjaan yang dilakukan
sendirian maka hasilnya tidak akan sesuai seperti jika dikerjakan bersama
anggota kelompoknya (saling bekerja sama). Seperti yang diungkapkan oleh Rubin pada tahun 2009 “This concept of
peer interaction is a critical component in social development theory”. Konsep interaksi dalam suatu kelompok (dalam kelas)
merupakan hal yang begitu penting untuk membangun kerja sama yang baik karena
dengan kita berinteraksi antara satu dengan yang lainnya akan membuat suatu
keharmonisan tersendiri dan dapat menyatukan sebuah perbedaan yang bergejolak
dalam kelompok tersebut. Untuk itu harusnya interaksi dalam kelas haruslah
terus terjadi atau berlangsung agar tidak menyebabkan ketidakharmonisan seperti
yang diharapkan. Untuk mengatur suasana
kelas yang nyaman dan mendapatkan keharmonisan, letak tempat duduk juga
mempengaruhi proses pembelajaran karena ketika seseorang memilih teman
sebangkunya maka disitu dia akan sering berkomunikasi dan bertukar pendapat, namun
apabila seseorang tersebut tidak mendapatkan teman sebangku yang cocok dengan
karakteristik yang dimilikinya maka tidak akan terjadi komunikasi yang baik
yang diharapkan dan hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangann
kemampuan(dalam hal pelajaran) si anak tersebut karena bisa jadi dia tidak
merasa nyaman dan tidak menemukan kecocokan. Selain dengan teman sebangkunya,
komunikasi yang dilakukan dengan anggota yang lain pun begitu penting.
Dalam sebuah blog
yang saya baca dari Imam Subqi, mengungkapkan bahwa komunikasi terbagi menjadi
empat macam yaitu:
1. Komunikasi
pribadi/personal, Komunikasi pribadi (personal communication) adalah
komunikasi seputar diri seseorang, baik dalam fungsinya sebagai komunikator
maupun sebagai komunikan.
2. Komunikasi kelompok,
Michael Burgoon dan Michael Ruffner memberi batasan komunikasi kelompok sebagai
interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu yang bertujuan memperoleh
maksud yang dikehendaki seperti berbagai informasi, dan pemecahan masalah
sehingga semua anggota kelompok dapat menumbuhkan karateristik pribadi anggota
lainnya dengan akurat.
3. Komunikasi antar
budaya, Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari
kultur(budaya) yang berbeda-beda antara orang-orang yang memiliki kepercayaan,
nilai, atau cara berprilaku cultural yang berbeda.
4. Komunikasi masa,
Komunikasi Massa ialah komunikasi melalui media masa, seperti surat kabar yang
mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada
umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop.
Komunikasi merupakan
kegiatan yang sangatlah penting untuk dilakukan dalam kegiatan sehari – hari
bersama manusia lainnya, karena komunikasi merupakan alat interaksi yang
penting seperti dijelaskan pada Al-Qur’an surat Ali ‘imran ayat 112:
ôMt/ÎàÑ ãNÍkön=tã èp©9Ïe%!$# tûøïr& $tB (#þqàÿÉ)èO wÎ) 9@ö6pt¿2 z`ÏiB «!$# 9@ö6ymur z`ÏiB Ĩ$¨Y9$# râä!$t/ur 5=ÒtóÎ/ z`ÏiB «!$# ôMt/ÎàÑur ãNÍkön=tã èpuZs3ó¡yJø9$# 4 Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#qçR%x. tbrãàÿõ3t ÏM»t$t«Î/ «!$# tbqè=çGø)tur uä!$uÎ;/RF{$# ÎötóÎ/ 9d,ym 4 y7Ï9ºs $yJÎ/ (#q|Átã (#qçR%x.¨r tbrßtG÷èt ÇÊÊËÈ
112. mereka diliputi kehinaan di
mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama)
Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat
kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena
mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang
benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
Dalam
hal ini manusia adalah sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan
sesama manusia. Dan alat interaksi tersebut ialah “komunikasi” baik itu verbal
ataupun non – verbal.
Pada pembahasan artikel yang
berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” kegiatan belajar
mengajar adalah salah satu bentuk komunikasi dalam kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar
pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara
pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar
mengajar ini sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena
pengajar yang memegang kendali kelas, maka tanggung jawab terjadinya komunikasi
dalam kelas yang sehat dan efektif terletak padda tangan pengajar (guru).
Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya
dalam melakukan komunikasi ini. Menurut Book (dalam Cangara, 2002) kemampuan
komunikasi adalah proses simbolik yang menghendaki individu agar dapat mengatur
lingkungan dalam hubungan sosialnya melalui pertukaran informasi untuk mengubah
sikap dan tingkah laku orang lain. Sedangkan kerja sama adalah kegiatan yang di
lakukan bersama-sama dengan tujuan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
cepat (Tim Guru Eduka, 2010). Dikutip dari pernyataan Ivan Octavian Anggarista bahwa mampu berkominukasi dan bekerjasama adalah tiket
sebuah kesuksesan jangka panjang seorang peserta didik. Setiap orang yang
berada dalam suatu lingkungan akan saling berkomunikasi dan bekerjasama untuk
mencapai sebuah tujuan bersama. Dalam belajar di kampus ataupun di sekolah
tidak mungkin sendiri saja, pasti selalu ada orang lain yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kemampuannya. Sebuah kerjasama yang baik akan terwujud jika setiap
mampu berkomunikasi secara efektif dalam lingkungannya. Bentuk komunikasi dan
kerjasama yang paling membantu perkembangan peserta didik adalah kerjasama dan
komunikasi dengan teman satu kelas. Teman satu kelas ibarat sebuah keluarga
yang duduk dalam satu rumah, yang harus saling memotivasi dan mengingatkan,
sehingga terbentuk suasana kelas yang menyenangkan. Tidak boleh ada peserta
didik yang egois yang merasa paling pintar di antara yang lain, saling
bermusuhan dan saling menjatuhkan. Kita harus bisa memahami masing-masing karakteristik
dan sifat teman kita, dan menjadikan mereka sebagai patner dalam kemajuan kita
kedepan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indah Pasmada menemukan beberapa
mahasiswa yang tidak menunjukkan sebuah kerjasama dan komunikasi yang baik di
kelas, yaitu pada saat ketika ada teman presentasi di depan kelas, audiens
malah tidak memperhatikan, mereka terkesan tidak peduli. Kasus lain juga sering
terjadi dimana ada mahasiswa yang selalu mendominasi kelas, seakan-akan ia
tidak mau memberikan kesempatan yang lain untuk berbicara. Bahkan yang ada juga
mahasiswa yang menjatuhkan temannya sendiri di mata dosen hanya untuk
mendapatkan nilai yang baik. Contoh diatas tidak kita pungkiri bahwa kejadian
tersebut juga sering terjadi di lingkungan belajar kita.
Pada artikel yang dituliskan oleh A.
Chaedar Alwasilah bisa disimpulkan menjadi beberapa poin masalah yang perlu
dibahas lebih lanjut lagi, yaitu sebagai berikut:
1.
Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama,
2.
Pendidikan multikultural,
3.
Menyumbangkan ide-ide yang relevan dengan topik
diskusi,
4.
Interaksi teman sebaya,
5.
pendidikan liberal.
Yang
pertama, mengenai konflik sosial dan ketidakharmonisan agama, masalah sosial
ini dapat menyebabkan suatu ketidakharmonisan didalam suatu kelompok yang bisa
membahayakan kelompok itu sendiri dan juga menghambat untuk memenuhi tujuan –
tujuan anggota dalam kelompok sehingga menimbulkan ketimpangan sosial. Peserta
didik juga bukan tidak mungkin akan menghadapi berbagai masalah sosial yang
terjadi disekolah entah antara kelompok lain ataupun individu lainnya. Masalah
sosial yang biasa sering dihadapi oleh peserta didik seperti tawuran (yang
terjadi karena adanya suatu perselisihan diantara kelompok yang terlibat).
Bukti kejadian tersebut sangat banyak, seperti tawuran yang terjadi antara
siswa SMP Terbuka Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan SMP Pattimura Jagakarsa
di Jalan Bango Cilandak, aksi tawuran di jalan Raya Kemang – Bogor antara siswa
SMK Wiyata Kharisma dengan SMK Menara Siswa Bogor, dan antara SMK Arrahmaniyah
Bogor dan SMK Sadam. Kasus selanjutnya yaitu mengenai ketidakharmonisan agama,
dalam artikel karya Izza Rohman yang saya baca menyatakan bahwa hubungan
Kristen dan Muslim di Indonesia sering kali mengalami konflik, namun sangatlah
mengejutkan ternyata sekolah – sekolah semacam itu ada diberbagai tempat di
Indonesia, seperti contohnya sekolah yang didirikan beragama Islam Muhammadiyah
tak jarang 50 – 75 persen peserta didiknya beragama Kristen seperti di beberapa
pulau kecil Indonesia, misalnya di daerah Ende, di Pulau Flores, Nusa Tenggara
Timur(NTT) yang mayoritas penduduknya beragama katolik, dan di daerah Serui di
Pulau Yapen, Papua yang mayoritas penduduknya beragama protestan. Namun yang
terjadi di beberapa sekolah tersebut sangatlah berbeda dengan apa yang saya
pikirkan, mereka lebih memilih untuk membiarkan anak mereka berinteraksi dengan
muslim dan tidak menimbulkan ketidakharmonisan. Konflik sosial dan
ketidakharmonisan agama merupakan tantangan bagi pendidik
dalam melakukan yang terbaik untuk mempersiapkan generasi berikutnya sebagai
warga negara yang demokratis dengan karakter yang baik sebagaimana diatur dalam
UU Sisdiknas. Untuk mewujudkan tujuan ini, kerukunan umat beragama harus
dikembangkan di sekolah padausia dini. Hal ini untuk mendukung program-program
kreatif dan inovatif di kalangan siswa.
Kedua,
mengenai pendidikan multikultural, multikultural
diartikan banyak dan beragam. Pendidikan multikultural
sering dianggap sebagai salah satu penyebab pemecahnya antara dua kebudayaan. Maka dari itu kita harus memiliki sikap
toleransi yang tinggi terhadap keragaman yang diselenggarakan oleh pendidokan
disekolah. Salah satu alternatif
dalam meminimalkan konflik akibat keragaman tersebut adalah melalui pendidikan multikultural. Maka dari itu untuk pada tahun 2004, diberlakukan
bentuk kurikulum baru, yakni kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan
pendidikan multikultural dan multilingual (beragam bahasa) sebagai pinsip dalam
pengembangan kurikulum yang mengandung rancangan materi yang di dalamnya
mengandung unsur multikultural dan masyarakat multikultural. Bank
(2001) menyatakan pendidikan multikultural adalah rangkaian kepercayaan dan
penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di
dalam bentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan
pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Pemahaman selama ini dalam pendidikan
multikultural adalah pembelajaran tentang kebudayaan yang hanya diajarkan oleh
guru bidang studi tertentu dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Misal
seni dan budaya, pendidikan kewarganegaraan, atau ilmu sosial. Padahal
pendidikan multikultural bukan pendidikan monolitik yang terkait dengan satu
bidang. Sependapat dengan James A. Banks (2002:14), bahwa pendidikan
multikultural adalah cara memandang realitas dan cara berpikir, dan bukan hanya
konten tentang beragam kelompok etnis, ras, dan budaya. Dengan pendidikan
multikultural diharapkan adanya kesadaran bagi setiap individu untuk memahami
dan menghargai perbedaan, agar dapat mementingkan kehidupan bersama yang adil.
Ketiga,
menyumbangkan ide-ide yang relevan dengan topik diskusi, ketika dalam suatu
diskusi disebuah kelompok pada saat kita ikut antisipasi dalam menyumbangkan
sebuah ide kita harus tau bagaimana cara menyampaikan ide tersebut, karena
dengan kita ikut antisipasi dalam menyampaikan pendapat maka kita ikut aktif
dalam kelompok tersebut untuk berkomunikasi dalam menyampaikan sebuah pendapat.
Keempat,
Interaksi dengan teman sebaya,
interaksi tentulah sangat penting dilakukan dalam kehidupan sehari – hari
dengan siapapun bukan hanya dengan teman sebaya. Dalam konteks ini akan dibahas
mengenai interaksi dengan teman sebaya. Kegiatan kita dalam keseharian lebih
banyak mengahabiskan waktu di sekolah ketimbang di rumah, dilihat dari hal
tersebut maka interaksi dengan teman sebaya adalah salah satu cara untuk
menjaga silaturrahmi kerukunan antara anggota kelompok dan individu lainnya.
Biasanya di usia muda terkadang mereka memilih – milih teman bergaulnya, hal
ini akan menyebabkan kecemburuan sosial terhadap teman yang lain dan akan
merasa dikucilkan oleh temannya sendiri dan hal tersebut akan menyebabkan
terputusnya interaksi yang kemudian akan menimbulkan masalah seperti dalam
sebuah kelompok (kelas) terdapat kelompok. Seperti contoh kasus yang sering
terjadi dibanyak sekolah – sekolah.
Kelima,
pendidikan liberal, dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup
pengetahuan etnis , agama dan minoritas bahasa dan budaya. Terlepas dari karir
mereka politisi, insinyur, petani, atau pengusaha, siswa harus diberikan
pengetahuan yang memadai di daerah-daerah. Dengan kata lain pendidikan liberal
ini selalu mencoba untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan
lain – lain. Dengan demikian, pendidikan
liberal bertujuan untuk membebaskan siswa dari sikap rabun dan provinsi
terhadap orang lain. Pada dasarnya, itu penempaan kamil insan , yaitu orang
yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan atau
penunjukan sebagai warga negara yang demokratis.
Pembahasan keseluruhan dari artikel yang dituliskan oleh
A. Chaedar Alwasilah ini ialah mengenai pengelolaan kelas dan komunikasi yang
dilakukan dalam kelas itu sendiri. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan
Kebudayaan membagi pengertian pengelolaan kelas ke dalam lima definisi yaitu
pengelolaan kelas sebagai proses mengontrol tingkah laku siswa, proses
memaksimalkan kebebasan siswa mengembangkan dir, proses mengubah tingkah laku
peserta didik, proses penciptaan iklim sosio emosional yang positif, dan proses
untuk bersosialisasi dalam sebuah kelompok. Kelima definisi di atas menunjukkan
bahwa pengelolaan kelas sangat efektif di dalam membentuk nilai – nilai
karakter bangsa pada siswa seperti nilai demokrasi, toleransi, disiplin, kreatif,
dan komunikatif (Marinasari Fithry Hasibuan,S. ag,M.Pd). Dalam pengelolaan
kelas merupakan keterampilan seorang guru untuk menciptakan serta memelihara
kondisi pembelajran agar tetap kondusif. Suatu kegiatan belajar mengajar akan
kondusif apabila seorang guru dapat mengendalikan situasi dalam kelas.
Pengelolaan dalam kelas begitu pentung dilakukan karena dengan baiknya
pengelolaan dalam kelas ini menjadikan komunikasi yang terjalin antar kelompok
berjalan dengan lancar.
Menurut Santoso
Sastropoetro (Riyono Pratikno: 1987)berkomunkasi efektif berarti bahwa
komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu
pesan, atau sering disebut dengan “the communication is in tune”. Agar
komunikasi dapat berjalan secara efektif, harus dipenuhi beberapa syarat :
a. menciptakan suasana komunikasi yang
menguntungkan
b. menggunakan bahasa yang mudah ditangkap
dan dimengerti
c. pesan yang disampaikan dapat menggugah
perhatian atau minat bagi pihak komunikan
d. pesan dapat menggugah kepentingan
komunikan yang dapat menguntungkan
e. pesan dapat menumbuhkan suatu
penghargaan bagi pihak komunikan.
Dalam kegiatan belajar
mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi
hubungan yang harmonis antara pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan
komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini sangat tergantung dari kedua
belah pihak. Akan tetapi karena pengajar yang memegang kendali kelas, maka
tanggung jawab terjadinya komunikasi dalam kelas yang sehat dan efektif terletak
pada tangan pengajar. Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab
tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya dalam melakukan komunikasi ini.
Komunikasi dan interaksi di dalam kelas
dan di luar kelas sangat menentukan efektivitas dan mutu pendidikan. Dari hal
tersebut dapat dilihat bahwa mutu pendidikan sangat tergantung dari partisipasi
dan kontribusi dari semua yang terlibat. Wiranto Arismunandar dalam pidato
Apresiasi Guru Besar ITB (2003) mengatakan bahwa, tantangan bagi dosen adalah
bagaimana dapat menjelaskan materi kuliah dengan baik, memberikan yang esensial
dengan cara yang menarik, percaya diri, dan membangkitkan motivasi para
mahasiswanya. Dapat disimpulkan bahwa pentingnya komunikasi itu terjadi pada
semua lapisan yang terdapat pada dunia pendidikan itu sendiri bukan hanya
antara kelompok dan kelompok, ataupun kelompok dengan individu lainnya (teman
sebaya), melainkan dengan seluruh aspek, karena komunikasi yang efektif dalam
proses pembelajaran sangat berdampak terhadap keberhasilan pencapaian tujuan.
Kalau begitu berarti guru kelas ataupun dosen berfungsi
untuk mengawasi siswa pada hampir sepanjang harinya, maka dengan begitu akan
menjadikan komunikasi yang sangat baik apabila semua yang terlibat dalam dunia
pendidikan selalu memantau perkembangan komunikasi yang terjadi.
Kesimpulan :
Didalam artikel
ini, secara garis besarnya pada artikel tersebut membahas tentang interaksi
yang dilakukan oleh peserta didik dengan kelompok ataupun individu lainnya.
Didalam menentukan kemajuan pendidikan khususnya di Indonesia kita dapat
melihatnya dari perilaku individu dalam sebuah kelompok atau organisasi yang
terdapat didalamnya. Apabila kondisi dalam kelompok atau organisasi tersebut
tidak mendukung satu sama lain maka pendidikan didalam persekolahanpun akan
mendapatkan banyak sekali tantangan.
Pada pembahasan
artikel yang berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony”
kegiatan belajar mengajar adalah salah satu bentuk komunikasi dalam kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar
pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara
pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar
mengajar ini sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena
pengajar yang memegang kendali kelas, maka tanggung jawab terjadinya komunikasi
dalam kelas yang sehat dan efektif terletak padda tangan pengajar (guru).
Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh
keterampilannya dalam melakukan komunikasi ini.
Pada
artikel yang dituliskan oleh A. Chaedar Alwasilah bisa disimpulkan menjadi
beberapa poin masalah yang perlu dibahas lebih lanjut lagi, yaitu sebagai
berikut:
1.
Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama,
2.
Pendidikan multikultural,
3.
Menyumbangkan ide-ide yang relevan dengan topik
diskusi,
4.
Interaksi teman sebaya,
5.
pendidikan liberal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic